JAKARTA (IFT) – PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, mengalokasikan dana Rpp 29,42 triliun untuk pembelian listrik dari kontraktor listrik swasta (independent power producer) dan penyewaan pembangkit pada tahun depan, atau naik sekitar 5,5% dibandingkan alokasi tahun ini Rp 27,86 triliun. Murtaqi Syamsuddin, Direktur Perencanaan dan Manajemen Risiko PLN, menjelaskan kenaikan itu seiring dengan potensi kenaikan volume penjualan listrik PLN di 2012.
PLN menargetkan penjualan listrik tahun depan 173,8 triliun watt hour, naik 10,4% dari proyeksi tahun ini 157,4 triliun watt hour. Selain menutupi pertumbuhan konsumsi listrik, kenaikan pembelian listrik dari pihak swasta juga akan digunakan sebagai pasokan cadangan jika ada gangguan di pembangkit PLN.
“Kenaikan tersebut juga disebabkan mulai beroperasinya sejumlah pembangkit listrik swasta, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon, Jawa Barat dan PLTU Jeneponto di Sulawesi Selatan tahun depan,” kata Murtaqi kepada IFT.
Perseroan memproyeksikan tambahan kapasitas pembangkit tahun depan sebesar 7.604,5 megawatt. Dengan tambahan kapasitas pembangkit, perseroan berencana menyambungkan listrik ke 2,5 juta rumah tangga yang belum menikmati listrik, sehingga rasio elektrifikasi akan meningkat dari 70,4% tahun ini menjadi 73,6% pada 2012.
PLN mengalokasikan biaya investasi tahun depan sebesar Rp 57,7 triliun atau lebih rendah 25,4% dari proyeksi investasi tahun ini sebesar Rp 77,39 triliun. Penurunan biaya investasi tersebut seiring dengan berkurangnya kebutuhan dana untuk proyek 10 ribu megawatt tahap I. Dana tersebut akan digunakan untuk menambah kapasitas pembangkit sebesar Rp 28,6 triliun, transmisi dan gardu induk Rp 18,5 triliun, dan distribusi Rp 10,6 juta triliun.
Hingga kuartal III, PLN menghabiskan dana untuk pembelian listrik sebesar Rp 21,83 triliun, naik 19,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 18,32 triliun. Sejumlah perusahaan listrik swasta yang menjual listrik ke PLN adalah PT Paiton Energy yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp 5,27 triliun, PT Jawa Power yang meraih penerimaan Rp 4,84 triliun, dan PT Sumber Segara Primadaya Rp 1,99 triliun. Pendapatan Sumber Segara tercatat turun 3,5% menjadi Rp 1,99 triliun pada periode Januari-September 2011 dari Rp 2,06 triliun sepanjang periode yang sama tahun lalu.
Susanto Purnomo, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali, anak usaha PLN, menjelaskan turunnya penjualan listrik Sumber Segara karena berkurangnya pembebanan listrik dari sistem Jawa Bali. “Turunnya pembebanan tersebut karena mulai beroperasinya sejumlah pembangkit di proyek 10 ribu megawatt tahap I,” ujarnya.
Saat ini Sumber Segara mengelola PLTU Cilacap 2 x 300 megawatt di Jawa Tengah. Di perusahaan ini, Pembangkitan Jawa Bali memiliki saham 49% dan sisanya dimiliki PT Sumber Energi Sakti Prima 51%.
Baru 25%
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Indonesia, menjelaskan saat ini peranan pembangkit listrik swasta mencapai 25% dari total volume penjualan listrik PLN. Hal ini menunjukkan kontraktor listrik swasta memiliki peranan yang cukup penting dalam menjamin pasokan listrik PLN.
Meskipun peranan swasta dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional penting, menurut Fabby, yang perlu dikritisi adalah mahalnya rata-rata harga jual listrik swasta ke PLN. Dia mencontohkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara saat ini rata-rata harga jualnya hampir Rp 700 per kilowatt hour. Harga itu lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya pokok produksi listrik berbahan bakar batu bara di pembangkit yang dikelola PLN, yakni di bawah Rp 400 per kilowatt hour.
“Harga jual listrik swasta itu sama dengan tarif dasar listrik PLN ke pelanggannya. Padahal, harga itu masih di upstream, belum didistribusikan melalui jaringan. Ke depan, PLN harus berusaha agar tidak membeli listrik terlalu mahal dari pembangkit swasta,” katanya.
Fabby berpendapat tingginya kontribusi pembangkit listrik swasta dalam pemenuhan pasokan listrik di suatu daerah, juga dapat membuat meningkatkan posisi tawar perusahaan swasta tersebut sehingga kontraktor swasta itu dikhawatirkan dapat mendikte harga.
“Di beberapa sistem ada kontraktor swasta yang kontribusinya mencapai 40% sehingga posisi tawar mereka besar. Kalau PLN tidak mau mengikuti harga yang mereka inginkan, swasta bisa saja mematikan pembangkitnya dan akhirnya terjadi pemadaman di mana-mana,” ujarnya.
Para kontraktor listrik swasta itu tidak memiliki kewajiban untuk menyiapkan cadangan pasokan listrik ketika pembangkit mereka mengalami gangguan. Sementara PLN, menurut Fabby, harus mengalokasikan dana untuk menyiapkan cadangan pasokan listrik.
Rinaldy Dalimi, Anggota Dewan Energi Nasional, mengatakan peranan kontraktor listrik swasta harus ditingkatkan karena kebutuhan investasi di sektor kelistrikan sangat besar. “Dana pemerintah tidak cukup sehingga diharapkan swasta dapat meningkatkan peranannya,” katanya.
Sumber: IFT.