Tatkala Energi Panas Bumi Menerangi Bumi Sriwijaya

Palembang, 29 Februari 2024 –  Sebuah perjalanan panjang dan berliku pada Kamis pagi telah membawa rombongan Jelajah Energi Sumatera Selatan menuju Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) di Lumut Balai, Muara Enim, Sumatera Selatan. Dalam perjalanan yang memakan waktu sekitar 4 jam dari Kota Muara Enim, rombongan disambut dengan cuaca dingin karena lokasi PLTP yang terletak di atas bukit. Dengan kondisi geografis yang menantang, PLTP Lumut Balai Unit I setidaknya berada di ketinggian 2.055 meter di atas permukaan laut, menjadi saksi bisu dari keajaiban energi panas bumi. 

Pejabat sementara (Pjs) General Manager PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) Area Lumut Balai, Aris Kurniawan menjelaskan, pihaknya berkomitmen untuk menyediakan akses energi bersih yang handal dan terjangkau kepada seluruh masyarakat Indonesia.  Saat ini PLTP Lumut Balai Unit 1 memiliki kapasitas terpasang sebesar 55 MW telah menyuplai listrik untuk kebutuhan 55.000 rumah di sekitar wilayah kerja PGE, dan  sambil mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 300.000 ton karbon dioksida (CO2) sejak mulai beroperasi pada tahun 2019.

“PLTP Lumut Balai terus bergerak maju. Pada tahun 2024, targetnya adalah menyelesaikan konstruksi unit 2 PLTP Lumut Balai untuk kemudian melanjutkan tahap commissioning. Saat ini, unit 2 sudah masuk tahap EPCC (engineering, procurement, construction, commissioning) atau konstruksi pembangkitnya. Desember 2024 diharapkan masuk fase commissioning hingga nantinya dilanjutkan operasi komersial (commercial on date). Sejauh ini, masih on track,” ungkap Aris.

Aris menyatakan, PLTP Lumut Balai terletak di wilayah kerja panas bumi (WKP) Lumut Balai dan Margabayur, Sumsel, dengan potensi yang telah terpetakan mencapai 270 MW. Dengan pengembangan Proyek LMB Unit-2, kapasitas terpasang untuk Area Lumut Balai akan meningkat menjadi 110 MW, setara dengan menerangi 110.000 rumah.

“Melalui proyek-proyek di Lumut Balai, kami memiliki tujuan untuk memitigasi risiko perubahan iklim dan mendukung Indonesia dalam mencapai 23% dari national grid mix sumber energi terbarukan di tahun 2025. Dengan fokus pada inovasi dan efisiensi, PGE berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon secara lebih besar di masa mendatang untuk mendukung Indonesia Net Zero Emission 2060,” papar Aris. 

Tim Jelajah Energi Sumatera Selatan bersama tim Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lumut Balai

Aris menekankan bahwa selain melalui kesuksesan transisi energi dengan optimalisasi pengembangan geothermal sebagai energi hijau, PGE juga siap berkontribusi terhadap inisiatif bursa karbon. Inisiatif ini menjadi alat yang dapat mendorong pengurangan emisi secara efisien dan memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan untuk berpartisipasi dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

“Hingga September 2023, PGE telah berkontribusi pada pasar karbon domestik dengan menerbitkan 864.209 ton CO2 ekuivalen (CO2eq), dan ini merupakan proyek karbon panas bumi pertama di bursa karbon,” ujar Aris. 

Faricha Hidayati, Koordinator Proyek Dekarbonisasi Industri, Institute for Essential Services Reform (IESR) memaparkan, diantara wilayah kerja panas bumi (WKP) yang ditetapkan pemerintah, WKP Lumut Balai merupakan salah satu unggulan karena memiliki potensi panas bumi mencapai lebih dari 300 MW, yang mana 55 MW telah beroperasi sejak 2019 dan unit lainnya sedang dibangun dan akan rampung pada Desember 2024. Apabila potensi panas bumi ini dimanfaatkan secara baik, Indonesia akan mampu memiliki 23.7 GW energi bersih dan mencapai emisi nol bersih pada 2060, atau lebih cepat. 

“Sayangnya, tak banyak masyarakat yang mengetahui potensi yang berlimpah ini, dan justru masih banyak yang memilih energi  dari bahan bakar fosil. Maka dari itu, IESR bekerja sama dengan Dinas ESDM Sumatera Selatan mengadakan Jelajah Energi ini untuk menyebarkan luaskan informasi ini kepada masyarakat. Sehingga diharapkan, masyarakat Indonesia menjadi lebih bijak dalam menggunakan energi listrik dan sejenisnya, dan kemudian bisa bersama-sama mengawal kebijakan pemerintah dalam mendorong transisi energi Indonesia menjadi lebih hijau dan berkelanjutan,” jelas Faricha. 

Memacu Industri Rendah Karbon Melalui Peta Jalan Dekarbonisasi Industri

Jakarta, 25 Oktober 2023 –  Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL) merilis peta jalan dan rekomendasi kebijakan tentang dekarbonisasi industri untuk mencapai nol emisi karbon (net zero emissions, NZE). Laporan ini mengambil fokus terhadap lima sektor industri yakni semen, besi dan baja, pulp dan kertas, amoniak dan tekstil yang diperkirakan akan mengalami peningkatan emisi GRK signifikan apabila tidak melakukan langkah dekarbonisasi. Pada 2015-2022, menurut Kementerian Perindustrian sektor industri berkontribusi 8-20% dari emisi nasional.  Merujuk pada pemodelan IESR, total emisi GRK industri diprediksi akan terus meningkat mencapai 3-4 kali lipat pada tahun 2060 jika tidak ada intervensi apapun (Business as usual,  BaU). 

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR mengatakan bahwa menjalankan dekarbonisasi di sektor industri, sebagai motor ekonomi utama di Indonesia, merupakan  prasyarat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan menjadikan Indonesia menjadi negara maju namun rendah emisi. Industri dengan produk rendah karbon akan menjadi industri yang paling kompetitif.

“Indonesia dapat menerapkan pilar dekarbonisasi industri yaitu meningkatkan efisiensi energi, elektrifikasi kebutuhan energi, beralih ke bahan bakar rendah karbon seperti energi terbarukan, dan efisiensi pada penggunaan material. Masing-masing industri unik, sehingga perlu diantisipasi situasi dan konteks masing-masing saat menyusun peta jalan dan regulasi yang mendukung,” ujar Deon dalam sambutannya pada Lokakarya Diseminasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan yang diselenggarakan oleh IESR bekerja sama dengan LBNL dan didukung oleh ClimateWorks Foundation.

IESR dan Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL) memandang dekarbonisasi sektor industri dapat tercapai sebelum tahun 2060. Berdasarkan data IESR, dari total 17 entitas bisnis di lima sektor tersebut yang dianalisis, masing-masing perusahaan telah menetapkan target dekarbonisasi dengan porsi yang berbeda-beda, meskipun hanya industri bubur kertas dan kertas yang mempunyai target dekarbonisasi yang spesifik.

“Industri berkapasitas besar seperti semen, besi dan baja, tekstil, bubur kertas dan kertas (pulp and paper) dan amonia memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan dekarbonisasi. Memang masih ada tantangan dalam hal: konsumsi energi yang tinggi, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, pengelolaan limbah dan emisi GRK pada proses dan rantai nilai, tingginya biaya dan manfaat keekonomian dalam upaya dekarbonisasi. Selain itu, regulasi yang tersedia belum terlalu mengikat baik terhadap industri, industri lanjutan dan konsumen untuk mendorong dekarbonisasi industri,” jelas Farid Wijaya, Analis Senior IESR. 

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan juga kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu menetapkan regulasi yang kuat, memberikan dukungan dan insentif untuk industri, serta memastikan bahwa produsen, konsumen, dan pasar mendukung produksi rendah emisi yang dihasilkan dari dekarbonisasi industri.

Hongyou Lu, Peneliti Teknologi Lingkungan/Energi, LBNL menyampaikan Pemerintah Indonesia perlu segera mengembangkan strategi nasional yang berbeda-beda untuk tiap jenis sektor industri. Misalnya, untuk industri besi dan baja dapat memfokuskan penerapan electric arc furnace sebagai langkah elektrifikasi prosesnya untuk strategi jangka waktu pendek, melakukan efisiensi energi dan material.  Sementara, pada semen, strategi dekarbonisasi yang dapat dilakukan seperti meningkatkan penggunaan bahan pengganti material klinker (supplementary cementitious materials), menerapkan langkah-langkah efisiensi material dan efisiensi energi (jangka pendek), beralih ke sumber bahan bakar rendah emisi (jangka menengah-panjang). Tidak hanya itu, pemerintah perlu pula membuat strategi nasional untuk produksi energi hijau  seperti hidrogen dan amonia, teknologi lintas sektor seperti aplikasi pompa panas (heat pump), serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Storage, CCS) untuk sisa emisi yang tidak bisa dilakukan dekarbonisasi.

“Untuk melakukan berbagai strategi dekarbonisasi sektor industri ini, Pemerintah Indonesia perlu membangun perencanaan yang terkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pengembangan infrastruktur rendah karbon, seperti jaringan pipa, tempat penyimpanan, sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik, sehingga memungkinkan industri untuk mengakses energi terbarukan,” jelas Hongyou.

Lebih lanjut Hongyou Lu menambahkan dekarbonisasi industri menjadi hal yang tidak dapat dihindari, namun juga melibatkan banyak aspek. Dekarbonisasi industri akan berpotensi mengembangkan industri baru, menumbuhkan ekonomi lokal, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional. Hal ini perlu dilakukan agar produk industri Indonesia masih dapat memenuhi peraturan lingkungan hidup yang lebih ketat untuk barang impor dan mekanisme penetapan harga karbon yang telah efektif di beberapa negara tujuan ekspor, seperti Uni Eropa.