Shine Bright: Advancing G20 Solar Leadership Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023 Launch and High-Level Conference

Mengenai acara:

  • Acara ini mempertemukan para pembuat kebijakan di tingkat nasional dan daerah, pelaku usaha, investor, dan pemangku kepentingan penting lainnya untuk lebih berkomitmen berkontribusi dalam mempercepat energi surya gigawatt-order di Indonesia.
  • Laporan surya unggulan pertama IESR, Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023, akan diluncurkan dalam acara ini; menyoroti peran energi surya untuk upaya dekarbonisasi Indonesia.
  • Rekomendasi dan komitmen dari acara tersebut akan dikomunikasikan sebelum pertemuan tingkat tinggi G20 pada November 2022.

Mengapa acara ini penting:

  • Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai ekonomi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk itu diperlukan percepatan pemanfaatan energi terbarukan di dalam negeri.
  • Energi surya telah diidentifikasi sebagai kunci untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
  • Pemerintah Indonesia janjikan program strategis nasional PLTS atap 3,6 GW hingga 2025, PLN berkomitmen 4,7 GW proyek IPP dalam rencana bisnis terbaru mereka.
  • Indonesia siap untuk memamerkan proyek transisi energi sebagai bagian dari kepresidenan G20 2022.
  • India, yang memegang Kepresidenan G20 2023 dan rumah bagi International Solar Alliance (ISA), adalah pemimpin global dalam penyebaran tenaga surya dan diperkirakan akan melanjutkan agenda transisi energi.

Beyond 100%: What Does Universal Energy Access Mean?

The term “energy access”, while widely used to underline modern development, has no single global definition. In global level, the definitions often cover 4 important aspects: connections (or at least for lighting), access to clean cooking energy, energy for productive uses, and energy for public services. The importance of energy access for modern development has been integrated in The UN’s Sustainable Development Goals, i.e. SDG 7, and is being tracked regularly every year. With the importance of defining energy access, IESR held a public webinar on 4 September 2020.

In May 2020, The World Bank (with several agencies) issued a report on global energy access status Tracking SDG 7: The Energy Progress report 2020. In this report, highlights for Indonesia include significant developments on three main targets: availability of electricity (based on electrification ratio) and clean energy for cooking, utilization of renewable energy, and energy efficiency. However, based on IESR’s analysis, this good development should be considered with several notes.

Energy access in Indonesia is often narrowly interpreted only as a connection to the grid, access to LPG distribution networks, or the availability of basic lighting. However, as essential services, energy access should be able to contribute to poverty alleviation, economic growth, and general development agenda. Beyond the basic needs for daily activities, that often tend to be consumptive in nature, the provision of energy is a driving force for productive activities; whether on a household scale, in the case of small and medium enterprises, and on a large scale. Access to energy is also important for education and health services. With better education and health, more windows of opportunity are opened, including opportunities to get a job or to an entrepreneurship.

In Indonesian context, “quality energy access” has yet to enter mainstream energy discourse, for both electricity and clean cooking. With government’s plan to achieve 100% electrification this year, it is then necessary and timely to introduce access beyond connections – as to influence future planning related to energy access. Lessons learned from other countries on integrated energy planning are needed, specifically to answer the gaps in considering quality and community context to energy provision.

Dr. Sarah Wykes from CAFOD explained the importance of an inclusive and integrated energy planning as to answer the needs for energy and its intended impacts. Building Energy Delivery Model (EDM) with IIED, Sarah elaborated on interventions on energy should cover maximum impact, sustainability, as well as scalability. From her experience, planning in national level was not always delivered seamlessly into sub-national level; thus EDM could fit the “translation” process – as it allows community and the government to work together in identifying needs and solution. EDM is currently being piloted in Indonesia and also being used for Kenya County Energy Planning. The 6-steps toolkit of EDM is useful to map energy needs, prioritization, available resources, as well as potential collaborators to implement the solutions – Kitui County in Kenya was applying this to develop their mid-term energy planning.

Fabby Tumiwa of IESR told the story of EDM pilot in Indonesia. Boafeo, a village in Ende (East Nusa Tenggara) was chosen based on multi-criteria assessment. Upon energy needs assessment, Boafeo community identified 3 priorities: increased income from coffee production, better energy for household, and education outcome improvement. These choices showed that “energy access” is not confined under lighting need or simply connection – but on how the energy would play a part in the whole ecosystem. In the case of Boafeo, education is seen as important, and with the multiple appearance of stunting, improving education quality could be made possible with audiovisual learning process – requiring electricity. Solar panels has now been installed in Boafeo School, along with complementary teachers training on interactive learning and creative class.

Rachmat Mardiana from Bappenas agreed that comprehensive energy planning is needed, also with the redefinition of energy access. Bappenas is now developing a platform for energy planning with the aid from development agencies to obtain renewables-based least-cost electrification in eastern Indonesia. The platform embeds multi-tier framework adoption, covering quality energy access beyond connection. Faridz Yazi from Ministry of Village also elaborated on “village development” as seen from promoting local economic potential, and energy access is much needed to boost the process. With the availability of Village Fund and programs from Ministry of Village, local renewable development and integrated energy planning is possible – in collaboration with relevant stakeholders and with capacity buildings for village government and community.

Wahid Pinto Nugroho from Ministry of Energy and Mineral Resources took the time to show MEMR’s planning in establishing more accurate database and mapping for energy needs, using GIS-based platform. The challenges in energy planning include data validation and other socio-economic indicators, thus the platform will serve as comprehensive database for future program. For short-term measure, MEMR is currently rolling “power tube” – a portable rechargeable tube to provide basic energy access for remote areas. He mentioned that in the long term, more sustainable energy sources tailored to people’s needs will be arranged.

From the private sector, Jaya Wahono of Clean Power Indonesia shared his story in promoting renewable energy access for community. In his opinion, Indonesia needs “fit for purpose” energy solution: using local renewable energy with minimum damage to the environment, dispatchable and scalable, also reliable and sustainable. His company has worked with community to provide biomass for local electricity generation, and this scheme could be replicated in Indonesia with several prerequisite, including funding and financing scheme, technology readiness, and local employment benefits.

Recording of the webinar is available here and the slide decks are available in this link.

 

 

Energi untuk Memasak Selama #dirumahaja: Tetap Nyaman dengan Energi Bersih Terbarukan 

PT Pertamina baru – baru ini merilis catatan adanya peningkatan konsumsi LPG nonsubsidi rumah tangga di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten secara signifikan (MOR III) dengan adanya penerapan kebijakan dan imbauan physical distancing oleh pemerintah demi mencegah penyebaran dan penularan #Covid19 lebih luas. Aktivitas di rumah, termasuk memasak, meningkat karena anjuran tersebut. Menurut catatan Pertamina, terjadi peningkatan rata-rata konsumsi hingga 23% untuk produk LPG non subsidi Bright Gas 5,5 kg, dan 12 kg di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Menyikapi hal ini, pemerintah dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa pasokan LPG dipastikan tetap terjaga untuk mengantisipasi kenaikan permintaan dari masyarakat. 

Selain LPG, adakah sumber energi lain yang bisa kita gunakan untuk keperluan memasak di rumah?

Ada alternatif bahan bakar #cleancooking yang selain bersih, juga bisa memanfaatkan sumber energi terbarukan di sekitar kita, yaitu:

Biogas

Biogas bisa didapatkan dengan memanfaatkan limbah dari kotoran ternak dan sampah/limbah organik yang kemudian difermentasi dan menghasilkan gas untuk menyalakan api pada kompor gas maupun kebutuhan penerangan. 

Mama Seni dari Sumba menggunakan biogas dari kotoran ternak dan bertani dengan slurry (produk sampingan dari biogas), beliau kini telah menjadi petani dan pengusaha perempuan yang sukses di desanya. Di Semarang, Ibu Suwanti menggunakan limbah tahu untuk usaha makanan rumahannya, yang selain menghemat biaya bahan bakar, juga membuat tetangganya senang karena tak lagi mencium bau limbah tahu yang kurang sedap. Dengan menggunakan biogas, kedua perempuan ini mampu menjadi pengusaha yang sukses dan menjadi panutan untuk masyarakat 

Jika ingin mengembangkan biogas mini rumahan yang cocok untuk Anda yang ingin punya biogas tapi tidak memiliki ternak, Yayasan Rumah Energi memberikan contoh penggunaan biogas rumah dalam skala kecil.

Tungku Sehat Hemat Energi (TSHE)

TSHE merupakan teknologi tungku bersih yang menyasar 40% rumah tangga di Indonesia yang masih menggunakan biomassa tradisional untuk memasak (misalnya kayu). Dengan menggunakan kayu cacah, pelet kayu, atau pelet serbuk gergaji; TSHE didesain untuk menghasilkan asap dan partikulat yang lebih sedikit, sehingga polusi dalam ruangan dapat berkurang. Kondisi memasak yang lebih bersih berdampak positif pada perempuan dan anggota keluarga lain, yang selama ini banyak mengalami gangguan kesehatan terkait pernapasan. TSHE juga memanfaatkan bahan organik buangan dari sekitar rumah, misalnya tempurung kelapa, sehingga dapat menghemat biaya energi rumah tangga. 

Sejak 2019, mitra IESR yang tergabung dalam Strategic Partnership Green and Inclusive Energy, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, juga telah melakukan program peningkatan kesadaran masyarakat tentang energi bersih di Jawa Tengah, termasuk salah satunya melatih dan memberdayakan rumah tangga lokal untuk memproduksi TSHE.  

Kompor Surya (Solar Cooker)

Solar cooker merupakan inovasi #cleancooking yang dikembangkan terutama untuk masyarakat di perdesaan yang kesulitan mengakses gas atau listrik, juga untuk mengurangi deforestasi atau penggunaan kayu bakar secara berlebihan. Dengan desain kompor yg memusatkan panas dari matahari, pengguna dapat memasak atau menghangatkan makanan di dalamnya. 

Kompor Listrik dan Kompor Induksi

Kedua jenis kompor ini juga merupakan salah satu pilihan #cleancooking, keduanya menggunakan listrik sebagai sumber energi. Yang perlu diperhatikan adalah daya dan kualitas listrik yang kita miliki, juga keamanan jaringan listrik di rumah; karena daya yang diperlukan kompor ini cukup besar (~1000 Watt).

Nah, lebih bagus lagi jika sumber energi listrik rumah kita berasal dari PLTS atap, agar sumber listrik untuk memasaknya juga bersih dan sekaligus hemat! Baca-baca dulu soal PLTS atap di sini ya:

Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas)

Jargas merupakan jaringan pipa yang dibangun dan dioperasikan untuk penyediaan dan pendistribusian gas bumi bagi rumah tangga. Jargas disalurkan ke rumah tangga dari sumber gas terdekat, sehingga meminimalkan distribusi. Selain itu, penggunaan jargas juga dapat mengurangi impor gas untuk LPG. Memang tidak setiap daerah dapat menjadi sasaran jargas. Informasi lebih lanjut bisa merujuk ke akun media sosial PT Pertamina dan PGN, yang mengoperasikan jargas di Indonesia.

Jangan lupa tetap berhemat energi di rumah ya! 

 

Salam hangat,

Institute for Essential Services Reform