Skip to content

Menuju COP-28: Indonesia Perlu Menyuarakan Aksi Nyata dalam Mengatasi Krisis Iklim

Acara Policy Playground Pijar Foundation

Author :

Authors

Jakarta, 2 November 2023 – Konferensi para pihak konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim (Conference of the Parties 28, COP-28) akan dilaksanakan di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada 30 November-12 Desember 2023. Menjelang pelaksanaannya, Guntur, Analis Kebijakan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyatakan, COP-28 akan menjadi saksi dari hasil inventarisasi global yang pertama (global stocktake, GST) atas implementasi Persetujuan Paris.

“GST menjadi titik balik yang dibutuhkan untuk aksi iklim di dekade kritis saat ini, di mana komunitas global telah mengetahui GST akan memperlihatkan implementasi Persetujuan Paris yang tidak selaras (off track). Untuk itu, diperlukan kolaborasi berbagai pihak dalam upaya course-correcting dan meningkatkan solusi yang tercermin dalam hasil perundingan serta pada COP28 Presidential Actions Agenda,” terangnya di acara Policy Playground Pijar Foundation pada Kamis (2/11/2023). 

Guntur memaparkan, COP28 fokus terhadap beberapa isu untuk memenuhi pilar Persetujuan Paris, salah satunya berkaitan dengan transisi energi, khususnya energi terbarukan. Indonesia juga terus mempersiapkan paviliun sebagai soft diplomacy atau diplomasi dengan pendekatan sosial budaya. Hal ini sekaligus sebagai upaya menyampaikan kepada dunia terkait langkah konkret dan aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim. Selain itu, Indonesia mengambil tema aksi iklim untuk diselenggarakan di paviliun Indonesia saat pelaksanaan COP28. 

Arief Rosadi, Koordinator Diplomasi Iklim, Institute for Essential Services Reform (IESR) menuturkan, krisis iklim memberikan dampak yang buruk bagi seluruh dunia. Berdasarkan laporan UNFCCC pada 2022, bahwa emisi global akan meningkat hampir 14% selama dekade ini. Bahkan, data UNFCCC 2023 memperlihatkan kebijakan saat ini membawa dunia ke kenaikan suhu 2,8°C pada akhir abad ini. 

“Untuk itu, Indonesia perlu menyuarakan aksi nyata dalam hal krisis iklim serta diperlukan upaya kolektif untuk mengatasi dan menangani dengan menekankan pada prinsip Common But Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC). Saat ini terdapat berbagai kesempatan bagi kaum muda untuk berpartisipasi dalam konvensi internasional, meskipun ada tantangan yang mungkin terjadi seperti proses yang tertutup dan terbatasnya dukungan finansial, regulasi maupun logistik. Padahal, mengutip data Yale Program on Climate Change Communication, sebagian besar orang Indonesia merasa berkewajiban secara moral untuk melindungi lingkungan,” ujar Arief. 

Berdasarkan agenda, kata Arief, delegasi Republik Indonesia (RI) nantinya akan memberi perhatian lebih terhadap tiga krisis global. Ketiga krisis tersebut dikenal sebagai triple planetary crisis, yang terdiri dari perubahan iklim, polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiga persoalan tersebut menjadi tantangan global dan perlu kolaborasi dan kerjasama bilateral dan multilateral untuk mempertahankan masa depan Bumi yang tetap layak huni. 

Share on :

1 Comment


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter