Sosialisasi Isu Transisi Energi Bersama Jurnalis Sumatera Selatan

Palembang, 26 September 2023 – Dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi planet kita, Indonesia bersama dengan negara-negara lainnya menandatangani Persetujuan Paris pada tahun 2015. Persetujuan ini telah menetapkan landasan yang kuat untuk melawan perubahan iklim, dengan salah satu fokus utamanya adalah transisi energi, yang mengacu pada peralihan dari menggunakan energi fosil, yang terbatas dan merusak lingkungan, ke energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Indonesia, sebagai negara yang telah menandatangani Persetujuan Paris, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin perubahan ini. Dalam menghadapi perubahan iklim global, transisi energi menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan ekonomi Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara Media Briefing berjudul “Transisi Energi dan Studi IESR di Kabupaten Muara Enim” pada 26 September 2023. Dalam acara Media Briefing yang dihadiri oleh 18 jurnalis dari berbagai media cetak dan online di Sumatera Selatan tersebut, IESR memberi paparan mengenai hasil kajian di Kabupaten Muara Enim untuk memberi gambaran komprehensif mengenai dampak transisi energi di sektor sosial dan ekonomi.

Perwakilan program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan kegiatan Media Briefing digelar untuk meningkatkan wawasan jurnalis di Sumatera Selatan terhadap isu transisi energi. Selain itu, IESR hendak mendekatkan jurnalis kepada para narasumber kompeten terkait isu energi terbarukan dengan menghadirkan empat panelis dari beragam latar belakang, yakni pemerintah provinsi (ESDM Sumsel), pemerintah kabupaten (Bappeda Muara Enim), akademisi (Unsri), dan CSO (HaKI). 

“Transisi energi tidak dapat berjalan sendiri, tetapi juga perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan berbagai pihak, seperti jurnalis. Dengan menyampaikan informasi yang akurat, menyuarakan berbagai perspektif, dan menjaga akuntabilitas, mereka membantu membentuk pandangan masyarakat tentang energi dan memberikan dorongan yang diperlukan pada pemangku kepentingan untuk bergerak menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” papar Reananda.  

Peneliti Bidang Sosial dan Ekonomi dari IESR, Martha Jessica Mendrofa menjelaskan, transisi energi global yang dilakukan oleh negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia, seperti China, India, dan Vietnam, akan berdampak pada perekonomian nasional karena lebih dari 70% batubara produksi batubara Indonesia diekspor. Perekonomian Sumatera Selatan, dengan cadangan batubara tertinggi kedua di Indonesia dengan 9.345,57 juta ton, juga akan terdampak mengingat sektor pertambangan batubara dan lignit menyumbang 15,78% PDRB provinsi di tahun 2022. Sehubungan hal tersebut, IESR telah melakukan kajian dampak transisi energi dan ekonomi di Muara Enim selama 2021-2023. Muara Enim menjadi sasaran kajian karena menjadi dua besar produsen batubara tertinggi di Sumatera Selatan dalam lima tahun terakhir, dengan produksi di atas 20 juta ton per tahun. 

“Berdasarkan analisis IESR, sektor pertambangan di Kabupaten Muara Enim tidak memberikan multiplier impact tertinggi dalam hal pendapatan dan tenaga kerja, dimana sektor jasa, perdagangan, dan pertanian masih memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap perekonomian. Selain itu, industri batubara tidak memberi nilai tambah tinggi pada upah tenaga kerja karena perusahaan meraup porsi pendapatan yang lebih besar, perbandingannya sekitar 20% banding 78%”, jelasnya.

Kepala Bidang Energi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan Dr. Aryansyah menerangkan tren transisi energi dunia akan berdampak ke kondisi dalam negeri.  Untuk itu, pihaknya telah melakukan beberapa hal untuk melanggengkan transisi energi seperti mengeluarkan Perda khusus pengembangan sektor energi terbarukan, Pergub kendaraan berbasis listrik, dan kajian energi terbarukan di seluruh kabupaten/kota Sumatera Selatan.

“Saat ini Sumsel menjadi lumbung energi. Kita surplus listrik 1,000 MW dan listrik itu diekspor ke provinsi-provinsi lain seperti Jambi dan Bengkulu. Harus ada sumber pembangkit untuk menggantikan itu. KIta sudah siap dengan transisi energi. Contohnya kita ada pembangkit listrik minihidro untuk supply listrik Pagar Alam,” terang Aryansyah. 

Perwakilan Bappeda Kabupaten Muara Enim, Fajrin Ulinnuha menuturkan, pihaknya telah menyiapkan Kawasan Industri Muara Enim (KITE), untuk menghadapi pengurangan produksi batubara di masa depan, yang perkembangannya telah mencapai 80% per Juni 2023. Kawasan industri ini melingkupi usaha CPO (crude palm oil atau minyak kelapa sawit) dan industri hilirisasi batubara. Muara Enim juga memiliki PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) milik Supreme dan Pertamina.

“Kita perlu memastikan ketersediaan akses energi bersih bagi semua kalangan, khususnya di sektor elektrifikasi karena mayoritas sumber listrik berasal dari batubara. Sumber pendanaan juga menjadi isu penting karena transisi energi membutuhkan banyak proyek baru, sehingga perlu dana besar. Pemerintah daerah juga butuh dukungan riset dan teknologi dari lembaga lain, serta pelatihan SDM handal agar siap menghadapi transisi energi,” ujar Fajrin.

Dosen ekonomi pembangunan Universitas Sriwijaya Dr. Muhammad Subardin mengingatkan kembali tujuan pembangunan adalah untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sehingga, perlu dipastikan apakah sebuah sektor industri bisa mengangkat perekonomian sebuah wilayah atau tidak. Subardin memperkenalkan istilah Dutch Disease (penyakit Belanda, red), dimana wilayah yang memiliki kekayaan alam tinggi cenderung mempunyai tingkat perekonomian rendah. Melalui riset yang dilakukannya sendiri, kondisi ini berhasil Subardin buktikan di Sumatera Selatan dengan membandingkan kondisi perekonomian di “kabupaten mineral” dan “kabupaten non-mineral”.

“Saya identifikasi ada delapan kabupaten mineral di Sumatera Selatan, termasuk Muara Enim. Hampir seluruh daerah Muara Enim itu termasuk dalam area konsesi batubara. Berdasarkan riset yang saya lakukan, terbukti tingkat perekonomian kabupaten mineral tidak lebih baik dari kabupaten non-mineral di Sumatera Selatan. Hal ini membuktikan industri pertambangan tidak bisa meningkatkan kesejahteraan sebuah wilayah karena industri ini padat modal, bukan padat karya,” jelas Subardin.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI) Deddy Permana menyatakan, selain masalah perekonomian, kesenjangan pengetahuan dan informasi menjadi hal penting dalam aktivitas transisi energi. Disinilah jurnalis bisa memainkan peran untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.

“Seringkali terjadi kesenjangan informasi antara masyarakat lokal dan kalangan elite karena masyarakat hanya tahu kondisi yang terjadi di lapangan. Contohnya, perusahaan sebenarnya sudah memahami tren transisi energi ini karena beberapa dari mereka sudah fokus mengembangkan bisnis di luar batubara. Masalah lain adalah kadang dana CSR tidak tersalurkan pada pos-pos yang bisa menunjang aktivitas transisi energi,” terang Deddy.

energi transisi, energi terbarukan, batu bara, Muara Enim, Sumatera Selatan, IESR, Persetujuan Paris, PLTU, energi bersih, keinginan, ekonomi, sosial, lingkungan, jurnalis, media, CSR, Dutch Disease

Share on :

Leave a comment