REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memotong anggaran belanjanya sebesar Rp 900 miliar dikhawatirkan akan menganggu iklim investasi, khususnya untuk sektor energi baru terbarukan (EBT). Alasannya, pemangkasan terbesar akan dikenakan untuk proyek-proyek EBT seperti pemasangan panel surya di beberapa bandara, Program Indonesia Terang (PIT), dan sosilasiasi konservasi energi. Ia meminta Menteri ESDM untuk lebih memprioritaskan pengembangan EBT.
Pengamat kelistrikan sekaligus Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai pemotongan anggaran yang dilakukan pada proyek energi terbarukan dan konservasi energi menunjukan Menteri ESDM baru tidak berpihak dan abai pada pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. Dampaknya, langkah pemerintah ini justru bisa memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha dan investor. Padahal, ujarnya, pemerintah masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan sampai 23 persen pada 2025 dari angka saat ini yang hanya lima persen.
“Untuk mencapai target yang ambisius ini, diperlukan stimulus dana publik dan instrumen kebijakan lainnya untuk menarik investasi,” ujar Fabby, di Jakarta, Jumat (5/8).
Selain itu, ia juga menilai bahwa pemotongan anggaran sosialisasi PIT juga dipastikan dapat menghambat implementasi PIT dan menunda pelaksanaaannya. Sebelumnya, KESDM merancang empat tahap program PIT dimana tahap satu berupa persiapan program, termasuk sosialisasi ke Pemda dilaksanakan hingga akhir 2016.
“Tahap persiapan ini sangat krusial untuk mendapatkan dukungan Pemda di 6 propinsi dan kabupaten kota di Indonesia Timur, termasuk persiapan lokasi, sosialusasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di daerah yg bisa terlibat dalam program ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM berencana memangkas anggaran belanja sebesar Rp 900 miliar setelah adanya arahan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghemat seluruh postur anggaran kementerian. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekanan ekonomi dan beratnya penerimaan pajak saat ini.
Sumber: republika.co.id.