Indonesia diramal sulit untuk mencapai target transisi ke penggunaan energi terbarukan pada 2050 mendatang jika tidak segera merevolusi kebijakan terkait hal itu.
Direktur Eksekutif Institute for Essensial Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, regulasi mengenai pemanfaatan energi terbarukan yang tertuang pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 kurang mampu menciptakan iklim investasi energi terbarukan yang kondusif.
Pasalnya, kebijakan tersebut masih belum bisa menarik iklim investasi dan membuka pangsa pasar yang luas bagi para investor yang akan mengadakan proyek pengadaan energi terbarukan tersebut sehingga menimbulkan harga energi terbarukan yang masih cukup tinggi.
“Pemerintah harus mencari model-model atau instrumen-instrumen yang memang bisa mendorong membuka pasar energi terbarukan dengan cepat pada skala besar. Karena kunci dari harga yang rendah itu market yang besar,” terang Fabby di Jakarta, Jumat (24/11).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pemerintah Indonesia seharusnya bisa berkaca dari pengalaman beberapa negara lain, seperti Meksiko dalam hal pengelolaan Energi Listrik Terbarukan (ELBT) tersebut.
Fabby memparkan bahwa harga ELBT di negara itu sudah cukup rendah, yakni mencapai sekitar US$1,7 per kwh hingga US$2 per kwh.
Menurutnya, keberhasilan Meksiko dalam menurunkan harga ELBT di negara tersebut karena pemerintahnya mampu memfasilitasi para investor pengada ELBT tersebut melalui sistem yang dinamakan dengan reverse auction.
Ia menjelaskan, melalui reverse auction tersebut, Pemerintah Meksiko meringankan beban para investor dengan cara memberikan fasilitas pinjaman berupa tanah yang telah disediakan khusus untuk para investor pengada ELBT tersebut dengan suku bunga kredit pinjaman yang rendah.
“Nah itu yang dilakukan banyak negara, sehingga harga energi terbarukannya bisa turun dengan cepat. Saya melihat, terus terang pemerintah khususnya Kementerian ESDM tidak punya kreativitas untuk berpikir yang strategis,” tambahnya.
Jika hal tersebut dilakukan oleh pemerintahan Indonesia, maka ia memproyeksi harga ELBT akan berada di kisaran US$5 sen per kwh hingga US$6 sen per kwh.
“Itu cukup menurut saya, cukup baik untuk kasus di Indonesia. Tapi syaratnya lakukan reverse auction,” pungkasnya,