Jakarta, 22 Agustus 2024 – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan Arifin Tasrif pada Senin (19/8/2024). Setelah resmi menjabat sebagai Menteri ESDM, Bahlil langsung meminta jajarannya untuk mempercepat penyelesaian Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menekankan pentingnya RUU EBET sebagai landasan hukum yang akan mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Fabby menyoroti bahwa RUU ini menjadi dasar bagi pencapaian target net zero emission pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal, sesuai dengan komitmen pemerintah.
“Tanpa kerangka kebijakan dan regulasi yang kuat, pengembangan energi terbarukan dapat terhambat dan bahkan mengalami stagnasi. Dalam rencana pengembangan energi jangka panjang seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), hampir 90 persen pasokan energi diharapkan berasal dari energi terbarukan. Oleh karena itu, transformasi ini membutuhkan infrastruktur dan investasi yang sangat besar, serta kerangka kebijakan dan regulasi yang mendukung,” imbuh Fabby dalam Market Review IDX Channel pada Rabu (21/8/2024).
Lebih lanjut, Fabby mengaku optimis bahwa RUU EBET dapat disahkan pada bulan September 2024, meskipun ia mengakui bahwa masih ada tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait masuknya penggunaan jaringan listrik bersama (power wheeling) ke RUU EBET. Menurutnya, power wheeling merupakan elemen penting dalam pengembangan energi terbarukan karena memberikan fleksibilitas bagi pengembang untuk menjual listrik secara langsung kepada konsumen tanpa harus melalui PLN.
“Dengan masuknya power wheeling ke RUU EBET, pengembangan energi terbarukan bisa lebih fleksibel, memungkinkan inovasi tanpa harus menjual langsung ke PLN. Namun, meski RUU ini disahkan, kita masih perlu menunggu penyelesaian peraturan pemerintah (PP) dan regulasi lainnya untuk benar-benar melaksanakan undang-undang ini. Selain itu, hal ini juga memerlukan pengaturan yang lebih lanjut untuk memastikan keandalan jaringan listrik dan keberlanjutan investasi,” jelas Fabby.
Menurut Fabby, dengan disahkannya RUU EBET, diharapkan Indonesia dapat mempercepat transisi energinya menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, meskipun jalan yang harus ditempuh masih panjang dan penuh tantangan. Kebijakan dan regulasi yang kuat akan menjadi kunci dalam menarik investasi serta membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan di masa depan.
“Sebenarnya tahun 2024 dan 2025 menjadi periode yang sangat krusial bagi Indonesia untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen. Sayangnya, kita terlambat dalam memenuhi target ini. Harus diakui bahwa pengembangan energi terbarukan lambat selama 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi, dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan pemerintahan sebelumnya, meskipun upaya seperti pemanfaatan biofuel telah dimulai,” kata Fabby.