Request for Proposal (RFP) Future Battery Technology Consultant

Latar Belakang

Rencana Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024–2026 memproyeksikan kapasitas terpasang sebesar 443 GW pada tahun 2060, dengan 41,6% berasal dari Energi Terbarukan yang Layak (VRE). Seiring dengan peningkatan kapasitas VRE, memastikan keandalan sektor kelistrikan melalui perluasan penyimpanan energi menjadi sangat penting. Selain itu, elektrifikasi transportasi juga akan semakin cepat yang merupakan potensi permintaan untuk teknologi baterai. Rancangan Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) telah menargetkan 178 juta EV pada tahun 2060, sementara RUKN menetapkan tujuan penyimpanan energi baterai sebesar 18 GW. Sebagai alternatif untuk skenario transisi energi yang lebih ambisius, IESR memperkirakan kapasitas baterai yang lebih tinggi hingga 300 GW mungkin diperlukan pada tahun 2045 dan semua transportasi jalan dialiri listrik pada tahun 2050 untuk memenuhi target iklim 1,5°C.

Dengan potensi permintaan yang sangat besar untuk teknologi baterai dalam beberapa dekade mendatang, membangun kapasitas lokal dan rantai pasokan untuk teknologi tersebut akan menjadi sangat penting untuk menurunkan biaya dan mengoptimalkan manfaat ekonomi bagi Indonesia. Ekosistem rantai pasokan baterai dapat dikategorikan ke dalam tiga segmen utama: hulu, tengah, dan hilir. Namun, pengembangan ekosistem rantai pasokan baterai di seluruh segmen ini sangat dipengaruhi oleh penurunan biaya produksi baterai, yang didorong oleh inovasi teknologi berkelanjutan dan kemajuan serta evolusi kimia baterai.

BloombergNEF melaporkan bahwa harga baterai lithium-ion telah turun menjadi USD 139 per kilowatt-jam pada tahun 2023. Meskipun tren positif ini, beberapa tantangan struktural tetap ada. Khususnya, Indonesia saat ini tidak memiliki sistem daur ulang baterai yang beroperasi, yang membatasi sirkularitas dan keberlanjutan ekosistem baterainya. Selain itu, terdapat kesenjangan antara cadangan nikel Indonesia yang substansial, yang mencakup sekitar 48% dari produksi global, dan konfigurasi rantai pasokan kendaraan listrik (EV). Sementara Indonesia memiliki potensi yang kuat untuk mengembangkan industri baterai NMC (Nickel Manganese Cobalt) yang kaya nikel, sebagian besar fasilitas Original Equipment Manufacturer (OEM) yang melayani pasar EV domestik berbasis di Tiongkok, yang lebih menyukai perakitan baterai LFP (Lithium Iron Phosphate). Ketidakselarasan ini menghadirkan tantangan strategis untuk mengoptimalkan penciptaan nilai domestik Indonesia di sektor baterai.

Mengingat berbagai peluang dan tantangan yang disebutkan di atas, Institute for Essential Services Reform (IESR) tengah melakukan studi untuk mengembangkan pemahaman yang komprehensif tentang teknologi baterai terkini dan tren masa depan serta potensi kapasitas Indonesia untuk membangun ekosistem industri dan rantai pasokannya sendiri.

Proposal Timeline:

Seluruh dokumen proposal diharapkan diterima paling lambat pukul 24.00 Waktu Indonesia Barat (WIB, GMT+0700) pada hari Jumat, 30 Mei 2025, dan ditujukan kepada Manajer Sistem Transformasi Energi IESR deon@iesr.or.id dan cc ke auzora@iesr.or.id & faris@iesr.or.id .  Mohon cantumkan “RFP Response – Future Battery Technology Consultant” pada subject email. Seluruh proposal harus diajukan oleh organisasi resmi atau perwakilan yang ditunjuk oleh organisasi tersebut.

Share on :

Related Article