JAKARTA (IFT)- Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui permintaan pemerintah menambah kuota bahan bakar (BBM) subsidi 1,23 juta kilo liter (kl), terdiri atas premium 500 ribu kl dan solar 730 ribu kl. Namun, persetujuan mendapat catatan keras DPR yang meminta pemerintah melakukan audit terhadap pengadaan dan penyaluran BBM bersubsidi 2012.
DPR juga meminta pemerintah meningkatkan pengawasan pendistribusian BBM subsidi dan menerapkan sistem monitoring dan pengendalian BBM subsidi secara online sampai dapat diakses secara realtime. Effendy Simbolon, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan lewatnya kuota BBM subsidi bukan hanya karena pertumbuhan kendaraan bermotor tapi juga tingginya penyalahgunaan dan penyelundupan.
Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), menjelaskan Pertamina telah melakukan uji coba penggunaan sistem monitoring dan pengawasan (SMP) pada 108 SPBU di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kedua provinsi dipilih karena penyelewengan BBM subsidi oleh kendaraan tambang dan perkebunan cukup tinggi.
Menurut dia, pengawasan dan pengendalian BBM subsidi secara fisik sulit dilakukan di semua SPBU sehingga penggunaan sistem SMP menjadi pilihan terbaik. “Minimal satu juta kl BBM subsidi atau setara Rp 1,7 triliun bisa diselamatkan dengan penggunaan sistem ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan, biaya menerapkan sistem monitoring dan pengendalian berbasis teknologi ini sekitar Rp 20 per liter atau Rp 800 miliar. Rencananya sistem itu mulai dipakai di seluruh SPBU milik Pertamina. Tender atas pengadaan sistem telah dilakukan dan pemenang tender akan diumumkan Januari 2013.
Karen Agustiawan, Direktur Utama Pertamina, mengatakan perseroan meminta dana tersebut disediakan pemerintah. Jika tidak memungkinkan, Pertamina akan menggunakan kas internal meski harus menambah piutang ke pemerintah. “Pertamina setuju menggunakan dana internal tapi dengan syarat pemegang saham menyetujuinya dan siap mengurangi dividen,” tegas dia.
Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah akan mengkaji opsi pendanaan atas penerapan sistem monitoring dan pengendalian BBM subsidi di seluruh SPBU Pertamina. Tapi, hasilnya tergantung keputusan Kementerian Keuangan.
Dia juga menyatakan, dari mana dana subsidi atas tambahan kuota BBM subsidi yang disetujui DPR bukan lagi urusan Kementerian ESDM tapi tugas dan tanggung jawab Kementerian Keuangan.
Harga Harus Naik
Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menilai kuota BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah tiap tahun selalu terlampaui. Menurutnya, pengawasan distribusi BBM berbasis informasi dan teknologi maupun bentuk lainnya tidak akan efektif selama akar masalah tidak diselesaikan serius oleh pemerintah. “Akar masalahnya disparitas harga subsidi dan non-subsidi dan solusi jangka pendek menaikkan harga,” jelas dia.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai pemerintah sebaiknya menaikkan harga BBM subsidi karena selain beban terus meningkat, tidak ada hal produktif yang berjalan seperti pembangunan infrastruktur. “Harga BBM subsidi harus naik dan waktu yang tepat Maret-April tahun depan, tidak bersamaan dengan kenaikan tarif listrik pada awal Januari 2013,” ungkapnya.
Kenaikan harga pada Maret-April karena inflasi saat itu masih rendah, sehingga efeknya tidak terlalu besar. Bila “Saya rasa kenaikan harga BBM subsidi Rp 1.500 per liter, meski dilakukan pada tahun yang sama dengan kenaikan tarif listrik, masih bisa ditanggung masyarakat. Di sisi lain pemerintah harus merencanakan penghitungan dan antisipasi dampak inflasinya,” tuturnya.
Juda Agung, Direktur Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), menghitung kenaikan harga BBM subsidi tahun depan Rp 1.500 per liter, inflasi diperkirakan meningkat 2,43% dari asumsi inflasi tahun depan 4,9%.
Kenaikan harga BBM subsidi Rp 1.500 per liter ditambah kenaikan tarif listrik akan menimbulkan peningkatan inflasi cukup besar dan berpotensi menimbulkan gangguan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
BI sependapat subsidi BBM harus dikurangi karena tidak sehat bagi perekonomian. Namun, pengurangan harus memperhitungkan dampak pada pertumbuhan ekonomi terutama di tengah krisis ekonomi global. “Kalau harga BBM naik, idealnya sekitar Rp 500 per liter karena hanya menambah inflasi 0,8%,” tuturnya.
Rudi Rubiandini, Wakil Menteri ESDM,mengaku bila tahun depan harga BBM subsidi tidak naik, kenaikan harga kemungkinan akan dilakukan tahun keempat masa jabatan Presiden baru setelah 2014. Setidaknya hampir Rp 1.000 triliun dalam tiga tahun mendatang, dana belanja negara dihabiskan untuk subsidi BBM bukan untuk infrastruktur. (*)
BY IGNASIUS LAYA & WILDA ASMARINI
Sumber : Indonesia Finance Today