Siaran Pers
Energi surya untuk kota: IESR mengapresiasi Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66/2019
IESR menyambut baik keluarnya Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Pada butir ketujuh (7), Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan pemasangan rooftop solar untuk bangunan publik. Instruksi ini sejalan dengan rekomendasi Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporan Powering the Cities: Technical Potential of Rooftop Solar for Public and Commercial Buildings in Two Metropolitan Cities in Indonesia yang diluncurkan Selasa (30 Juli) lalu di Jakarta.
“DKI Jakarta punya potensi listrik surya yang cukup besar. Estimasi potensi teknis yang kami lakukan untuk 19 gedung pemerintah (Pemprov DKI Jakarta), 17 rumah sakit pusat dan daerah, serta 2 universitas, menunjukkan total potensi rooftop solar hingga 9,5 Megawatt-peak (MWp). Jumlah ini tidak memasukkan Kantor Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Jakfire) yang baru saja memasang 300 kWp di atapnya. Potensi ini juga akan lebih besar bila mencakup semua fasilitas pelayanan publik dan pemerintah di lingkup Pemprov DKI Jakarta, termasuk mall-mall besar di Jakarta,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.
Salah satu strategi pencapaian target energi terbarukan dalam Rencana Umum Energi Nasional adalah pemberlakuan kewajiban penggunaan listrik surya atap sebesar minimal 30% luasan atap bangunan milik pemerintah. Untuk mengetahui secara lebih jelas potensi energinya, IESR melakukan perhitungan potensi teknis listrik surya atap untuk bangunan milik pemerintah (kantor, rumah sakit, universitas, dan sekolah) serta bangunan komersial (mall dan pusat perbelanjaan) di 2 kota besar di Indonesia, salah satunya Jakarta.
Potensi teknis rooftop solar di Jakarta mencapai 22 MWp, yaitu potensi gabungan bangunan pemerintah milik Pemprov DKI Jakarta, gedung kementerian, rumah sakit, dan 5 mall besar.
“Mall merupakan bangunan dengan atap yang luas, sehingga potensinya tinggi. Lima mall besar di Jakarta memiliki potensi rooftop solar hingga 6,7 MWp. Sebagai contoh Mall Kelapa Gading saja memiliki potensi 2,3 MWp,” Fabby menambahkan.
Di Jakarta, mall dan pusat perbelanjaan merupakan kompleks bangunan dengan potensi tertinggi dibanding bangunan lain yang dihitung potensinya. Gedung perkantoran pemerintah pusat (kementerian), pemerintah provinsi, dan pemerintah kota memiliki potensi yang lebih rendah karena kebanyakan berupa high-rise
buildings (bangunan tinggi dengan luasan atap terbatas). Kompleks universitas negeri di Jakarta juga memiliki potensi tinggi, yaitu Universitas Negeri Jakarta (1,7 MWp) dan Universitas Indonesia Salemba (1,4 MWp).
Listrik surya atap menjadi relevan dengan kebutuhan listrik di kantor pemerintahan dan universitas mengingat kegiatan utama mereka dilakukan pada siang hari. Selain itu, langkah yang ditempuh Gubernur DKI Jakarta melalui instruksi ini merupakan langkah baik yang dapat diikuti oleh pemerintah daerah lain untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan di wilayah kewenangan masing-masing dan sebisa mungkin menjadi bagian Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
“Selain memasang rooftop solar, pemerintah DKI juga diingatkan untuk memastikan adanya perawatan dan pengoperasian (O&M) PLTS atap yg dipasang. Caranya adalah dengan membentuk Unit Teknis untuk melakukan O&M atau menugaskan BUMD yang memiliki kapasitas teknis, misalnya Jakpro. Dengan melakukan O&M yang tepat, manfaat rooftop solar dapat dimaksimalkan, dan uang pajak rakyat pun tidak disia-siakan,” kata Fabby.
Di samping melakukan estimasi potensi teknis, IESR juga melakukan studi pasar untuk PLTS atap untuk segmen rumah tangga di Jabodetabek. Hasil studi pasar ini menunjukkan adanya potensi rumah tangga yang tertarik untuk memasang PLTS atap dengan sedikit atau tanpa perhitungan finansial yang ketat, yang dikategorikan sebagai early adopters. Ada juga kelompok rumah tangga yang akan memasang PLTS atap dengan pertimbangan untung-rugi dan beban investasi awal, yang masuk dalam kategori early followers. Persentase rumah tangga yang menjadi early adopters dan early followers sebesar 13% untuk Jabodetabek. Angka ini setara dengan potensi rooftop solar sebesar 1,2 – 1,9 GWp, angka yang tidak kecil bila dibandingkan dengan target RUEN sebesar 6,5 GW pada tahun 2025.
Dengan biaya Rp. 13 – 18 juta/kWp, investasi modal awal untuk PLTS atap masih menjadi pertimbangan penting bagi sebagian besar masyarakat. Namun, kelompok early followers akan lebih cepat memutuskan memasang PLTS atap apabila memiliki informasi tentang teknologi listrik surya atap yang lengkap, informasi penyedia yang kredibel, tersedianya skema pembiayaan berupa cicilan tetap dengan bunga rendah, paket sistem listrik surya atap berkualitas yang bergaransi dan memiliki layanan purna jual, serta insentif fiskal, yang akhirnya diharapkan dapat mengurangi biaya dan meningkatkan manfaat.
“Persepsi mengenai harga listrik surya atap yang mahal membuat responden mengharapkan adanya skema pendanaan dalam bentuk cicilan tetap dengan tenor minimal 5 tahun dan adanya insentif lain dari pemerintah yang dapat meringankan biaya di muka (upfront cost), serta jaminan kualitas produk,” Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR menjelaskan.
Untuk meningkatkan daya tarik masyarakat untuk memasang PLTS atap, maka IESR merekomendasikan subsidi harga panel/modul surya oleh pemerintah dan pemerintah daerah, dan diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk periode waktu tertentu bagi rumah yang memasang PLTS atap. Berbagai insentif ini dapat meningkatkan kelayakan finansial dan pengembalian investasi bagi pemilik rumah/bangunan.
Pemerintah daerah seperti DKI Jakarta punya kapasitas fiskal dan mampu menyediakan insentif ini, sesuai dengan kewenangan mereka melalui regulasi daerah. Pemprov Bali, misalnya, akan segera mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang Energi Bersih, yang juga telah mengakomodasi rekomendasi ini.
“Adanya insentif dapat meningkatkan minat masyarakat dan bentuk apresiasi bagi pengguna listrik surya atap, yang juga berkontribusi pada perbaikan kualitas udara melalui pemanfaatan energi terbarukan. Oleh
karena itu Pemprov DKI Jakarta kiranya dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal atau finansial untuk masyarakat yang ingin menggunakan rooftop solar,” kata Fabby.
Jakarta, 2 Agustus 2019
Narahubung:
Gandahaskara Saputra, Koordinator Komunikasi, IESR
Email: ganda@iesr.or.id, nomor seluler: 081235563224
Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR
Email: citra@iesr.or.id, nomor seluler: 081945526737