JAKARTA — Manajemen PT PLN (Persero) mengaku masih kesulitan mendapatkan pasokan gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit. Penggunaan batu bara terus digenjot hingga 44 persen dari total kebutuhan energi.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan beberapa pembangkit PLN sampai kini belum mendapatkan pasokan gas.
Misalnya, Pembangkit Belawan Medan membutuhkan pasokan 100 juta kaki kubik per hari, Semarang 150 juta kaki kubik per hari, Muara Karang dan Priok 200 juta kaki kubik per hari, Muara Tawar 40 juta kaki kubik per hari, serta Gresik 100 juta kaki kubik per hari.
Adapun pembangkit PLN lain di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan membutuhkan tambahan gas sekitar 200 juta kaki kubik per hari. Untuk menambah pasokan gas itu, PLN tengah bernegosiasi untuk mendapatkan pasokan gas dari Lapangan Tangguh, Papua, sebanyak 1 juta metrik ton per tahun.
Menurut Pamudji, pihaknya terus menggenjot penggunaan batu bara hingga porsinya mencapai 44 persen. Jumlah ini mayoritas dari total sumber energi listrik. “Di akhir dasawarsa ini menjadi 65 persen karena total konsumsi listrik juga naik,” ujarnya kemarin.
Sumber energi listrik lainnya adalah bahan bakar minyak sebanyak 23 persen, gas 21 persen, air 7 persen, dan panas bumi serta energi baru lainnya 5 persen.
Pembauran energi listrik ini juga dipicu oleh kenaikan biaya produksi yang mendorong peningkatan subsidi listrik dari tahun ke tahun. Saat ini pemerintah sedang membujuk Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengabulkan permintaan kenaikan tarif listrik sebesar 10 persen.
Pemerintah menghitung subsidi Rp 45 triliun saat ini tidak akan cukup untuk menekan biaya produksi listrik. Apabila kenaikan tidak disetujui, diperkirakan terdapat pembengkakan subsidi Rp 8,9 triliun dari alokasi anggaran.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menyatakan biaya produksi listrik saat ini sangat tinggi. Akibatnya, subsidi energi dari tahun ke tahun selalu meningkat.
Subsidi energi tahun lalu, yang mencapai Rp 250 triliun, melenceng jauh dari target pemerintah yang sebesar Rp 140 triliun. Subsidi tersebut di antaranya dihabiskan untuk listrik Rp 90 triliun dan sisanya untuk bahan bakar minyak Rp 160 triliun.
Agar nilai subsidi berkurang, ia menilai perlu ada kenaikan harga. “Apa ada jalan lain menurunkan subsidi listrik tanpa menaikkan harga?” ujarnya. Biaya produksi listrik kini yang mencapai Rp 1.100 per kWh melampaui harga jualnya sekitar Rp 700 per kWh.
Selain menaikkan tarif dasar listrik, pemerintah meminta PLN melakukan efisiensi dan menekan biaya produksi dengan mencari energi yang lebih murah. “Ke depan PLN harus membangkitkan energi lebih murah.”
Jika menggunakan minyak, biaya produksi listrik berkisar US$ 36-40 sen per kWh. Biaya ini lebih tinggi dibanding menggunakan panas bumi sekitar US$ 6 sen per kWh. Adapun bila menggunakan tenaga batu bara dan gas, biaya produksinya mencapai US$ 6,4 sen per kWh dan US$ 6-7 sen per kWh.
Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform menyarankan agar PLN memperbanyak pasokan gasnya dalam bauran energi bahan bakar mereka. “Gas itu kuncinya untuk menurunkan subsidi bahan bakar karena lebih cepat,” ujarnya kemarin. l GUSTIDHA BUDIARTIE | RR ARIYANI
sumber: http://koran.tempo.co.