Jakarta, 10 Desember 2024 – Krisis iklim bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi juga tantangan serius bagi dunia bisnis. Perubahan iklim yang semakin nyata, mulai dari cuaca ekstrem hingga naiknya permukaan air laut, menciptakan resiko besar bagi keberlanjutan operasional bisnis. Untuk itu, adopsi praktik bisnis berkelanjutan menjadi kunci untuk memastikan kelangsungan usaha sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan perubahan iklim.
Salah satu elemen penting dari bisnis berkelanjutan adalah transisi ke energi bersih. Untuk itu, inisiatif global seperti RE100 memainkan peran penting, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki tantangan unik dalam transisi energinya. Ollie Wilson, Kepala RE100 menuturkan, Indonesia memiliki potensi besar dalam energi terbarukan, tetapi saat ini masih didominasi oleh bahan bakar fosil. Dengan perubahan kebijakan yang tepat dalam satu hingga dua tahun mendatang, Indonesia dapat memulai jalur pertumbuhan yang signifikan untuk energi terbarukan.
“Indonesia perlu meningkatkan ambisi pada target energi terbarukan, seperti menetapkan target minimal 34% pada 2030 dan menerapkan mekanisme power wheeling untuk memungkinkan perusahaan secara langsung membeli energi terbarukan,” ujar Ollie dalam IESR Bicara Energi.
Menurut Ollie, dengan kebijakan yang mendukung, perusahaan dapat meningkatkan investasi mereka di sektor energi terbarukan, yang tidak hanya membantu memenuhi target iklim global, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dengan kebijakan yang terarah diyakini dapat menjadi kunci percepatan transisi energi terbarukan di Indonesia.
Melalui kolaborasi dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), RE100 berharap dapat membawa perubahan signifikan di Indonesia.
“Kami sangat ingin menyambut perusahaan pertama yang berkantor pusat di Indonesia untuk bergabung dengan RE100. Ini akan menjadi tonggak penting yang memperkuat pesan bahwa Indonesia serius mengembangkan energi terbarukan,” kata Ollie.
Lucia Karina, Wakil Presiden Hubungan Masyarakat, Komunikasi, dan Keberlanjutan, Coca Cola Europacific Partners Indonesia berbagi pengalaman sebagai salah satu anggota RE100. Karina menekankan, pihaknya percaya bahwa bisnis memiliki tanggung jawab besar dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
“Di Indonesia, kami telah memasang panel surya di tiga dari delapan fasilitas kami, termasuk instalasi terbesar di Asia Tenggara di pabrik kami di Cibitung. Selain itu, CCEP juga membeli sertifikat energi terbarukan (REC) dan meningkatkan penggunaan bahan daur ulang untuk mengurangi jejak karbon,” jelasnya.
Namun demikian, Karina menekankan perlunya pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan yang sering kali kompleks, menciptakan kebijakan yang konsisten, dan memastikan kerangka regulasi yang stabil. Selain itu, ia juga mengusulkan pengalihan subsidi bahan bakar fosil ke insentif energi terbarukan serta penerapan instrumen keuangan seperti green bonds untuk mengurangi risiko investasi.
Karina menutup dengan ajakan kepada perusahaan di Indonesia untuk bergabung dalam gerakan ini.
“Dengan menjadi bagian dari RE100, perusahaan dapat memperkuat daya saing mereka sekaligus berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan,” ujar Karina.