Kompas | Dekarbonisasi Jauh Panggang dari Api

Terhitung sejak 2019, suhu rata-rata global telah mengalami kenaikan 1,1 derajat celsius lebih panas dibandingkan dengan periode pra-industri tahun 1850-an. Kenaikan suhu di permukaan bumi merupakan indikasi dari kenaikan konsentrasi gas rumah kaca, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen monoksida (N2O), yang terjebak di atmosfer.

Baca selengkapnya di Kompas.

Penguatan Komitmen Pemerintah dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Jakarta, 15 Desember 2023 – Pemerintah Indonesia terus berbenah dalam hal penguatan komitmen mitigasi perubahan iklim. Sejak mulai gencar komitmen mitigasi iklim pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia terus melakukan tindak lanjut melalui berbagai penjajakan komitmen pendanaan dan pembuatan peta jalan dekarbonisasi di setiap sektor.

Nurcahyanto, Analis Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menuturkan dalam peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform bahwa salah satu upaya yang saat ini sedang dilakukan pemerintah melalui Kementerian ESDM adalah dengan melakukan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN). Diharapkan hasil revisi KEN akan lebih relevan dengan upaya Indonesia saat ini untuk melakukan dekarbonisasi secara menyeluruh utamanya pada sektor ketenagalistrikan.

“Revisi target (KEN) hanya sebuah cara dari angka namun dari sisi implementasi harus didukung regulasi dan perlu kita optimalkan. Misalnya dalam melakukan pensiun dini PLTU, perlu disiapkan peta jalan, serta konsolidasi dengan K/L terkait,” katanya.

Terbitnya Perpres 112/2022 menjadi salah satu dokumen pedoman dekarbonisasi Indonesia sektor ketenagalistrikan, dengan poin utama percepatan penghentian PLTU batubara.

August Axel Zacharie, Head of Energy Cooperation, Kedutaan Denmark mengungkapkan bahwa dalam konteks global, posisi Indonesia sebagai negara berkembang (emerging economies) menjadi daya tarik investasi tersendiri, namun Indonesia perlu menyiapkan ekosistem yang suportif. 

“Kebutuhan investasi untuk transisi energi yang mencapai kira-kira 1 triliun USD hingga 2050, harus dipandang bukan sekedar membangun infrastruktur namun dalam kebutuhan biaya ini terdapat aspek komunitas, transisi pekerjaan, kualitas hidup, dan aspek non-fisik lainnya,” tambah August. 

Masih terkait dengan kebutuhan investasi energi terbarukan yang tinggi, dan kewajiban pemerintah untuk menjamin ketahanan energi, Pemerintah Indonesia menggelontorkan subsidi energi. Namun kebijakan ini bukanlah kebijakan yang berkelanjutan.

Evita Herawati Legowo, Senior Fellow PYC, menyatakan bahwa perlu dipikirkan metode yang lebih tepat sasaran untuk pemberian subsidi energi ini. 

“Perlu keterlibatan seluruh pihak dalam hal ini, bukan hanya kolaborasi namun pembagian tugas yang jelas siapa melakukan apa, mulai dari industri, penelitian, energi, juga investor,” kata Evita.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melakukan dekarbonisasi menjadi suatu panduan mengikat. Disampaikan oleh Unggul Priyanto, Perekayasa Ahli Utama, BRIN utamanya setelah tahun 2060, seluruh sumber energi harus berasal dari sumber energi bersih.

“(Penggunaan-red) LNG, atau gas alam merupakan salah satu opsi selama transisi. Namun setelah 2060 mau nggak mau harus diganti dengan (sumber energi-red) yang benar-benar bersih,” katanya.

Kata Data | Tren Pembangunan Energi Terbarukan RI Melambat, Ancam Target NZE

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan tren pembangunan energi terbarukan cenderung melambat yakni hanya mencapai 0,97 Gigawatt (GW) dari target 3,4 GW pada kuartal keempat 2023. Jika tren ini berlanjut, Indonesia berpotensi tidak bisa mencapai puncak emisi karena dekarbonisasi sektor daya cenderung stagnan, sedangkan emisi sektor permintaan terus naik.

Baca selengkapnya di Kata Data.

Penggunaan Macam Moda Transportasi Indonesia Butuh Dorongan Kuat dari Pemerintah

Dekarbonisasi sektor transportasi Indonesia

Jakarta, 5 Desember 2023 – Sejak tahun 2021 sektor transportasi di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil emisi tertinggi, menggeser industri. Emisi sektor transportasi ini banyak diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar minyak yang menjadi sumber energi utama dari kendaraan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, dan rencana pembangunan, diprediksi emisi dari sektor transportasi akan terus meningkat. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim, dekarbonisasi sektor transportasi penting dilakukan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar Dissemination of Indonesia’s Transportation Decarbonization Roadmap, (5/12) menekankan bahwa untuk memastikan berbagai aksi mitigasi perubahan iklim selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement) maka target penurunan emisi harusnya dihitung bukan sekedar berdasarkan persentase namun juga memperhitungkan keselarasan dengan target Paris.

“IESR melakukan pemodelan untuk menemukan kebijakan, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia terutama di sektor transportasi,” kata Fabby.

Rancangan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini fokus pada dua skala, yaitu skala nasional dan regional (Jabodetabek).

Analis mobilitas berkelanjutan IESR, Rahmi Puspita Sari menambahkan bahwa penambahan kepemilikan kendaraan pribadi terutama sepeda motor telah menjadi salah satu faktor penyebab naiknya emisi dari sektor transportasi.

“Dengan berbagai jenis demand yang besar dan pemilihan moda masih pada private transport, hal ini berdampak pada emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi. Kebanyakan dari emisi GRK berasal dari angkutan penumpang (passenger) (73%), dan dilanjut oleh transportasi darat (27%),” kata Rahmi.

Fauzan Ahmad, anggota Tasrif Modeling Team, yang turut serta mengerjakan pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini memaparkan salah satu temuan utama dari simulasi ini yaitu dalam skema Avoid, Shift, Improve (ASI) yang sudah cukup umum dalam bidang pengelolaan transportasi, terdapat potensi pengurangan emisi hingga 18% dengan menghindari (avoid) adanya perjalanan dengan menerapkan sistem work from home (WFH).

“Sebenarnya hanya 8% dari total pekerja yang dapat melakukan work from home, dari potensi 8% ini saat ini baru sekitar 1% pekerja yang melakukan work from home. Jika potensi ini dimaksimalkan, kita dapat menekan lebih banyak emisi jumlah perjalanan yang dihindari,” kata Fauzan.

Fauzan juga menambahkan pemilihan untuk meninjau pola transportasi di Jabodetabek disebabkan Jabodetabek dinilai sebagai suatu kesatuan area yang saling berinteraksi. 

Arij Ashari Nur Iman, modeller dari Tasrif Modelling Team, menambahkan bahwa dengan kondisi sistem transportasi yang ada saat ini solusi paling efektif untuk dekarbonisasi sektor transportasi adalah dengan membagi beban penumpang kepada berbagai moda (moda share). 

“Kendaraan listrik akan berdampak besar pada tujuan pengurangan emisi namun memerlukan dua kondisi yang harus dicapai untuk berdampak pada skala nasional yaitu meningkatkan sales share kendaraan listrik dan membuat kerangka kebijakan yang mendukung discard rate kendaraan ICE. Pergeseran moda ke kendaraan umum akan menjadi solusi yang sustain dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya namun membutuhkan investasi besar di awal,” terang Arij.

Guru besar teknik sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Taufik Mulyono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih belum berani untuk membuat kebijakan (transportasi) yang mendorong adanya moda share

“Permasalahan moda share ini harus diatur oleh pemerintah dalam undang-undang, saat ini belum ada undang-undang. Kajian ini baik, karena saat moda share yang lebih advance dirasa sulit dilakukan, maka sama-sama masih transportasi jalan, namun dibagi (share) antar ruang,” katanya.

Agus juga mengingatkan tantangan implementasi jika rekomendasi kajian ini diadopsi dalam bentuk kebijakan atau peraturan.

Senada dengan Agus, Alloysius Joko Purwanto, Komisi Penelitian dan Pengembangan, Dewan Transportasi Kota Jakarta juga menyoroti penggunaan transportasi umum yang harusnya bisa lebih didorong lagi.

“Kebijakan saat ini ada yang berpotensi menimbulkan kontradiksi, seperti kebijakan insentif kendaraan listrik yang di satu sisi berpotensi untuk meningkatkan angka kepemilikan kendaraan pribadi dan berpotensi menambah kemacetan sebab angka discard rate kendaraan ICE masih rendah,” kata Joko.

Penggunaan bahan bakar nabati seperti biofuel juga dimasukkan dalam modeling  peta jalan dekarbonisasi transportasi ini. Edi Wibowo, Direktur Bioenergi, Kementerian ESDM, mengatakan bahwa hasil kajian ini secara garis besar sudah sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia yang secara umum akan menambahkan kapasitas energi terbarukan pada pembangkit listrik dan sektor-sektor lain pun akan mengikuti untuk transisi ke sistem yang lebih bersih seperti bahan bakar nabati.

“Kami (di kementerian ESDM) terus mengembangkan bahan bakar nabati, saat ini sedang uji terap Biodiesel B40 dan jika prosesnya lancar tahun 2026 akan mulai digunakan. Upaya pengembangan ini sebagai wujud dukungan nyata pada rencana transisi energi Indonesia,” kata Edi.

Gonggomtua E. Sitanggang, Direktur, ITDP Indonesia menekankan pentingnya komunikasi publik untuk membangkitkan kesadaran bagi masyarakat. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang cukup tentang pentingnya sistem transportasi rendah emisi, akan lebih mudah pula untuk melibatkan dan menggerakkan mereka untuk perlahan mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi.

“Selain itu, penting juga untuk melihat relasi pemerintah nasional dengan pemerintah daerah, yang perlu digaris bawahi adalah peraturan perundang-undangan kita yang berkaitan dengan otonomi daerah, dimana yang memiliki budget dan otoritas adalah pemerintah daerah, sementara transportasi belum menjadi salah satu KPI (key performance indicator) bagi pemimpin daerah. Akibatnya budget untuk sektor transportasi masih minim,” kata Gonggom.

Upaya Indonesia dalam Menghijaukan Industri Kimia

Jakarta, 21 November 2023 – Industri kimia dinilai termasuk salah satu industri yang banyak mengeluarkan emisi. Di Indonesia, berbagai industri, termasuk besi & baja, kertas, semen, dan tekstil saling berhubungan dengan industri kimia. Integrasi industri kimia di Indonesia, khususnya amonia, ke dalam industri pupuk berkontribusi terhadap posisi Indonesia sebagai produsen amonia terbesar kelima di dunia. Langkah-langkah proaktif yang dilakukan Indonesia untuk menghijaukan industri amonia akan berdampak signifikan terhadap lanskap amonia global.

Faricha Hidayati, koordinator proyek dekarbonisasi industri di Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar bertajuk “Penghijauan Industri Kimia: Perspektif dan Wawasan Internasional” menyoroti jumlah emisi yang dilepaskan untuk setiap ton amonia yang diproduksi.

“Untuk setiap ton amonia yang dihasilkan, rata-rata emisi langsungnya adalah 2,4 ton CO2. Ini dua kali lebih tinggi dari baja mentah dan empat kali lipat dari semen,” kata Faricha.

Mengingat besarnya jumlah emisi, industri amonia menyumbang 2% dari penggunaan energi global. Oleh karena itu, dekarbonisasi industri amonia menjadi sangat penting. Lebih lanjut Faricha menjelaskan, IESR saat ini mengusulkan empat pilar untuk melakukan dekarbonisasi industri amonia di Indonesia yaitu efisiensi material, efisiensi energi, pengembangan amonia hijau, dan pemanfaatan CCS dalam prosesnya.

Faricha menambahkan, ada peluang untuk mendorong dekarbonisasi industri amonia di Indonesia karena para pelaku industrinya sudah sadar akan emisi dan mau mencari cara untuk membatasi emisinya.

“Peluang lainnya adalah potensi besar Indonesia dalam proyek hidrogen hijau, ditambah dengan variabel energi terbarukan hingga 3.686 GW,” ujarnya.

Setelah menilai status quo saat ini, IESR mendesak pemerintah untuk menetapkan target penurunan emisi yang jelas untuk sektor industri. Meskipun saat ini Indonesia telah memiliki visi besar untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat, namun masih belum ada target dan peta jalan yang jelas bagi sektor industri dalam berkontribusi terhadap tujuan NZE.

Penerapan langkah-langkah efisiensi energi di industri amonia dianggap sebagai upaya yang mudah untuk melakukan dekarbonisasi sektor industri. Pendekatan ini memerlukan investasi awal dan adopsi teknologi yang paling sedikit, sembari terus mendorong implementasi strategi jangka panjang.

Saksikan webinar “Penghijauan Industri Kimia: Perspektif dan Wawasan Internasional” di sini.

Inventarisasi Aksi Perubahan Iklim di Asia Tenggara

Johor Bahru, 15 November 2023 – Dalam mencapai agenda transisi energi global, berbagai pihak kawasan Asia Tenggara mengambil langkah-langkah aksi iklim termasuk aktor non-negara. Partisipasi penuh makna dari aktor non-negara sangat penting dalam mencermati kebijakan yang sedang berjalan dan memberikan masukan untuk perbaikan di masa depan.

Inventarisasi menjadi kegiatan penting untuk melihat kemajuan mitigasi dan komitmen iklim saat ini. Hasil penilaian tersebut kemudian dapat digunakan untuk merancang rekomendasi kebijakan yang kuat. Aktor non-negara dapat memperkaya nuansa inventarisasi global dengan menyelaraskan aksi iklim dengan kepentingan komunitas global.

Wira Agung Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau di Institute for Essentials Services Reform (IESR) menyoroti hal-hal penting yang dapat diambil dari survei global pertama pada Asia Pacific Climate Week 2023 dalam sesi “Integrating the role of NSAs focused on the thematic areas–Adaptation, Finance, and Mitigation”. Ketidakseimbangan pertumbuhan emisi global dibandingkan dengan rencana mitigasi iklim membuat kebutuhan untuk bertransformasi secara sistematis menguat.

“Kita memerlukan ambisi iklim yang lebih besar yang diikuti dengan tindakan dan dukungan pada aksi mitigasi iklim di kawasan (Asia Tenggara-red),” katanya.

Wira menambahkan bahwa untuk mencapai emisi net-zero memerlukan transformasi sistematis di semua sektor, dan kita perlu memanfaatkan setiap peluang untuk mencapai output yang lebih tinggi. Sektor bisnis dan komersial merupakan aktor penting dalam mempercepat transisi energi karena mereka mengonsumsi energi dalam jumlah besar. Selain itu, beberapa industri (terutama yang terlibat dalam rantai pasok berskala multinasional), mempunyai kewajiban untuk menghijaukan proses bisnisnya.

“Apa yang dapat dilakukan pemerintah bagi dunia usaha (untuk mendekarbonisasi proses bisnis mereka) adalah menyediakan lingkungan yang mendukung jika mereka ingin beralih ke proses bisnis yang lebih berkelanjutan. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif dan disinsentif berdasarkan pilihan sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan dunia usaha,” tutup Wira.

Jingjing Gao, dari UNEP Copenhagen Climate Centre, menambahkan bahwa inisiatif yang dipimpin oleh sektor swasta patut diperhatikan dan diapresiasi. Namun saat ini, masih terdapat kesenjangan dalam penggabungan data secara keseluruhan dari sektor swasta.

Pesan untuk Para Pemimpin Negara Jelang COP 28

Jakarta, 3 November 2023 – Pertemuan para Pihak untuk Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP 28) akan segera diselenggarakan di Dubai, Uni Arab Emirate. Salah satu agenda pertemuan tahunan ini adalah untuk melihat perkembangan aksi berbagai negara untuk menangani krisis iklim. Dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) hari Jumat 3 November 2023, Marlistya Citraningrum, Program Manajer Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR), menjelaskan bahwa menyongsong pertemuan tahunan para pemimpin dunia ini, Pemerintah Indonesia baru saja merilis dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan) dan berencana untuk mengumumkan dokumen resmi ini pada COP 28.

“Dalam dokumen ini, secara esensi cukup mengecewakan karena meski menjanjikan proyek-proyek energi terbarukan, namun masih sangat fokus pada energi terbarukan berskala besar (base-load renewables) seperti hidro (PLTA) dan geotermal (PLTP). Energi terbarukan yang bersifat Variable Renewable Energy (VRE) seperti surya dan angin dianggap sebagai proyek berisiko tinggi,” jelas Citra.

Selain keberpihakan pada VRE yang kurang, Citra juga menyoroti rendahnya komitmen untuk pensiun dini PLTU batubara. Dalam dokumen CIPP yang saat ini sedang dalam proses konsultasi publik, negara-negara IPG hanya bersedia memfasilitasi pensiun dini PLTU sebesar 1,7 GW. Dalam draf dokumen tahun lalu, Amerika Serikat dan Jepang awalnya bersedia untuk membiayai 5GW pensiun dini PLTU batubara.

“Padahal untuk mencapai target net zero emission Indonesia butuh mempensiunkan sekitar 8 GW PLTU batubara,” tegas Citra.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, menyetujui pentingnya kenaikan komitmen dan aksi iklim bukan semata-mata sebagai aksi iklim namun juga sebagai bagian dari pembangunan.

“Dalam draf RPJPN yang saat ini sedang digarap, kami menargetkan target pengurangan emisi kita naik ke 55,5% pada tahun 2030 dan 2045% pada tahun 2045 sebesar 80%. Hal ini menjadi keharusan untuk meningkatkan target dan ambisi iklimnya,” kata Medril.

Kita Tidak Punya Pilihan, Kita Harus Mencapai Netralitas Karbon

Jakarta, 25 Oktober 2023 – Industri merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan sektor terbesar yang mendorong kemajuan teknologi. Aktivitas ekonomi dari sektor industri telah mentransformasi perekonomian global. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi yang luar biasa ini harus dibayar dengan tingginya emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.

Untuk sementara waktu, masyarakat mencoba mencari cara untuk meminimalkan emisi GRK dari proses industri. Upaya ini akan menjadi langkah berarti dalam upaya mencapai emisi nol bersih di abad ini sebagaimana diamanatkan oleh Perjanjian Paris.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) pada acara Workshop “Diseminasi Peta Jalan dan Rekomendasi Kebijakan Dekarbonisasi Industri Indonesia” pada Rabu 25 Oktober 2023 mengatakan, IESR saat ini sedang menjajaki lima industri besar yakni semen, pulp & kertas, baja, tekstil, dan amonia serta mengembangkan peta jalan dekarbonisasi.

“Kami berada pada tahap awal dekarbonisasi sektor industri, dan kami memerlukan lebih banyak kolaborasi antar pemangku kepentingan karena begitu banyak pemangku kepentingan yang terlibat di sektor industri,” kata Deon.

Farid Wijaya, analis senior di IESR kemudian menjelaskan bahwa Indonesia telah memulai kerangka kebijakan industri hijau namun masih memerlukan lebih banyak perbaikan agar lebih kuat dan kontekstual.

“Lima industri yang kami incar memiliki motivasi tinggi untuk melakukan dekarbonisasi proses bisnisnya, namun saat ini masih terdapat tantangan seperti biaya dan kerangka kebijakan yang masih perlu diperbaiki,” jelas Farid.

Menyadari bahwa proses industri membutuhkan energi dari listrik dalam jumlah besar, untuk melakukan dekarbonisasi sektor industri, maka dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan juga merupakan suatu keharusan.

“(Ketersediaan) kebijakan yang mendukung industri untuk mendapatkan pasokan listrik dari sumber energi terbarukan atau mengembangkan/memasang sendiri listrik terbarukan sangatlah penting,” kata Hongyou Lu, Peneliti Teknologi Energi dan Lingkungan, LBNL.

Lu menambahkan bahwa dekarbonisasi industri tidak bisa dihindari, namun memiliki banyak aspek dan berpotensi menumbuhkan perekonomian lokal, mengurangi polusi udara, dan membuat komoditas lebih kompetitif dalam perdagangan global.

Stephane de la Rue du Can, peneliti Kebijakan Energi – Lingkungan, LBNL kemudian menambahkan bahwa harus ada paket reformasi kebijakan yang lengkap untuk dekarbonisasi sektor industri, termasuk (1) target dan perencanaan pengurangan GRK industri, (2) inovasi, (3) elektrifikasi dan peralihan bahan bakar, (4) efisiensi energi, (5) efisiensi material dan ekonomi sirkular, dan (6) tenaga kerja dan komunitas lokal.

Endra Dedy Tamtama, Koordinator Pemantauan Konservasi Energi, Kementerian ESDM menyampaikan bahwa saat ini praktik efisiensi energi yang dilakukan oleh beberapa industri masih yang bersifat tanpa biaya atau berbiaya rendah. Hal-hal terkait revitalisasi alat yang memerlukan modal besar belum dilakukan.

“Karena saat ini tidak ada insentif fiskal yang diberikan kepada industri setelah menggunakan infrastruktur hemat energi, maka perubahan apa pun yang memerlukan biaya besar, meskipun akan lebih menghemat energi, belum sepenuhnya terlaksana”

Muhammad Akhsin Muflikhun, Pakar Teknologi PSE UGM, menekankan pentingnya kesiapan teknologi untuk mendukung dekarbonisasi industri seperti pemanfaatan hidrogen.

“Hidrogen telah menjadi fokus kami dalam teknologi penyimpanan energi. Kami mencoba membandingkan penyimpanan hidrogen vs baterai, sejauh ini masih terdapat kesenjangan efisiensi energi yang sangat besar setelah disimpan dalam baterai dibandingkan ketika disimpan dalam sistem penyimpanan hidrogen,” ujarnya.

Sri Gadis Pari Bekti, Tenaga Ahli Fungsional Madya, Kementerian Perindustrian sepakat bahwa teknologi akan menjadi game changer selama dekarbonisasi industri. Teknologi baru seperti CCS dan CCUS, serta hidrogen diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi di industri.

“Sebagai bagian dari dukungan kami kepada industri, kami memfasilitasi sertifikasi bagi industri. Sampai batas tertentu, pemerintah dapat membantu proses peningkatan kapasitas dan sertifikasi,” kata Bekti.

Untuk memperlancar dekarbonisasi industri, ketersediaan pembiayaan ramah lingkungan sangatlah penting.

PT PLN selaku pemasok listrik utama di Indonesia melalui Manajer Bioenergi-nya Yudas Agung Santoso mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan pemetaan kebutuhan energi khususnya dari industri karena dalam waktu dekat akan datang beberapa industri besar seperti smelter nikel.

“Bagi industri (dan yang membutuhkan) saat ini kami memiliki program Renewable Energy Certificate (REC), dimana kami mendedikasikan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan untuk menyuplai mereka yang berlangganan sertifikat sehingga bisa mendapatkan listrik ramah lingkungan,” ujarnya.

Nan Zhou, peneliti Senior Kebijakan Lingkungan – Energi, LBNL, dalam sambutan penutupnya menyoroti pentingnya Indonesia mengambil pembelajaran dari negara lain yang mulai melakukan dekarbonisasi industrinya.

“Kita tidak punya pilihan lain, kita harus mencapai netralitas karbon. Jadi, kita harus mengambil tindakan apa pun untuk mewujudkannya,” kata Zhou.