JAKARTA (IFT) – Pemerintah tengah mengkaji perubahan skema pendistribusian subsidi listrik berdasarkan kuota pemakaian listrik agar lebih tepat sasaran. Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menuturkan penetapan subsidi berdasarkan kuota pemakaian listrik akan menyederhanakan golongan tarif yang selama ini dipakai untuk mengatur pemberian subsidi.
Penyesuaian skema subsidi juga harus diikuti penyesuaian tarif dasar listrik karena biaya pokok penyediaan listrik berubah sesuai harga energi primer yang mengikuti mekanisme pasar. “Subsidi berdasarkan volume masih harus dikaji dan dikomunikasikan dulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Jarman.
Rudi Rubiandini, Wakil Menteri ESDM, mengatakan usulan pembatasan subsidi listrik misalnya untuk pemakaian di atas 70 kilowatt hour (kWh) merupakan wacana sejak lama. Namun, hal itu belum diputuskan dan masih terus dikaji.
“Itu ide dari teman-teman di Kementerian Perindustrian, tapi belum diputuskan. Keputusannya seperti apa harus duduk bersama dan dievaluasi terlebih dahulu,” ujarnya.
Meski demikian, Rudi berpendapat konsumsi listrik masyarakat jangan dibatasi secara volume, terlebih karena masyarakat Indonesia belum lama menikmati listrik. Ia menilai sudah menjadi tugas negara untuk mencukupi kebutuhan listrik nasional.
Rudi mengaku, guna mencukupi kebutuhan listrik masyarakat, pemerintah jangan terlalu dibebani dengan subsidi agar pemerintah memiliki kemampuan membangun infrastruktur. Untuk itu, menurut dia, langkah terbaik yang bisa diambil adalah mengatur agar harga energi maupun listrik tidak murah. Namun, bukan berarti harga jual listrik akan sama dengan harga pasar atau keekonomian. “Tetapi ditetapkan agar lebih rendah dari harga keekonomian,” tegasnya.
Nur Pamudji, Direktur Utama PT PLN (Persero) menyambut baik usulan tersebut. Menurut dia, ana subsidi yang masih dinikmati golongan pelanggan mampu dapat digunakan oleh PLN untuk menyediakan listrik bagi masyarakat di daerah yang rasio elektrifikasinya masih rendah.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services, mengatakan penerapan subsidi listik berdasarkan kuota lebih tepat dilakukan karena golongan pelanggan rumah tangga 450 volt ampere (VA) dan 900 VA yang tidak dikenai kenaikan tarif dasar listrik 15% tahun depan, dinilai masih mampu untuk menanggung kenaikan tarif tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pemerintah memberikan subsidi ke pelanggan rumah tangga 450 VA sebesar Rp 80.070 per bulan, Rp 95.730 untuk pelanggan rumah tangga 900 VA, Rp 109.061 untuk pelanggan rumah tangga 1300 VA, dan Rp 197 ribu untuk pelanggan rumah tangga 2.200 VA. Gambaran ini, kata dia, mencerminkan besaran subsidi yang tidak rasional.
Fabby menambahkan rata-rata pelanggan 450 VA membayar tagihan Rp 30 ribu – Rp 35 ribu per bulan sedangkan pelanggan 900 VA rata-rata membayar tagihan Rp 50 ribu – Rp 60 ribu per bulan. Kenaikan rata-rata 15% hanya hanya menambah biaya tagihan Rp 5 ribu – 7 ribu per bulan untuk pelanggan 450 VA dan Rp 7 ribu – Rp 10 ribu per bulan sehingga tidak akan memberatkan kedua golongan pelanggan itu.
“Penerima subsidi seharusnya masyarakat di daerah seperti di Nusa Tenggara Timur yang pemakaian listriknya di bawah 450 VA dengan dua atau tiga buah lampu yang tidak lebih dari 100 VA,” kata Fabby.
Fabby mengusulkan agar pelanggan miskin atau tidak mampu tidak dikenai tarif untuk pemakaian 30 kWh pertama, lalu sampai pemakaian 60 kWh disubsidi.(*)