Transformasi Ekonomi akan Mitigasi Dampak Transisi Energi di Daerah Penghasil Batubara

press release

Jakarta, 1 September 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga think tank  terkemuka di bidang energi dan lingkungan yang  berbasis di Jakarta, Indonesia, merilis laporan mengenai potensi dampak transisi energi terhadap daerah penghasil batubara di Indonesia. Laporan berjudul Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim ini menemukan bahwa diversifikasi dan transformasi ekonomi harus segera direncanakan untuk  mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari penurunan industri batubara seiring dengan rencana pengakhiran operasi PLTU dan meningkatnya komitmen transisi energi dan mitigasi emisi dari  negara-negara yang jadi tujuan ekspor batubara selama ini.

IESR merekomendasi  pemerintah pusat dan daerah untuk menyadari potensi dampak transisi energi pada ekonomi dan pembangunan daerah-daerah penghasil batubara  dan mulai merencanakan transformasi ekonomi secepatnya di daerah penghasil batubara tersebut. 

Studi ini  mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, merekomendasikan untuk memanfaatkan Dana Bagi Hasil (DBH) batubara dan  program corporate social responsibility (CSR) untuk merencanakan dan mendukung proses transformasi ekonomi,  serta perluasan akses dan partisipasi publik untuk transisi yang berkeadilan.  DBH batubara menyumbang 20% dari total anggaran pendapatan pemerintah Muara Enim pada tahun 2023, dan 27% dari total pendapatan pemerintah Paser pada tahun 2013-2020.

“Perencanaan transformasi ekonomi pasca tambang batubara perlu mengedepankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih banyak memberikan multiplier effect (efek berganda) ke masyarakat lokal. Selain itu, perlu diperhatikan juga dampak potensi penurunan produksi batubara pada sektor ekonomi informal yang selama ini tidak terekam dalam analisis ekonomi makro,” jelas Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.

Kajian ini juga menemukan meski industri pertambangan batubara rata-rata  menyumbang 50% dan 70% terhadap PDRB selama sepuluh tahun terakhir di Muara Enim dan Paser, tapi nilai ekonomi yang besar tersebut tidak berkontribusi signifikan pada pendapatan pekerja industri batubara. Sebanyak 78% dari nilai tambah menjadi surplus perusahaan, dan  hanya sekitar 20% dari nilai tambah dialokasikan untuk pekerja.

“Selain itu, industri pertambangan batubara menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak sedikit pada masyarakat di sekitarnya, misalnya degradasi kualitas udara dan air, perubahan sumber penghidupan masyarakat, ketimpangan ekonomi, serta meningkatnya konsumerisme dan pencari rente,” ungkap Julius Christian, periset utama kajian ini, yang juga adalah Manajer Riset IESR.

Menurutnya, karena perbedaan kepentingan, pengetahuan, dan akses informasi, masing-masing pihak di daerah menyikapi tren transisi energi ini dengan perspektif yang beragam. Perusahaan batubara, misalnya, lebih menyadari risiko transisi energi terhadap bisnis mereka dibandingkan pemerintah dan masyarakat awam. 

Baik perusahaan maupun pemerintah daerah mulai melakukan berbagai inisiatif transformasi ekonomi. Akan tetapi, masyarakat lokal justru lebih skeptikal terhadap potensi penurunan batubara karena mereka melihat peningkatan produksi beberapa waktu belakangan,” kata Martha Jesica, Analis Sosial dan Ekonomi, IESR.

Namun, menurutnya, perubahan perspektif juga tengah berlangsung di masyarakat dan perusahaan industri batubara. Masyarakat mulai memiliki visi untuk diversifikasi ekonomi dan perusahaan batubara mulai mengembangkan bisnis di bidang lain. Ia berharap pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dapat mendorong kesadaran yang lebih luas dan menginisiasi perubahan struktural terhadap upaya transformasi ekonomi.

IESR dalam laporan Just Transition in Indonesia’s Coal Producing Regions, Case Studies Paser and Muara Enim merekomendasikan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di daerah penghasil batubara memerlukan: pertama, perencanaan diversifikasi dan transformasi ekonomi yang menyeluruh dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat. Kedua, menggunakan dana DBH dan program CSR untuk membiayai proses transformasi ekonomi yang mampu menarik lebih banyak investasi ke sektor ekonomi berkelanjutan. Ketiga, memperluas akses terhadap pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang berdaya saing di sektor yang berkelanjutan serta meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat. Keempat, meningkatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat, terutama kelompok rentan, dalam perencanaan dan pembangunan daerahnya. 

“Semua hal terkait dengan transisi di daerah penghasil batubara ini perlu masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah pusat maupun provinsi masing-masing untuk memberikan dukungan dan arahan yang jelas bagi pemerintah daerah,” kata Ilham Surya, Analis Kebijakan Lingkungan, IESR.

Peluncuran Studi Transisi Berkeadilan di daerah Penghasil Batu Bara di Indonesia: Studi Kasus Kab. Muara Enim dan Kab. Paser

Latar Belakang

Batubara merupakan komoditas yang penting bagi Indonesia, sebagai  pengguna dan salah satu produsen terbesar di dunia. Di tahun 2022, Indonesia menempati peringkat ketiga negara penghasil batubara terbesar di dunia setelah India dan China. Indonesia juga menjadi salah satu negara eksportir batubara terbesar di dunia dengan total ekspor sebesar 360.28 juta ton, naik 4.29% dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah Indonesia masih menargetkan produksi batubara yang lebih tinggi di tahun 2023. Batubara berperan penting pada ekonomi nasional dimana pada tahun 2022, sektor industri batubara menyubang sekitar 3.6% dari PDB nasional, 11.4% dari total nilai ekspor, 1.8% pendapatan negara nasional, dan 0.2% lapangan kerja.

Di sisi lain, permintaan batubara diperkirakan akan menurun dipengaruhi oleh tren transisi energi menuju energi terbarukan dan komitmen Perjanjian Paris untuk mencegah kenaikan suhu di bawah 1.5°C. IESR (2022) memperkirakan total permintaan batubara Indonesia, baik domestik dan ekspor, akan menurun sekitar 10% setelah 2030 dengan komitmen Indonesia saat ini. Selain itu, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Perpres No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Pembangkit Tenaga Listrik yang secara eksplisit menetapkan pelarangan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara mulai tahun 2030. Komitmen nasional ini juga mendapatkan dukungan dengan penandatanganan perjanjian kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) antara Indonesia dengan International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net-Zero (GFANZ) yang memobilisasi pendanaan sebesar 20 miliar USD untuk mencapai transisi energi bersih berkeadilan, termasuk untuk mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga batubara .

Indonesia  memiliki cadangan batubara sebesar 33.37 miliar ton yang tersebar di beberapa provinsi seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan di beberapa daerah lainnya. Daerah-daerah tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan yang dihasilkan oleh sektor industri batubara, akan tetapi juga kerugian yang ditimbulkan olehnya. Studi Redefining Future Jobs yang dilakukan IESR pada tahun 2022 menunjukkan keuntungan yang didapatkan oleh daerah penghasil batubara tidak sebanding dengan kerugian yang dirasakan masyarakat yang berada di daerah tersebut. Terlebih lagi, terdapat banyak ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat di daerah sekitar, seperti dampak ekonomi yang tidak merata, degradasi lahan, dan risiko kesehatan. Ketidakadilan-ketidakadilan ini sebaiknya sudah menjadi fokus pemerintah dalam perencanaan transisi energi yang akan dilakukan kedepannya.

IESR telah melakukan studi terkait dampak industri batu bara di daerah penghasil batubara di Indonesia dengan mengambil lokus di dua kabupaten penghasil batubara utama di Indonesia, yaitu Muara Enim dan Paser. Studi ini menemukan bentuk-bentuk ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi penambangan batubara dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Beberapa temuan ketidakadilan di lokasi penghasil batubara seperti ketimpangan pendapatan antara penduduk dan pekerja dengan pemilik modal, hilangnya kepemilikan aset masyarakat lokal, dan turunnya kualitas hidup di sekitar tambang batubara. Hal-hal ini memerlukan penyelesaian yang komprehensif sehingga dapat mengurangi dampak dari ketidakadilan tersebut, serta menjadi peluang untuk menciptakan dampak-dampak positif bagi masyarakat dalam transisi energi yang berkeadilan. Oleh karena itu, dengan mengatasi ketidakadilan-ketidakadilan tersebut, pemerintah dapat memastikan proses transisi berjalan secara adil bagi semua pihak. Dengan adanya komitmen pemerintah Indonesia menuju transisi energi yang lebih hijau, diperlukan adanya perencanaan pembangunan yang komprehensif untuk menghadapi proses transisi yang lebih inklusif dan partisipatif, khususnya di masing-masing daerah penghasil batubara di Indonesia.

Oleh karena itu, IESR  bermaksud melaksanakan acara peluncuran hasil studi Transisi Energi Berkeadilan di daerah Penghasil Batubara di Indonesia bersama dengan pemerintah nasional serta berbagai pakar dari kalangan akademisi, civil society organizations, dan organisasi internasional untuk berdialog mengenai dampak industri batubara dan persiapan menuju transisi energi yang berkeadilan di Indonesia.

Tujuan

Kegiatan peluncuran hasil studi memiliki beberapa tujuan:

  1. Menyampaikan temuan hasil studi Transisi Energi Berkeadilan di daerah Penghasil Batubara’ yang dilakukan oleh IESR kepada publik;
  2. Memperoleh masukan terhadap hasil studi ‘Transisi Energi Berkeadilan di daerah Penghasil Batubara’ yang dapat menjadi rekomendasi praktis bagi pihak-pihak terkait;
  3. Mengumpulkan masukan dan rekomendasi dari berbagai pihak terkait transisi energi berkeadilan dan pemetaan sektor ekonomi potensial di wilayah-wilayah penghasil batubara;

Meningkatkan pemahaman melalui rekomendasi-rekomendasi praktis kepada pemangku kebijakan kunci untuk mendukung pencapaian transisi energi yang berkeadilan di daerah-daerah penghasil batubara di Indonesia