Kota memiliki peranan yang penting dalam perubahan iklim. Kota merupakan kontributor utama perubahan iklim melalui beragam kegiatan ekonomi dan domestik kaum urban yang menghasilkan emisi gas rumahkaca. Laju urbanisasi yang meningkat memiliki implikasi yang signifikan terhadap perubahan iklim. Selain menjadi sumber emisi gas rumah kaca, kota juga dapat menjadi solusi dalam mengatasi peningkatan laju emisi gas rumah kaca.
Di sisi lain, kota juga mengalami berbagai dampak perubahan iklim dan berbagai kondisi yang harus dipertimbangkan dalam mempersiapkan strategi mitigasi dan adaptasi jangka panjang. Kegagalan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim dapat meningkatkan ancaman bagi penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan yang terkena dampak perubahan iklim.
Untuk menciptakan kota yang berkelanjutan dan rendah emisi serta secara efektif mengatasi perubahan iklim diperlukan pendanaan yang memadai. Sejauh ini prakteknya kota-kota belum mengalokasikan kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim, tetapi masih mengandalkan transfer dari pemerintah pusat dan sumber-sumber lainnya.
Walaupun demikian tidak semua kota bisa memiliki akses pendanaan yang sama, khususnya kota-kota yang dikategorikan menengah dan kecil atau tier-2. Kota-kota seperti ini kurang akses pada pendanaan, karena kota-kota ini dianggap sebagai tempat yang tidak layak untuk melakukan investasi (memiliki creditworthy rating status yang rendah), yang dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti masalah kapasitas dari pemerintah lokal. Hal ini memberikan gambaran bahwa walaupun pendanaan untuk kegiatan perubahan iklim di perkotaan tersedia, namun pemerintah kota tidak akan dapat mengaksesnya. Belum lagi terbentur dengan masalah administrasi yang harus memenuhi standar suatu negara bagi pemerintah lokalnya untuk mengakses pendanaan.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyadari adanya kesenjangan pendanaan yang dimaksud dan memandang perlunya mengidentifikasi kebutuhan dan potensi perkotaan untuk berkontribusi dalam aksi-aksi perubahan iklim, pendanaan apa saja yang tersedia, baik di tingkat internasional/multilateral, regional, maupun nasional, yang dapat diakses oleh pemerintah daerah untuk mendukung pembangunan yang bersifat climate compatible. IESR dan Pikul bekerja sama dengan konsorsium yang dipimpin German Watch (GW) dan didukung oleh CDKN melakukan kajian untuk memetakan pilihan-pilihan dan kesempatan bagi pemerintah daerah dan/atau kota untuk mengakses pendanaan yang tersedia baik di tingkat internasional, regional, dan nasional.
Workshop yang dilaksanakan pada tanggal 9 September 2015 bertempat di Hotel on the Rock ini dihadiri oleh narasumber: 1. Bapak Defi Loak dari Bappeda kota Kupang; 2. Bapak Daniel Pola Moto Dimu Tagu Dedo, SE dari Bank NTT; 3. Bapak Ary Catur Priyamto dari Bank Sampah Imanuel; dan 4. Bapak Noldi P. Franklin, ST dari Geng Motor Imut.
Silahkan unduh laporaan selengkapnya dibawah ini: