Transisi Energi Daerah sebagai Akselerasi Transisi Energi Nasional untuk Mengurangi Emisi Karbon

Jakarta, June 2023 – Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Peringatan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan. Namun, kondisi lingkungan saat ini menunjukkan situasi yang semakin memburuk. Hal ini terlihat dari meningkatnya suhu di Bumi yang berpotensi mempercepat perubahan iklim. Kenaikan suhu terutama disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Emisi karbon dioksida telah meningkat sekitar 1,3%  per tahun selama lima tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi tersebut, dan salah satu pendekatan kuncinya adalah mendorong transisi energi.

Bagaimana Transisi Energi Berkontribusi untuk Mengurangi Emisi Karbon Dioksida?

Transisi energi melibatkan peralihan dari penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas, ke pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, atau tenaga air. Dengan demikian, emisi karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca utama, dapat dikurangi secara signifikan. Saat ini, sekitar 73% emisi dihasilkan oleh sektor energi yang sangat bergantung pada energi fosil. Beralih ke energi terbarukan yang notabene tidak menghasilkan emisi karbon dapat memperbaiki lingkungan secara signifikan. Bahkan, mengadopsi energi terbarukan pada masa  transisi energi berpotensi mengurangi emisi karbondioksida hingga 75%. Selain itu, sebagai bagian dari transisi energi, sangat penting untuk membatalkan proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru (PLTU) dan secara proaktif menghentikan PLTU yang ada. Menerapkan langkah-langkah transisi energi ini dapat memainkan peran penting dalam mengurangi emisi karbon dioksida dan harus diprioritaskan.

Mengapa Upaya Transisi Energi Daerah Dapat Mempercepat Pencapaian Tujuan Transisi Energi?

Percepatan pengurangan emisi karbon memerlukan percepatan proses transisi energi. Salah satu pendekatan yang efektif adalah berfokus pada upaya transisi energi daerah. Prakarsa transisi energi di tingkat daerah dapat berkontribusi pada transisi energi nasional yang lebih aktif dan meluas. Penelitian yang dilakukan oleh Cowell pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tindakan transisi energi daerah yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat membentuk transisi energi nasional secara keseluruhan. Pemerintah daerah memiliki pengaruh untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan. Setiap wilayah memiliki sumber energi terbarukan yang unik dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memerlukan strategi pengelolaan yang disesuaikan. Pemerintah daerah dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan potensi kekuatan daerahnya, yang mengarah pada pengembangan kebijakan khusus yang mengatasi tantangan transisi energi terbarukan. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah ini dapat menarik bisnis dengan fokus pada energi terbarukan, sehingga mendorong kemajuan teknologi dan memfasilitasi implementasi proyek energi terbarukan di daerah tersebut. Melibatkan pemimpin lokal juga dapat meningkatkan dukungan dan kerja sama masyarakat untuk transisi energi.

Indonesia adalah salah satu negara yang aktif melakukan transisi energi daerah. Pemerintah daerah di Indonesia telah mulai merancang Rancangan Umum Energi Daerah (RUED), suatu kerangka kebijakan yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi daerah dan selanjutnya berkontribusi pada transisi energi nasional. RUED memastikan ketersediaan sumber energi terbarukan di tingkat daerah. Hingga 7 Juni 2023, 30 provinsi telah menetapkan RUED. Beberapa provinsi yang aktif mempromosikan transisi energi di daerahnya adalah Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah telah mengeluarkan surat edaran gubernur, serta berbagai inisiatif untuk meningkatkan transisi energi. Terlihat hingga triwulan ke-2 tahun 2022, Jawa Tengah telah memasang solar PV mencapai 22 MWp yang berperan dalam transisi energi nasional. Senada dengan itu, Pemprov Bali juga telah menerbitkan surat edaran untuk mendukung pemanfaatan energi terbarukan, seperti Peraturan Gubernur (Pergub) yakni Pergub No.15 Tahun 2019 dan Pergub No.48 Tahun 2019. Pemprov Bali juga berinisiatif mewujudkan netralitas karbon pada tahun 2045, lebih cepat dari target nasional. Inisiatif ini dikenal dengan Bali Net Zero Emission 2045.

Upaya transisi energi daerah ini diharapkan dapat mempercepat realisasi transisi energi nasional. Dengan mengakumulasi kemajuan yang dicapai di tingkat daerah, pelaksanaan transisi energi nasional dapat dipercepat dan dioptimalkan.

Penerjemah: Regina Felicia Larasati

Foto oleh Pete Alexopoulos di Unsplash

Kemenangan Indonesia 30 tahun Mendatang terhadap Krisis Iklim, Ditentukan Sekarang

Jakarta, 4 Desember 2021-“Semua orang sudah pakai panel surya, dan ada motor listrik juga. Terasa udaranya sangat segar sekali!” begitu ujar Kiara dalam Mimpi Kiara yang menggambarkan suasana Indonesia pada tahun 2050. Mimpi ini seharusnya menjadi mimpi masyarakat Indonesia pada umumnya, terkhusus para pembuat kebijakan yang setiap keputusannya akan menentukan perjalanan bangsa Indonesia. 

Wujud Indonesia pada 2050 sesuai dengan gambaran Kiara, tergantung dari strategi pemerintah Indonesia dalam menyiapkan dan memberikan bumi yang lebih baik bagi generasi masa depan. Langkah tersebut harus dimulai dari sekarang dengan melakukan transisi energi, beralih dari energi fosil ke energi terbarukan.

Presiden Jokowi dalam pengarahannya kepada Komisaris dan Direksi Pertamina dan PLN bahkan menegaskan bahwa transisi energi tidak dapat ditunda lagi. Jokowi dengan tegas meminta jajarannya untuk segera menyiapkan grand design transisi energi yang konkret, jelas, detail. Menurutnya, menyambut era transisi energi, semua sektor harus berubah dengan mengembangkan energi terbarukan dibanding fosil. Hal ini merupakan bagian dari gerakan dunia untuk mengatasi krisis iklim.

Krisis iklim menjadi momok menakutkan yang sudah bertahun-tahun menjadi musuh bersama. Perjuangan melawannya ditetapkan dalam jalur Perjanjian Paris pada 2015 yang disepakati oleh 197 negara. Masing-masing negara berusaha menekan emisinya serendah mungkin agar suhu bumi tidak melewati batas kenaikan lebih dari 1,5 derajat Celcius setelah zaman pra industri.

Hingga COP 26 di Glasgow berakhir pada 13 November 2021 lalu, sebanyak 137 negara sudah mempunyai target netral karbon pada 2050-2070. Indonesia sendiri menargetkan netral karbon pada 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional. Namun, upaya tersebut ternyata dirasa tidak cukup untuk membatasi suhu bumi. Hasil dari Climate Action Tracker bahkan menyebutkan bahwa dengan komitmen negara tersebut untuk mencapai netral karbon pada rentang waktu 2050-2070, bumi tetap akan memanas pada 2,5-2,7 derajat Celcius pada 2100.

Sayangnya, sebagai salah satu kontributor emisi terbesar di dunia, terutama di sektor kehutanan & lahan dan sektor energi, Indonesia belum menetapkan langkah yang ambisius dalam memerangi perubahan iklim. Meski mengambil komitmen positif untuk melakukan pensiun dini pada 9,2 GW PLTU batubara, menurut Institute for Essential Services Reform (IESR) setidaknya total 10,5 GW PLTU yang harus dipensiunkan sebelum 2030 untuk sejalur dengan Perjanjian Paris.

Di sinilah peran masyarakat Indonesia, termasuk kaum muda, untuk mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih berani dalam upaya mitigasi krisis iklimnya. IESR dalam proyek Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) bekerja sama dengan AIESEC UI pada Global Impact Conference yang dihadiri kaum pemuda lintas negara menggarisbawahi hal penting dan berdampak yang kaum pemuda dapat lakukan diantaranya ialah dengan membagikan informasi bahwa sektor energi menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua setelah kehutanan dan lahan. 

“Kesadaran akan dampak energi fosil yang merusak bumi, akan mendorong masyarakat untuk memiliki perilaku bertanggung jawab terhadap konsumsi energi, misalnya dengan melakukan penghematan energi,” ungkap Agus Tampubolon (berbaju biru), Proyek Manager CASE, IESR.

Tidak hanya itu, setiap masyarakat Indonesia juga memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas hidup anak-cucu dengan memilih pemimpin yang mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan pembangunan minim emisi dan pemanfaatan energi terbarukan secara massif, baik di tingkat regional maupun nasional

Agus menambahkan agar proses transisi energi berlangsung cepat dan sistematis, pemerintah daerah memainkan peranan kunci dalam menetapkan target pencapaian energi terbarukan yang tinggi pada Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Selain itu, pemerintah daerah juga harus, mempunyai pemetaan yang detail terhadap potensi teknis energi terbarukan yang terdapat di daerahnya, memiliki kemampuan untuk membangun jaringan, menyiapkan regulasi yang tepat untuk menarik lebih banyak investasi di energi terbarukan di daerahnya. Dengan demikian, Mimpi Kiara, mimpi kita dan mimpi generasi mendatang dapat menjadi kenyataan.