Rencana Bangun PLTN, Pemerintah Harus Patuhi Amanat KEN

[SEMARANG] Rencana pemerintah melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) membangun PLTN terus mendapat respon kritis para aktivis dan pengamat lingkungan. BATAN sendiri telah merencanakan untuk membangun Reaktor Daya Eksperimen (RDE) pada kurun waktu antara 2015-2019.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam siaran pers yang diterima SP, Minggu (8/3) mengatakan, berkaitan dengan rencana ini, perlu dipastikan transparansi BATAN dalam rencana ini terkait dengan proses, pilihan teknologi, dan rencana pengembangan teknologi PLTN itu.

“AMDAL perlu dilakukan walaupun untuk skala eksperiment serta mempertimbangkan tapak dan tata ruang mengingat teknologi ini sangat beresiko, termasuk penetapan zoning-zoning untuk PLTN,” tegas Fabby.

Menurut Fabby,  RDE yang akan dibangun sesungguhnya merupakan teknologi yang berbeda dengan reaktor thermal Kartini dan Siwabesi, sehingga risiko dan magnitude dampak, juga berbeda karena RDE sesungguhnya PLTN yang sebenarnya dengan dampak resiko yang sama. Oleh sebab itu, perlu dijelaskan pilihan teknologi yang akan diambil oleh BATAN untuk teknologi RDE tersebut.

Fabby lebih jauh menegaskan, terkait ide untuk mengembangkan teknologi Thorium, saat ini belum ada reaktor PLTN Thorium yang beroperasi secara komersial sehingga sangat sukar memperkirakan keekonomian PLTN Thorium tersebut.

“Penggunaan triliunan anggaran APBN untuk Studi Kelayakan dan sosialisasi PLTN sejak pertengahan 2000-an sesungguhnya merupakan pemborosan dana publik. Hasil studi kelayakan PLTN Babel saat ini belum  disampaikan secara terbuka kepada publik, demikian juga hasil studi kelayakan ulang Muria tidak diketahui hasilnya,” tegasnya.

Dijelaskan, dana Rp. 1 trilun itu setara dengan 500 MW PLTU. Dengan melakukan sosialisasi PLTN, BATAN keluar dari tugas pokoknya sesuai dengan UU Ketenaganukliran.

Fabby juga menegaskan, pengembangan PLTN di Indonesia tidak berdasar. Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) – PP 79/2014 telah menetapkan bahwa PLTN merupakan pilihan terakhir dalam pengembangan energi.

Demikian juga dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sesuai dengan prioritas KEN maka pengembangan PLTN juga seharusnya merupakan prioritas yang terakhir.

“Oleh karena itu,  pernyataan para pejabat di negara ini untuk membangun PLTN dalama waktu singkat sesungguhnya tidak mencerminkan prioritas pengembangan energi nasional sesuai dengan amanat KEN yang seharusanya menjadi acuan pengembangan energi nasional dalam rangka mencapai kemandirian dan ketahanan energi,” tandasnya. [142/N-6]

Sumber: beritasatu.com.

Share on :