Jakarta, 6 Juli 2022 – Komitmen global untuk mengurangi penggunaan energi fosil, serta ambisi iklim yang meningkat dari negara-negara pengguna batubara seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Afrika Selatan membuat permintaan batubara global turun secara signifikan.
Sebagai salah satu negara pengekspor batubara terbesar di dunia, Indonesia perlu mencermati hal ini. Batubara banyak berkontribusi pada penerimaan nasional bukan pajak (PNBP) secara nasional, bagi daerah-daerah penghasil batubara, peran komoditas batubara untuk pendapatan daerah dapat sangat besar.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mencoba melihat implikasi dari kebijakan penghapusan penggunaan batubara dan iklim global dan domestik terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bagi para pekerja di sektor tersebut melalui kajian “Mendefinisikan Pekerjaan Masa Depan: Implikasi penghapusan penggunaan batubara terhadap sektor ketenagakerjaan dan transformasi ekonomi di wilayah penghasil batubara Indonesia”.
Kajian ini juga bertujuan melihat peluang transformasi ekonomi di daerah yang bergantung pada batubara dan memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi pekerja. Julius Christian, penulis kajian ini menjelaskan bahwa data Kementerian ESDM menunjukkan pada tahun 2020 terdapat 167.380 pekerja pada sektor pertambangan batubara. Secara demografi, pekerja ini rata-rata berusia di bawah 40 tahun, sehingga akan masih berada pada usia produktif pada 10 tahun ke depan.
“Dari sisi tenaga kerja, karena kebanyakan berusia muda terdapat kesempatan untuk melakukan pelatihan untuk persiapan masuk ke industri lain,” kata Julius.
Menyiapkan transformasi ekonomi setelah era ekonomi batubara ini penuh tantangan namun harus tetap dilakukan. Hal ini untuk mengantisipasi permintaan batubara yang dapat turun lebih drastis. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan bahwa jika negara-negara di dunia memiliki aksi iklim yang lebih ambisius untuk mengejar target persetujuan Paris, akan ada penurunan permintaan batubara sebesar 20% pada 2030, 60% pada 2040, dan 90% pada 2050.
“Penurunan produksi ini juga harus diantisipasi sebab pasti akan berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja di sektor batubara,” Fabby mengingatkan.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI (Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia), juga menambahkan bahwa untuk menyasar pekerja-pekerja yang potensial terdampak, perlu melakukan pemetaan cadangan batubara berdasarkan perusahaan.
“Supaya proses transformasi ini efektif dan efisien, kita dapat melakukan pemetaan cadangan untuk tiap perusahaan sehingga terlihat umur operasinya seberapa panjang lagi. Untuk perusahaan-perusahaan kecil mungkin pada tahun 2030-2040 sudah habis masa operasinya jadi dapat didahulukan untuk pekerjanya mendapat pelatihan,” jelas Hendra yang hadir dalam diskusi kelompok terpumpun peluncuran kajian “Mendefinisikan Ulang Pekerjaan Masa Depan”.