2 May, 2011: Ribuan komunitas di penjuru ASEAN hidup dalam ancaman yang serius karena perilaku perusahaan yang tidak bertanggungjawab terus berlanjut. Negara turut terlibat baik dalam keikutsertaannya dalam proyek-proyek yang merusak maupun karena sikapnya yang apatis terhadap ancaman ini.
Masyarakat dari komunitas yang terkena dampak di Burma, Cambodia, Indonesia, Malaysia and Thailand membagi pengalaman mereka dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang serius seperti pembunuhan, kerja paksa dan penggusuran yang terjadi karena berbagai proyek yang dijalankan oleh perusahaan dalam dan luar negeri. Pengalaman ini diceritakan pada acara Kesaksian Publik tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan ASEAN di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta pada hari ini.
Acara ini diselenggarakan oleh masyarakat sipil dari kawasan Asia Tengggara dalam rangka ASEAN Summit minggu depan. Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) adalah salah salah satu studi tematik yang akan dilakukan oleh Komisi Ham ASEAN (The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/ AICHR).
Lebih dari 130 orang anggota gerakan masyarakat sipil dari berbagai negara ASEAN terkejut ketika mempelajari berbagai kondisi kesehatan yang serius dan hilangnya sumber kehidipan yang dialami oleh banyak keluarga akibat proyek-proyek yang dilakukan oleh perusahaan dari dalam dan luar wilayah ASEAN. Para peserta pertemuan ini terkesima ketika melihat pengalaman komunitas yang terkena dampak dalam mencari keadilan dan perlindungan melalui pengadilan dan cara lainnya diabaikan.
Saksi yang hadir berasal dari berbagai komunitas terkena dampak dari Xayaburi Dam di Sungai Mekong, Proyek Shwe Gas di Burma, Perkebunan Gula Koh Kong di Cambodia, Proyek Rare Earth di Kuantan dan Pabrik Asahi Kosei di Kuala Lumpur – Malaysia. Saksi dari Indonesia juga menghadirkan seorang remaja yang menceritakan tragedy proyek Lapindo dan kelompok petani yang terkena dampak proyek pertambangan di Maluku dan Sulawesi.
Seorang anggota parlemen Malaysia, Fuziah Salleh berbicara tentang Kuantan Rare Earth Refinary Plan Project (LAMP), menunjukkan bahwa berbagai proyek yang merusak tidak dapat dibenarkan secara ekonomi. Beliau menjelaskan bahwa Proyek Rare Earth yang telah menyebabkan dampak kesehatan dalam jangka panjang, dan juga dampak kerusakan lingkungan, ternyata hanya menciptakan 350 lapangan pekerjaan sementara meningkatkan pendapatan perusahaan hingga berjuta-juta dollar yang juga menikmati “keringanan pajak” selama 12 tahun.
Panel para ahli yang mendengarkan kesaksian ini menekankan bahwa ASEAN memiliki tanggungjawab untuk menghidupkan komitmen yang telah dibuat ASEAN dalam Piagam ASEAN dan perjanjian HAM lainnya untuk melindungi Hak Asasi Manusia dan menjamin pembangunan berkelanjutan.
Para ahli mendesak ASEAN dan Komisi HAM ASEAN (AICHR) untuk secara cepat menyikapi persoalan yang diangkat oleh warga mereka akibat dari ketidakbertanggungjawaban perusaaan, dan menjamin bahwa Asas Hukum ditegakkan dan diutamakan ketika menghadapi kasus-kasus ini. Anggota panel yang hadir adalah Nurkholis (Wakil Ketua Komnasham), Rinno Arna (Pengacara dari Indonesia yang ahli di bidang keadilan sosial dan hak anak), Pengacara Joselito Calivoso (ahli hukum tentang CSR dan masyarakat pedesaan), serta Jerald Joseph (Direktur Eksekutif Dignity Internation).
Acara ini diselenggarakan oleh:
SAPA Task Force on ASEAN and Burma, SAPA Task Force on ASEAN and Human Rights, SAPA Task Force on ASEAN Migrant Worker, SAPA Task Force on Extractive Industry, SAPA Task Force on Freedom of Information, SAPA Working Group on ASEAN, SAPA Working Group on Environment, Altsean-Burma, Asia Indigenous People Pact, Burma Partnership, Focus on the Global South, FORUM-ASIA, IESR, JATAM, KontraS, Migrant Forum in Asia, SEACA, TERRA, Thai-ASEAN Watch, WALHI dan YLBHI.
Kontak lebih lanjut:
Fabby Tumiwa, IESR, +628 1194 9759 (Bahasa & English)
Atnike Sigiro, Forum-Asia, 6281 29 401 766 (Bahasa & English)
Debbie Stothard, Altsean-Burma, +66816861652 and +6285 888610 436 (English)