Regulasi Baru Ketenagalistrikan Perlu Perbaikan

JAKARTA – Pemerintah diminta memperbaiki beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Kebijakan tersebut tidak tepat jika pemerintah mau mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT), apalagi kalau mau mencapai target bauran energi 23 persen di 2025.

“Di Permen 12/2017, ketentuan 85 persen dari BPP (biaya pokok produksi) harus dilihat bagaimana pelaksanaannya,” kata Faby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia for Essential Service Reform (IESR) di Jakarta, Minggu (5/2).

Menurut Faby, peraturan tersebut cukup kompetitif apabila diberlakukan di luar Pulau Jawa. Pasalnya, kapasitas pembangkit di luar Jawa tidak terlampau besar, hanya berkisar 10 persen-15 persen.

“Tetapi, kalau di Jawa, 85 persen agak berat kalau melihat kondisi pasar dan penetrasi global saat ini. Perlu ada kondisi khusus, semacam insentif lain dari pemerintah,” kata dia.

Satya Widya Yudha, Anggota Komisi VII DPR, menekankan agar pemerintah melibatkan pihak swasta untuk berinteraksi terkait pengembangan EBT. Pihak swasta perlu diajak diskusi untuk memikirkan agar subsidi bahan bakar minyak (BBM) bisa di convert ke EBT. “Selama infrastruktur belum memadai, akan sulit menekan harga EBT,” tukasnya.

Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa pada dasarnya pihaknya sudah pernah mengajukan subsidi untuk pemanfaatan EBT. Namun, subsidi EBT ditolak oleh Badan Anggaran (Banggar) karena terbentur masalah hukum.

“Menurut hukum, yang boleh mendapatkan subsidi itu masyarakat tidak mampu,bukan perusahaan. Sehingga, kami upayakan dengan insentif. Ini yang akan kita lakukan,” tandas Jarman.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menekankan pentingnya komitmen dari penguasa dalam upaya pengembangan EBT. “Peraturan sudah ada, tetapi pemerintah tidak istiqomah,” tandas Syamsir.(RA)

Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik:

Jenis Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber energi terbarukan
yaitu PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTA, PLTBm, PLTBg, PLTSa, dan PLTP.

Pokok-Pokok Aturan

  1. Pelaksanaan pembelian Tenaga Listrik. Pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan berbasis teknologi tinggi, efisiensi sangat variatif, dan sangat tergantung pada tingkat radiasi atau cuaca setempat seperti energi sinar matahari dan angin dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan sistem pelelangan berdasarkan kuota kapasitas. Sedangkan pembelian tenaga listrik dari tenaga air, PLTBm, PLTBg, PLTSa, dan PLTP menggunakan harga patokan atau melalui mekanisme pemilihan langsung.
  2. Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan Dalam hal BPP setempat di atas rata-rata BPP nasional, harga pembelian tenaga listrik paling tinggi sebesar 85 persen dari BPP setempat atau khusus PLTSa dan PLTP paling tinggi sebesar BPP setempat. Sedangkan dalam hal BPP setempat sama atau di bawah rata-rata BPP nasional maka harga pembeliannya sebesar sama dengan BPP setempat atau khusus PLTSa dan PLTP ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.
  3. Pelaksanaan Uji Tuntas Dalam rangka pembelian tenaga listrik, PLN wajib melakukan ujituntas atas kemampuan teknis dan finansial dari PPL yang dapat dilakukan oleh pihak *procurement agent*yang ditunjuk PLN.
  4. Penggunaan TKDN Dalam melakukan pelelangan, pemilihan, atau penunjukan PPL, PLN mengutamakan PPL yang menggunakan tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. PLN wajib menginformasikan secara terbuka kondisiketenagalistrikan setempat yang siap menerima pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan.
  6. PLN wajib menyusun dan mempublikasikan pokok-pokok PJBL yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sumber: dunia-energi.com.

Share on :