Surabaya, 4 Februari 2025 – Sektor industri di Jawa Timur terus berkembang dengan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Nasional mencapai 14,37 persen, dengan sektor industri pengolahan tumbuh 5,49 persen pada Triwulan III 2024, melampaui pertumbuhan nasional yang tercatat sebesar 5,23 persen. Namun, di tengah pertumbuhan ini, muncul tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan industri dan kelestarian lingkungan.
Arif Khamzah, Kepala Bidang Pemberdayaan Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur menyatakan, meskipun Industri Kecil Menengah (IKM) memiliki peran besar dalam perekonomian daerah, tantangan yang dihadapi cukup kompleks. Keterbatasan teknologi, kesulitan pembiayaan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya standardisasi produk, serta keterbatasan akses pasar masih menjadi kendala utama yang menghambat daya saing industri kecil.
“Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah menerapkan beberapa strategi utama, seperti pengembangan industri dan perdagangan, peningkatan standardisasi, adopsi teknologi baru, penguatan ekspor dan promosi, perlindungan konsumen, serta stabilisasi pasar. Langkah-langkah ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing IKM agar lebih kompetitif di pasar nasional maupun global,” ujar Arif dalam Forum Peningkatan Daya Saing Produk Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Selasa (4/2/2025).
Budi Setiawan, Direktur Industri Kecil Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Kementerian Perindustrian menegaskan, salah satu strategi utama dalam meningkatkan daya saing IKM adalah melalui program kemitraan dengan industri besar, BUMN, pemerintah daerah, dan sektor ekonomi lainnya. Program ini bertujuan untuk membuka akses pasar, meningkatkan kualitas produksi, serta memperkuat rantai pasok industri dalam negeri.
“Dalam skema ini, IKM akan didampingi dalam pengembangan produk, sertifikasi mutu, serta peningkatan keterampilan produksi agar memenuhi standar industri yang lebih tinggi. Kemitraan ini juga diperluas dengan pembentukan sentra IKM dalam kawasan industri, di mana para pelaku usaha dapat saling mendukung melalui penyediaan bahan baku, pemanfaatan limbah produksi, serta penyediaan barang pendukung industri. Langkah ini diyakini dapat menciptakan ekosistem bisnis yang lebih efisien dan berkelanjutan,” kata Budi.
Bambang Riznanto, Kepala Pusat Perumusan, Penerapan, dan Pemberlakuan Standarisasi Industri, Kementerian Perindustrian, menambahkan bahwa standardisasi industri menjadi elemen penting dalam meningkatkan daya saing produk IKM dan UMKM. Dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar internasional lainnya, produk yang dihasilkan oleh IKM akan lebih berkualitas, aman, dan memiliki peluang lebih besar untuk menembus pasar global.
“Sertifikasi mutu ini mencakup audit proses produksi, pengujian kualitas produk, serta penerapan sistem manajemen mutu. Selain itu, kerja sama antara pelaku industri melalui maklun dan merek juga dapat memperkuat ekosistem industri. Maklun memungkinkan pelaku usaha memproduksi barang dengan menggunakan merek pihak lain, sementara kerja sama merek menghubungkan produsen dengan pemegang merek untuk memperluas jangkauan pasar,” ujar Bambang.
Sementara itu, dalam menghadapi tantangan lingkungan, Faricha Hidayati, Koordinator Dekarbonisasi Industri dari Institute for Essential Services Reform (IESR), menekankan bahwa dekarbonisasi menjadi langkah strategis dalam mendorong pertumbuhan industri yang berkelanjutan. IKM memiliki kontribusi besar dalam perekonomian, tetapi di sisi lain juga menyumbang dampak lingkungan yang signifikan, terutama dalam hal penggunaan energi dan pengelolaan limbah.
“Dengan meningkatnya permintaan global terhadap produk berkelanjutan, IKM yang menerapkan standar rendah karbon akan lebih mudah menembus pasar internasional. Selain memberikan manfaat bagi lingkungan, transformasi ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha kecil dan menengah,” ujar Faricha.
Untuk itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor guna mendukung IKM dalam menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan. Faricha menegaskan, pemanfaatan energi terbarukan, efisiensi energi, optimalisasi rantai pasok, serta dukungan regulasi dan pendanaan hijau menjadi kunci utama dalam transisi menuju industri rendah karbon.