Pemerintah Alokasikan Rp 500 M untuk Proyek Efisiensi Energi

go_green-1Jakarta – Pemerintah menyiapkan alokasi dana bergulir untuk efisiensi energi hingga Rp 500 miliar. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014. Saat ini mekanisme pendanaan untuk proyek efisiensi energi segera dirampungkan oleh Kementerian Keuangan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM Mariche Hutapea mengatakan, dana bergulir ini untuk mempermudah siapa pun yang ingin melakukan penghematan energi tetapi terbentur masalah pendanaan. Sebab, investasi yang dibutuhkan untuk penghematan cukup besar namun perbankan belum melihat proyek penghematan sebagai hal yang prospektif.

“Kalau dana bergulir ini sudah berjalan dan bank melihat itu, kami berharap mereka juga membuat program serupa. Ini jadi semacam embrio atau contoh bagi perbankan. Efisiensi energi bisa jadi bisnis yang prospektif,” kata Mariche ditemui usai acara seminar nasional Konservasi Energi di Jakarta, Selasa (03/12).

Mariche menuturkan, faktor jaminan pinjaman yang menjadi kendala baik pihak yang ingin melakukan efisiensi energi maupun pihak perbankan yang belum melirik proyek efisiensi energi ini lantaran. Dia menyatakan, salah satu solusi masalah jaminan ini ialah dengan melibatkan perusahaan jasa energi (Energy Service Company/ESCO) agar mampu menyakinkan pihak perbankan.

Lebih lanjut Mariche menjelaskan, beberapa langkah penghematan energi yakni low cost, middle cost, dan high cost. Langkah lowcost lebih ditekankan pada perubahan perilaku, misalkan mematikan lampu apabila tidak dipergunakan, maupun mengatur temperatur suhu ruangan pada 25 derajat. Dia menyebut, langkah low cost ini mampu menghemat listrik sebesar 908 gigawatt pada 2012.

Untuk mendapatkan penghematan energi yang lebih besar tidak bisa hanya dengan mengubah perilaku. Langkah middle cost dan high cost harus dilakukan misalkan mengganti bohlam lampu dengan jenis LED. Dia menyebut PLN memiliki 48 juta pelanggan, apabila mereka menggunakan satu lampu LED maka bisa menghemat 1728 megawatt. “Satu LED harganya Rp 60.000, kalau satu bangunan ada 1000 bohlam maka investasinya cukup besar. Makanya kami siapkan dana bergulir itu,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, ada dua kendala dalam mengimplementasikan potensi penghematan energi di berbagai sektor industri, bangunan serta rumah tangga di tanah air.

Kendala pertama yakni terkait harga energi yang relatif terjangkau lantaran masih disubsidi oleh pemerintah. Kendala berikutnya ialah masalah akses terhadap pendanaan karena penggantian alat maupun barang memerlukan investasi. Menurutnya melibatkan ESCO merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah pendanaan. Skema ESCO yang dimaksud ialah investasi proyek penghematan energi akan ditanggung ESCO tapi pengembalian investasi itu dibayarkan tiap bulannya oleh perusahaan yang menggunakan jasa ESCO.

“Misalkan ESCO menawarkan kantor Anda dengan retrovit atau penggantian alat bisa menurunkan biaya energi hingga 10%. Pembayaran investasi ESCO dari penurunan biaya energi yang terjadi di kantor Anda. Tiap bulan Anda bayar itu saja sampai investasinya ESCO kembali,” jelasnya.

Namun Fabby menerangkan, skema seperti ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Berbeda dengan di Thailand yang program konservasi energi sudah menjadi bisnis menjanjikan. Pemerintah Thailand sudah memiliki kebijakan konservasi energi sejak pertengahan 1990-an. Di awal 2000, pemerintah mengeluarkan skema pendanaan dengan bunga rendah sekitar 3-4% untuk investasi efisiensi energi. Setelah lebih dari 10 tahun, skema pendanaan itu membuat bisnis ESCO semakin berkembang dan pihak perbankan dengan senang hati meminjamkan uang bagi proyek efisiensi.

Dia berharap dana bergulir yang disiapkan pemerintah akan berdampak positif seperti yang terjadi di Thailand. “Rp 500 miliar itu kalau dilaksanakan dengan baik bisa jadi preseden dan memobilisasi pendanaan lain misalkan dari perbankan. Bisa jadi katalis,” kata Fabby.

Penulis: Rangga Prakoso/NAD

Sumber: beritasatu.com.

Share on :