JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meragukan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan energi. Ia berpendapat rencana yang dikabarkan akan diumumkan secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (28/5/2012) hanya sekadar imbauan saja.
“Saya rasa imbauan Presiden akan sekadar imbauan saja. Sangat sukar mengukur hasil atau dampaknya,” sebut Fabby ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (25/5/2012).
Ia menjelaskan, tren konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi cenderung melebihi apa yang dipatok oleh Pemerintah dalam APBN. Diperkirakan, kata dia, konsumsi BBM tahun ini bisa lewat 10-15 persen dari kuota 40 juta kiloliter. Kelebihan konsumsi ini berdampak pada anggaran negara. “Ini kan ada implikasi finansialnya,” sambung dia.
Dikatakannya, over kuota konsumsi BBM bersubsidi bisa ditekan dengan cara penghematan energi. Namun terhadap upaya penghematan ini, ia menekankan agar Pemerintah tidak sekedar mengimbau saja. “Saran saya Presiden mengeluarkan himbauan dengan target-target yang jelas,” tegas Fabby.
Presiden, menurut dia, harus dengan tegas mengintruksikan agar kementerian/lembaga menjadi pionir dalam melakukan penghematan energi. Harus ada penghargaan dan hukuman yang diterapkan Pemerintah. “Karena pada dasarnya sifat dasar manusia bereaksi terhadap insentif dan disinsentif,” katanya.
Salah satu bentuk disinsentif yang bisa dilakukan Pemerintah adalah tidak disediakannya energi dengan harga murah. Ketika masih ada energi yang murah maka imbauan Pemerintah pun kemungkinan tidak dihiraukan masyarakat. “Imbauan ditindaklanjuti dengan kebijakan yang tepat. Kebijakan yang bisa memberikan disinsentif bagi pelaku yang boros energi,” pungkas Fabby.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik berharap pengumuman tetap dilaksanakan pada bulai Mei agar rencana pelaksanaan kebijakan pengematan energi tetap berjalan 1 Juni sesuai rencana.
Jero menyebutkan ada lima kebijakan penghematan energi yang akan digulirkan pemerintah. Pertama, seluruh kendaraan operasional Pemerintah dan BUMN harus menggunakan BBM non subsidi. Kedua, usaha perkebunan dan pertambangan dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Ketiga, mempercepat program konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG), yang akan dimulai di Pulau Jawa.
Keempat, melarang PLN membangun pembangkit listrik baru berbasis BBM, dan menggantikan yang ada dengan non BBM. Dan, kelima, kampanye dan gerakan hemat energi secara masif, dimulai dari gedung-gedung dan rumah dinas pemerintah.
Sumber: Kompas.com.