Jakarta, 27 Oktober 2025 — Southeast Asia Energy Transition Collaborative Network (SETC) mendesak para pemimpin ASEAN untuk menindaklanjuti hasil Pertemuan Ke-43 Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers on Energy Meeting, AMEM) menjadi inisiatif konkret pada KTT ASEAN 2025 mendatang.
Dalam Dialog Regional, “Mewujudkan Visi ASEAN 2045: Dari Visi ke Implementasi Melalui Agenda Inisiatif Transformasi Energi Asia Tenggara (Southeast Asia Energy Transformative Initiative, SEA-ETI),” yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 17–18 September 2025, SETC menekankan pentingnya mempercepat implementasi SEA-ETI. Jaringan ini menegaskan kembali pandangan bersama dengan para pemangku kepentingan ASEAN bahwa untuk mencapai tujuan jangka panjang dekarbonisasi dan transisi energi, komitmen kebijakan di tingkat tinggi perlu ditindaklanjuti melalui inisiatif yang nyata, layak didanai (bankable), dan inklusif.
Di bawah kepemimpinan Malaysia dengan tema “Memperkuat ASEAN: Menghubungkan Batas, Membangun Kesejahteraan,” AMEM ke-43 menandai tonggak penting dalam perjalanan kolektif ASEAN menuju integrasi energi dan dekarbonisasi.
Para menteri menyepakati pemutakhiran Nota Kesepahaman Jaringan Listrik ASEAN (ASEAN Power Grid, APG), meluncurkan Inisiatif Pembiayaan APG (APG Financing) bersama Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, menyetujui Kerangka Pengembangan Kabel Listrik Bawah Laut, dan menyempurnakan Rencana Aksi ASEAN untuk Kerjasama Energi (ASEAN Plan of Action for Energy, APAEC) 2026–2030, yang menargetkan 45% kapasitas energi terbarukan dan pengurangan intensitas energi sebesar 40% pada tahun 2030.
SETC menyambut langkah ini sebagai pijakan penting menuju sistem energi ASEAN yang lebih terhubung dan tangguh. Namun, SETC juga menekankan bahwa konektivitas antarnegara bukanlah tujuan akhir. Kerja sama energi kawasan harus naik kelas, dari sekadar terhubung menjadi berdaya saing, dan memberi dampak nyata bagi industri serta masyarakat.
“Pernyataan Bersama AMEM ke-43 menunjukkan bahwa ASEAN dapat membangun kerangka kerja penting seperti jaringan listrik, skema pembiayaan, dan perdagangan energi lintas batas. Namun,tahap berikutnya bukan lagi sekadar “membangun kerangka,” tetapi menghasilkan perubahan nyata,” kata Marlistya Citraningrum, Pejabat Sementara Kepala Sekretariat SETC.
“Transisi energi tidak boleh berhenti sebagai agenda teknis semata. Ia harus berkembang menjadi narasi ekonomi dan sosial baru bagi kawasan, yakni menumbuhkan lapangan kerja, menarik investasi, dan memperkuat kedaulatan energi di tengah ketidakpastian global.”
Hasil AMEM, terutama Inisiatif Pembiayaan APG dan Kerangka Kerja Kabel Bawah Laut, mencerminkan upaya kelembagaan paling komprehensif ASEAN untuk menghubungkan keamanan energi dengan integrasi energi bersih.
Inisiatif ini menjadi langkah penting untuk membuka perdagangan listrik multilateral, memperlancar aliran listrik terbarukan lintas negara, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil melalui jaringan terintegrasi dan mekanisme investasi yang lebih aman.
SETC menilai pencapaian ini sebagai fondasi krusial, namun menegaskan bahwa ASEAN perlu melangkah lebih jauh, dari membangun keterhubungan (hardware) menuju transformasi kebijakan, insentif, dan pembiayaan yang selaras dan inklusif (software).
“Kepemimpinan Malaysia berhasil menempatkan ASEAN sebagai jembatan lintas batas melalui Inisiatif Jaringan Listrik (APG) dan skema pembiayaan,” ujar Nora Yusma Yusoff, Direktur Institute of Energy Policy and Research (IEPRe) di UNITEN, Malaysia, sekaligus mitra SETC.
“Langkah selanjutnya adalah memastikan kerangka ini mampu menarik investasi nyata dan membuka peluang industri di tingkat regional. Transisi energi harus menjadi mesin baru daya saing ASEAN, bukan sekadar konektivitas.”
Pada awal tahun ini, SETC mengembangkan Inisiatif Transformasi Energi Asia Tenggara (Southeast Asia Energy Transformation Initiative, SEA-ETI), kerangka kebijakan regional yang menawarkan jalur praktis bagi ASEAN untuk mempercepat penerapan energi bersih, memperluas kapasitas manufaktur, dan memperkuat pembiayaan hijau.
SEA-ETI berlandaskan arah strategis ASEAN untuk mempercepat transformasi energi kawasan, dengan membangun pendekatan terpadu melalui empat pilar yang saling terhubung: percepatan penerapan energi bersih dan integrasi jaringan; penempatan Asia Tenggara sebagai pusat manufaktur dan perdagangan energi bersih; penguatan mekanisme investasi serta pembiayaan hijau; dan peningkatan koordinasi kebijakan serta pengembangan tenaga kerja.
Agenda ini mencerminkan kesadaran yang semakin kuat bahwa dekarbonisasi dan transformasi industri di ASEAN harus berjalan beriringan. Dengan permintaan energi regional yang terus meningkat 3–4% per tahun dan bahan bakar fosil masih mendominasi lebih dari 80% pasokan, tantangan utama kawasan ini bukan pada kurangnya ambisi, melainkan pada pelaksanaan yang masih terfragmentasi.
Sejalan dengan itu, analisis SETC menyoroti lima tindakan prioritas yang dapat diadopsi oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN 2025 untuk mempertahankan momentum AMEM dan mengintegrasikan SEA-ETI ke dalam arsitektur ekonomi dan politik kawasan.
- Meluncurkan Platform Investasi Hijau ASEAN pada 2026 untuk mengubah ASEAN Power Grid Financing Initiative (APGF) menjadi platform regional bagi proyek energi bersih yang layak investasi dan selaras dengan Taksonomi Hijau ASEAN.
- Mendirikan Kemitraan Transisi Energi Adil ASEAN (ASEAN-JETP) dengan menggabungkan pengalaman Indonesia dan Vietnam dalam JETP untuk mempercepat pensiun dini PLTU, memperluas energi terbarukan, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja.
- Mempercepat Integrasi Jaringan Listrik dan Kabel Bawah Laut ASEAN dengan mengembangkan kerangka kerja AMEM menjadi platform perdagangan listrik multilateral yang memungkinkan negara seperti Laos dan Vietnam mengekspor listrik terbarukan, meningkatkan keandalan jaringan, dan menghemat lebih dari USD 1 miliar per tahun. Inisiatif ini berpotensi menarik investasi hingga USD 21 miliar pada 2026–2030.
- Menerapkan Strategi Tenaga Kerja dan Industri Energi Bersih ASEAN melalui Inisiatif Tenaga Kerja Energi Bersih ASEAN dan pengembangan Koridor Industri Hijau, yang mengintegrasikan akses energi terbarukan, infrastruktur logistik, dan pelatihan vokasi lintas negara untuk mendukung kesiapan industri kawasan.
- Melembagakan Agenda Transisi Hijau ASEAN yang Berkelanjutan dengan membangun mekanisme Chair-to-Chair atau agenda bergulir (rolling flagship agenda) agar kebijakan transisi energi berlanjut lintas periode kepemimpinan, dimulai dari Keketuaan Filipina pada 2026.
SETC juga menyerukan koordinasi yang lebih erat antara ASEAN Centre for Energy (ACE), jaringan penelitian, dan masyarakat sipil untuk menjembatani kebijakan dengan praktik di lapangan. Dengan mandat yang kini mencakup implementasi APG, APGF, dan APAEC, ACE berperan sebagai jangkar utama kemitraan publik-swasta dan inisiatif penelitian, kolaborasi, dan pengembangan regional yang dapat menerjemahkan hasil AMEM menjadi dampak nyata di tingkat lokal.
Sejak berdiri pada Agustus 2024, SETC, yang diinisiasi oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), telah aktif memimpin berbagai pertemuan tingkat tinggi dan dialog kolaboratif dengan perwakilan negara-negara ASEAN. Kegiatan ini melibatkan perwakilan dari Jakarta dan Bali (Indonesia), Kuala Lumpur dan Putrajaya (Malaysia), Manila (Filipina), Bangkok (Thailand), dan Singapura, dalam upaya memperkuat komitmen kolektif ASEAN untuk mempercepat transisi energi di kawasan.
Upaya berkelanjutan ini menunjukkan keselarasan mendalam antara inisiatif SETC dengan tujuan bersama ASEAN di bawah AMEM dan Visi ASEAN 2045. Hal ini juga menegaskan komitmen jaringan untuk memperkuat kolaborasi regional, menyelaraskan kebijakan, dan membangun jalur investasi yang dapat diimplementasikan. Dengan cara ini, transformasi energi di Asia Tenggara dapat berlangsung secara adil, kompetitif, dan inklusif bagi seluruh negara anggota.
“Kekuatan kawasan ini terletak pada keragaman sumber daya, ekonomi, dan institusinya,” kata Citraningrum. “Untuk menjadikan transisi energi inklusif, ASEAN tidak hanya membutuhkan megawatt, tetapi juga mekanisme, agar komunitas, UMKM, dan perempuan di sektor energi dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari transformasi ini.”
KTT Pemimpin ASEAN 2025 di bawah kepemimpinan Malaysia menjadi momentum bersejarah untuk menyatukan agenda energi, ekonomi, dan keadilan dalam satu visi transformatif. Dengan mengadopsi rekomendasi Southeast Asia Energy Transformation Initiative (SEA-ETI) sebagai hasil lintas sektor dalam Prioritas Hasil Ekonomi KTT, ASEAN dapat mengirimkan pesan tegas bahwa masa depan energi Asia Tenggara akan dibangun melalui kepemilikan regional, koordinasi strategis, dan prinsip transisi yang adil.