IESR-Publikasi-Cover-small

Civil Society Workshop : Catalyzing Indonesian Civil Society Action to Deliver Sustainable Energy for All

Banner1

Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan HIVOS, pada tanggal 4 Desember yang lalu mengadakan sebuah dialog kebijakan mengenai Sustainable Energy for All, yang diikuti oleh berbagai macam CSO di Indonesia. Tujuan dari dialog kebijakan ini adalah untuk memperkenalkan SEFA kepada CSO di Indonesia, komponen-komponen yang tercantum di dalamnya, serta mengetahui apa strategi dari Indonesia, sebagai salah satu dari 52 negara di dunia ini yang menyatakan akan mendukung inisiatif SEFA. SEFA diluncurkan pada bulan September 2011 oleh Ban Ki Moon, yang kemudian menyatakan bahwa tahun 2012 adalah tahun Sustainable Energy for All. Inisiatif ini kemudian resmi diluncurkan pada bulan April 2012, dan kembali digaungkan di Rio+20 pada bulan Juni yang lalu.

Adapun SEFA merupakan inisiatif yang bermaksud untuk mengentaskan kemiskinan energi di tahun 2030, dengan melakukan 3 upaya: mengupayakan akses universal pada energi modern, menggandakan upaya efisiensi energi global, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan hingga 50% dalam bauran energi global. Pertemuan CSO ini juga dilandaskan dari pihak-pihak yang diputuskan untuk terlibat dalam penerapan SEFA, dimana CSO menjadi pilar ketiga disamping pihak pemerintah dan bisnis.

Pertemuan ini terdiri dari 2 sesi, dan dihadiri oleh sejumlah CSO dari berbagai propinsi di Indonesia. Narasumber untuk sesi pertama dari dialog kebijakan ini adalah Bapak Ir. Jarman, dari Direktorat Jenderal Kelistrikan, Bapak Antonaria dari Bappenas, serta Eco Watser dari HIVOS.

Ir.-Jarman---DJK
Ir. Jarman (DJK)

Pemaparan Bapak Ir. Jarman dari DJK menyatakan bahwa rasio elektrifikasi di Indonesia adalah 72,95% di akhir tahun 2011, dan memiliki target rasio elektrifikasi hingga 93% di tahun 2025 yang tentu saja merupakan sebuah tantangan besar bagi negara seperti Indonesia dengan tantangan geografis-nya.  Bapak Jarman memaparkan bahwa daerah-daerah yang belum terlistriki umumnya adalah daerah-daerah yang remote, khususnya pulau-pulau terpencil, dimana infrastruktur tidak memadai, bahkan energi fosil pun ketersediaannya sangat terbatas; matahari adalah satu-satunya sumber energi yang paling sering dinikmati.

Fakta juga menunjukkan bahwa bauran energi Indonesia, masih didominasi oleh energi dari fosil, seperti minyak dan batu bara, yang kebanyakan digunakan di sisi pembangkit. Energi baru terbarukan saat ini komposisinya tidak sampai 6%. Di lain pihak, Peraturan Presiden No. 61/2011 mengenai rencana aksi nasional untuk penurunan emisi gas rumah kaca, menuntut peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, di saat subsidi energi fosil masih diberlakukan.

Undang-undang energi di Indonesia telah menyatakan bahwa energi merupakan hak bagi masyarakat, namun nyatanya, baru 73% rumah tangga di Indonesia yang menikmati listrik. Di beberapa tempat bahkan, bukan hanya mereka tidak mendapatkan listrik, namun mereka juga tidak mendapatkan subsidi energi; dilihat dari segi keadilan energi, tentu saja orang-orang bagi mereka, hal ini tidak lah adil.

Antonaria - Bappenas
Antonaria – Bappenas

Salah satu hal yang juga harus diperhatikan adalah mindset dari masyarakat Indonesia mengenai pentingnya melakukan efisiensi energi untuk konservasi energi. Ini merupakan tantangan tersendiri, terutama dengan subsidi bahan bakar fosil yang masih diberlakukan, tentunya masyarakat cenderung untuk melakukan pemborosan bahan bakar fosil.

Selain itu, bapak Antonaria dari Bappenas juga memaparkan mengenai faktor politik yang juga harus diperhatikan. Pergantian pemimpin bisa jadi merubah segala sesuatu yang telah ada saat ini, dimana Energi menjadi prioritas pembangunan kedelapan di bawah kepemimpinan Presiden saat ini.

Menurut Pak Anton, target yang ditetapkan oleh Indonesia dari sisi energi sudah sejalan dengan target SEFA. Hanya saja, negara-negara berkembang belum siap; karena yang paling penting dari semuanya adalah bagaimana pengaturan institusi yang ada di lapangan bisa berjalan. Proses pendampingan yang diperlukan, serta keterlibatan masyarakat dalam mengelola fasilitas energi yang dimiliki oleh masyarakat; dan ini adalah masalah konkrit yang harus diselesaikan.

Eco Matser - HIVOS
Eco Matser – HIVOS

Beberapa kendala juga ditemui dalam implementasi, salah satunya adalah belum selesainya Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disusun oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Hal ini berdampak pada banyak aspek, seperti penyusunan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) menjadi terhambat, yang juga menghambat penyusunan Rancangan Umum Energi Daerah (RUED).  Masalah lapangan lainnya adalah pengembangan energi panas bumi (geothermal) yang tumpang tindih dengan hutan lindung/konservasi, dikarenakan panas bumi masuk dalam kategori pertambangan.

Eco Matser dari HIVOS memaparkan dengan lebih rinci mengenai SEFA kepada para peserta, mulai dari tujuan sampai dengan kemajuan yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, terkait dengan SEFA ini. Eco menjelaskan bahwa beberapa hal yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyatakan mendukung inisiatif SEFA; yaitu: membuat gap analysis (analisa kesenjangan, antara target dan kenyataan di lapangan) dan rencana aksi nasional.

Verania Andria - UNDP
Verania Andria – UNDP

Sesi kedua dari workshop ini diisi oleh Ibu Verania Andria dari UNDP Indonesia yang menyampaikan mengenai inclusive business model sebagai salah satu alternatif untuk mencapai tujuan-tujuan yang terdapat dalam Sustainable Energy for All. Model ini diajukan dengan dasar pemikiran bahwa akses pada energi dapat ditingkatkan dengan melibatkan sektor bisnis atau sektor swasta. Model bisnis inklusif ini menciptakan kesempatan-kesempatan baru yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, bukan hanya untuk mendapatkan energi, namun juga menambah pendapatan masyarakat.

Download:

Dokumentasi Foto Kegiatan:

IMG_2213 IMG_2175 IMG_2174