Saat ini sejumlah negara bahkan perusahaan besar telah berkomitmen untuk menjadi netral karbon (net-zero emission) pada tahun 2050. turunnya biaya pemasangan PLTS dan PLTB, dua sektor yang diramalkan akan menjadi andalan untuk dekarbonisasi, membuka kesempatan terealisasinya komitmen tersebut. Selain dua sektor andalan ini, elektrifikasi sistem transportasi dan peluang penggunaan hidrogen juga mulai dilirik sejumlah negara.
Dalam gelaran Berlin Energy Transition Dialogue 2021 hari pertama yang dilaksanakan secara daring tanggal (18/3), sejumlah organisasi think-tank internasional memberikan pandangan dan pendapat mereka pada upaya dekarbonisasi menuju net-zero emission 2050 dan secara khusus tentang strategi pengembangan hidrogen hijau. Dibanding sumber energi terbarukan lain seperti surya dan angin, hidrogen lebih akhir dikembangkan. Mewakili Indonesia dalam forum tersebut, direktur eksekutif IESR (Institute for Essential Services Reform), Fabby Tumiwa menjelaskan status perkembangan dekarbonisasi Indonesia dan peran hidrogen di dalamnya.
“Indonesia masih belum memiliki strategi jangka panjang untuk menuju net-zero pada tahun 2050. Bahkan pada 2050 diproyeksikan energi fosil masih akan mendominasi bauran energi nasional sebesar 70%. Strategi pemenuhan energi Indonesia saat ini masih belum mengadopsi pendekatan transisi energi,” jelas Fabby.
Fabby juga menambahkan bahwa untuk pengembangan hidrogen hijau di Indonesia masih sangat jauh karena pembuat kebijakan energi masih belum familiar dengan teknologi baru ini.
Tantangan dalam penggunaan hidrogen secara luas di Indonesia, ialah dalam mengembangkan teknologi penyimpanan atau baterai yang signifikan. IESR telah melakukan kajian bahwa pada skenario dekarbonisasi optimal dimana hidrogen mendapat porsi yang lebih banyak dalam sistem energi Indonesia, kenaikan kebutuhan penyimpan daya akan naik secara signifikan yang berarti infrastruktur pendukungnya juga harus disiapkan. Kajian lengkap dari studi ini akan segera diluncurkan oleh IESR.
Menghadapi era transisi energi ini pemerintah Indonesia sebagai pembuat kebijakan harus memahami peran hidrogen hijau dalam proses dekarbonisasi. Lebih lanjut, strategi yang terintegrasi perlu dibuat dan dilaksanakan untuk pengembangan hidrogen hijau baik dari sisi riset dan pengembangan maupun dalam kebijakan pendukung.
Secara global, hidrogen ditargetkan untuk masuk dalam beberapa sektor yaitu industri, kelistrikan, transportasi, bangunan, dan ekspor. Kestabilan daya hidrogen selama masa penyimpanan dapat menjadi solusi elektrifikasi daerah terpencil.
Dalam diskusi hadir pula Pil Seok Kwon, direktur Green Energy Strategy Institute Korea Selatan, Yuko Nishida Senior Manager Renewable Energy Institute Jepang, dan Bruce Raw Chief Strategy Officer Green Cape, Afrika Selatan. Masing-masing menyampaikan status pengembangan hidrogen di negaranya dan menyampaikan masukan untuk pengembangan hidrogen ke depan. Semua pihak ini sepakat bahwa diperlukan suatu strategi khusus secara internasional untuk pengembangan hidrogen.
Simak kembali siaran tundanya di: