Skip to content

Menuju Masa Depan Hijau, Rencana Aksi Sumatera Selatan untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

DSC09149

Author :

Authors

Palembang, 25 September 2023 – Untuk mencapai target ambisius dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Perjanjian Paris, Indonesia merilis dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) yang menyebutkan target pengurangan emisi sebesar 31,89% (dengan upaya sendiri) dan 43,2% (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030. Secara lebih detail, Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga mendukung target ini dengan menyatakan Indonesia bisa mencapai penurunan emisi GRK sebesar 27,3% pada 2024.

Sebagai provinsi pengguna dan pemakai batubara skala besar, hingga mampu mengekspor listrik ke provinsi di sekitarnya, Sumatera Selatan menjadi salah satu penyumbang GRK terbesar secara nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara peningkatan kapasitas berjudul Lokakarya (Workshop) Perhitungan Emisi GRK dan Budget Tagging bersama Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan pada 25 September 2023.

Dalam lokakarya yang dihadiri sekitar 25 perwakilan Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan tersebut, IESR menghadirkan dua narasumber yang berasal dari Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mewakili tim Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan bahwa IESR berkomitmen untuk mengadakan empat kali event lokakarya dalam rangka capacity building Bappeda Sumatera Selatan dalam menghadapi isu transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi di Sumatera Selatan. Dalam konteks daerah, kegiatan peningkatan kapasitas ini dibutuhkan karena Bappeda merupakan salah satu stakeholder penting dalam kegiatan transisi energi.

Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Hari Wibawa, mengingatkan pentingnya wawasan emisi GRK dan budget tagging bagi rekan-rekan Bappeda. Terlebih lagi, perekonomian Sumatera Selatan banyak ditunjang oleh industri pertambangan, dibuktikan dengan banyaknya kabupaten di Sumatera Selatan yang menggantungkan PDRB dari sektor pertambangan batubara.

Analis Kebijakan dari Badan Kebijakan Fiskal, M. Zainul Abidin menjelaskan pentingnya Penandaan Anggaran (Budget Tagging) dalam memantau dampak perubahan iklim di Indonesia. Aktivitas penandaan anggaran langsung terkoneksi dengan APBN, sehingga dapat mendukung agenda pembangunan dan kebijakan fiskal nasional. Zainul juga menyebutkan tiga fungsi APBN sebagai instrumen stimulus ekonomi, yakni sebagai shock absorber (fungsi stabilisasi), agen pembangunan  (fungsi alokasi), dan solusi kesejahteraan rakyat (fungsi distribusi).

“Hasil penandaan anggaran dimanfaatkan dalam sistem pemantauan pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution) dalam Sistem Registri Nasional (SRN) KLHK, dan diupayakan mampu mendukung sistem pemantauan pembangunan rendah karbon dalam sistem AKSARA Bappenas. Pemanfaatan budget tagging cukup banyak, misalnya dijadikan sebagai dasar untuk membentuk kerja sama dalam aksi perubahan iklim dan sebagai landasan bagi pemerintah daerah untuk memperoleh pembiayaan inovatif,” terang Zainul.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohmadi Ridlo menyatakan pentingnya menyusun strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi GRK di Provinsi Sumatera Selatan. Informasi mengenai GRK selanjutnya dapat digunakan dalam identifikasi strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, merumuskan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan, bahkan sebagai landasan dalam menyusun anggaran khusus untuk mengurangi GRK di level provinsi.

“Secara umum, ada lima sektor penghasil emisi GRK, yakni energi, limbah, IPPU (Industrial Process and Product Uses), agrikultur, dan FOLU (Forestry and Other Land Uses). Sektor energi masih menjadi sumber penghasil emisi GRK terbesar secara nasional dengan 453,2 Mton CO2. Untuk kasus Sumatera Selatan, salah satu contoh strategi penurunan emisi GRK di sektor energi adalah teknologi co-firing biomassa untuk menghasilkan listrik di PLTU batubara,” jelas Ridlo.

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter