Skip to content

Siaran Pers: Perlu Revisi Aturan Sektor ESDM untuk Perbaikan Iklim Investasi Energi Terbarukan di Indonesia

cover

Author :

Authors

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut positif penataan regulasi di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pencabutan 32 aturan di sektor ESDM yang disampaikan oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan hari ini (5/2) di Jakarta.

 

“Meski demikian, pencabutan 32 aturan ini tidak cukup memadai untuk mendorong investasi karena yang diperlukan justru revisi atau pencabutan peraturan-peraturan yang dihasilkan dalam 1,5 tahun terakhir,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.

 

Menurut Menteri ESDM, penataan ini merupakan respon atas arahan Presiden untuk mengurangi perizinan dan mengurangi peraturan, sebuah langkah yang dipandang perlu sebagai upaya untuk mendorong kegiatan usaha dan investasi.

 

Penelusuran yang dilakukan IESR terhadap pencabutan aturan di bidang EBTKE menunjukkan pencabutan berbagai peraturan ini sesungguhnya tidak berkaitan dengan penyederhanakan proses bisnis, memberi kepastian investasi, atau kepastian yang lebih baik bagi pelaku usaha. Pencabutan berbagai peraturan ini pada dasarnya terjadi karena peraturan-peraturan tersebut secara default tidak akan dapat dijalankan karena lahirnya aturan-aturan baru yang disusun oleh Menteri Jonan

 

Misalnya pencabutan Permen ESDM No. 19/2015, Permen ESDM No. 19/2016, Permen ESDM No. 18/2012, dan Permen ESDM No. 21/2016 merupakan konsekwensi logis setelah Menteri ESDM mengeluarkan Permen ESDM No. 12/2017 dan No. 50/2017. Kedua Permen tersebut mencabut insentif feed-in tariff untuk energi terbarukan yang digantikan dengan kebijakan harga energi terbarukan dengan referensi BPP PLN. Peraturan baru ini membatalkan beleid yang ada di peraturan-peraturan sebelumnya.

 

Pencabutan Permen ESDM No. 13/2012 mengenai Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik, pada dasarnya dilakukan karena upaya penghematan pemakaian listrik yang dimandatkan dalam peraturan tersebut praktis tidak terjadi selama masa kepemimpinan Menteri Jonan. Di tengah-tengah upaya PLN menaikkan penjualan listrik untuk mengatasi rendahnya pertumbuhan permintaan, pencabutan Permen ini juga dipandang sebagai upaya mendorong konsumsi listrik di gedung pemerintah dan BUMN.

 

IESR menilai pencabutan aturan-aturan di bidang Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) harus dibarengi dengan evaluasi yang terbuka atas berbagai peraturan yg dibuat oleh Menteri ESDM dalam kurun waktu 1,5 tahun terakhir. Menteri ESDM dinilai rajin mengeluarkan peraturan yang tidak didahului dengan kajian legal dan teknis-ekonomis yang memadai.

 

Dalam hal pengembangan energi terbarukan, Permen ESDM No. 50/2017 menjadi penghambat pengembangan pembangkit energi terbarukan dan menyebabkan proyek energi terbarukan tidak bankable karena ketentuan harga beli dengan referensi BPP dan adanya ketentuan BOOT.

 

Demikian juga kehadiran Permen ESDM No. 1/2017 akibat ketidakjelasan dalam klasifikasi jenis pembangkit paralel justru menjadi penghambat pengembangan surya atap/solar rooftop. Padahal menurut IRENA (2017), potensi instalasi teknologi listrik surya mencapai 3,1 GW per tahun, di mana sekitar 1 GW merupakan potensi dari solar rooftop dan 2 GW untuk PLTS (ground mounted solar).

 

“Untuk memenuhi arahan Presiden perihal investasi dan kemudahan usaha untuk menstimulus pengembangan energi terbarukan, Menteri ESDM justru perlu merevisi atau mencabut berbagai aturan yang dibuat selama tahun 2017 alih-alih mengurangi peraturan yang tidak relevan. Berbagai peraturan yang dibuat selama tahun 2017 justru menghambat investasi energi terbarukan,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.

 

“Lambatnya realisasi investasi dari 68 kontrak (PPA) pembangkit energi terbarukan yang telah ditandatangani dengan PLN tahun lalu menunjukan bahwa pihak pengembang kesulitan mencapai financial closing dan mendapatkan dukungan pembiayaan dari perbankan,” tambahnya.

 

Dalam hal pengembangan energi terbarukan, pemerintah juga diminta untuk mendukung usulan pembentukan RUU Energi Terbarukan di DPR. RUU ini merupakan salah satu cara untuk memberikan kepastian regulasi bagi pengembangan energi terbarukan dalam jangka panjang, untuk memenuhi target bauran energi terbarukan sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Umum  Energi Nasional (RUEN)

 

Jakarta, 5 Februari  2018

 

Kontak media:
Yesi Maryam |yesi@iesr.or.id | Mobile: 081212470477

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter