Pemerintah Indonesia didesak agar segera merumuskan proses implementasi Sustainable Energy for All1 (SEfA), diantaranya konsultasi multi-pihak, dan membuat kajian cepat (rapid asessment)/analisa kesenjangan (gap analysis) yang dapat mendukung pembuatan rencana aksi untuk memastikan Indonesia dapat berkontribusi dalam pencapaian target SEfA.
Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menyampaikan bahwa Indonesia relatif pasif dan terlambat dalam melaksanakan tiga hal tersebut diatas sejak menyatakan dukungannya pada inisiatif ini pada bulan Juni 2012. Kajian cepat/analisa kesenjangan sangat penting untuk untuk mengetahui kebutuhan teknologi serta pendanaan yang diperlukan. Tanpa adanya hal tersebut dikuatirkan rencana aksi yang dihasilkan menjadi tidak terarah dan terpadu. Keterlambatan ini tidak hanya berdampak pada hasil yang dicapai, melainkan juga kehilangan kesempatan dukungan internasional.
Di tahun 2011, Sekjen PBB, Ban Ki Moon, meluncurkan inisiatif Sustainable Energy for All (SEfA). SEfA memiliki tiga target untuk dicapai pada tahun 2030: akses universal pada layanan energi modern, penggandaan laju konservasi energi secara global, serta menggandakan komposisi energi terbarukan dalam bauran energi global. Di tahun 2012, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM menyampaikan dukungannya untuk berperan serta mendukung pencapaian ketiga target tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara di yang dinilai memiliki dampak yang tinggi (high impact) dari keberhasilan mengimplementasikan SEfA. Indonesia merupakan salah satu negara yang rakyatnya miskin energi. Menurut IEA (2011), Indonesia memiliki 82 juta populasi tanpa akses listrik dan sekitar 124 juta orang yang bergantung pada biomassa padat tradisional (kayu bakar, arang) untuk memasak. Penggunaan biomassa padat ini menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru dan sakit gangguan pernafasan di Indonesia.
Ketiadaan akses dan kekurangan pasokan energi menyebabkan sebagian besar dari mereka tetap sukar keluar dari jerat kemiskinan. Dengan demikian implementasi SEFA di Indonesia dapat mempercepat masyarakat miskin energi ini dapat terpenuhi kebutuhan energinya dan dapat keluar dari jerat kemiskinan.
“Pelaksanaan inisiatif SEFA di Indonesia membantu pemerintah Indonesia untuk memiliki target-target yang terukur dalam mengentaskan kemiskinan energi dengan menyediakan akses energi yang cukup bagi masyarakat miskin, dan mewujudkan keadilan energi di Indonesia,” imbuh Fabby.
Henriette Imelda, spesialis Energi dan Perubahan Iklim dari IESR menyatakan untuk memastikan kemajuan yang terukur Pemerintah Indonesia juga harus membuat serangkaian indikator pencapaian yang dapat diakses dan dimonitor oleh seluruh pihak, sebagai alat memonitor implementasi rencana aksi untuk mencapai target akses universal atas layanan energi modern, energi terbarukan, serta implementasi efisiensi energi di Indonesia. Indikator ini dapat mendukung laporan kemajuan melalui Global Tracking Framework yang telah dirilis oleh SEfA bulan lalu.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menyiapkan pendanaan yang memadai untuk dapat memenuhi target akses energi, rasio energi terbarukan, serta efisiensi energi. Salah satu sumber pendanaan adalah dengan melakukan pengalihan subsidi BBM dan listrik yang tidak tepat sasaran untuk mendukung pendanaan energi perdesaan.
Kajian yang dilakukan oleh IESR (2012) mengenai sumbatan investasi efisiensi energi di Indonesia menyatakan bahwa subsidi harga energi memberikan sumbatan investasi menjadi tinggi. Kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar rata-rata 15% di tahun 2013 misalnya, dapat meningkatnya daya tarik investasi. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa sasaran yang ditetapkan melalui Kebijakan Energi Nasional agar elastisitas energi menjadi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025, untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi, dengan kebijakan konservasi dan efisiensi energi yang ada saat ini, tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan karena harga energi yang berlaku masih jauh di bawah harga keekonomiannya. Studi yang sama menyatakan bahwa harga energi mendominasi keputusan untuk melakukan proyek efisiensi energi dan konservasi energi.
Subsidi energi yang saat ini ada di Indonesia juga melemahkan daya saing layanan energi dari energi terbarukan, dimana harga produksi yang tinggi tidak didukung oleh insentif dari pemerintah yang sepadan. Dengan harga produk yang tinggi, tidak mungkin energi terbarukan mampu berkompetisi dengan bahan bakar fosil yang disubsidi.
Menurut IESR, keberhasilan untuk mencapai keadilan energi di Indonesia membutuhkan keberanian, konsistensi dan determinasi pemerintah untuk melakukan reformasi subsidi energi. Pemerintah harus berani mengurangi subsidi energi yang tidak tepat sasaran dan mengalokasikan dana tersebut untuk mempercepat pembangunan energi perdesaan, mengembangkan energi terbarukan dan mendorong investasi efisiensi energi.
Jakarta, 19 Juni 2013
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
- Henriette Imelda, HP: 081383326143 Email: imelda@iesr.or.id
- Fabby Tumiwa, HP: 0811949759 Email: fabby@iesr.or.id