Dua Kelompok Masyarakat Bangun Usaha Berbasis Keberlanjutan

Cirebon, 26 Januari 2024 – Pada hari keempat, tim Jelajah Energi Jawa Barat melanjutkan perjalanan menuju Cirebon. Tepatnya di Kesunean Selatan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk. Di sana, rombongan bergerak menuju bibir pantai untuk menanam mangrove. Kesunean Selatan memiliki satu permasalahan yakni fenomena tanah timbul. Tanah timbul ini muncul akibat penimbunan sampah di bibir pantai yang dipadatkan hingga membentuk daratan baru.

Kebiasaan warga ini mengancam satu ekosistem mangrove yang berfungsi untuk menahan abrasi laut. Selama kurang lebih satu tahun, sekelompok masyarakat Kesunean berinisiatif membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk merawat kawasan mangrove yang terletak di wilayahnya.

Rombongan Jelajah Energi Jawa Barat mengunjungi kawasan mangrove Kesunean ini untuk ikut menanam mangrove sebagai upaya restorasi hutan mangrove.

Pepep Nurhadi, Ketua RW 09 Kesunean Selatan, sekaligus ketua Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Kesunean Selatan, mengatakan keberadaan mangrove di Kesunean Selatan berperan penting dalam mencegah banjir dan abrasi serta menjaga ekosistem pesisir.

“Untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung kami dalam upaya penanaman mangrove ini. Kami berharap daerah kami ini kedepannya dapat menjadi daerah ekowisata sehingga dapat lebih bermanfaat untuk warga sekitar,” katanya.

 

Koperasi Karya Nugraha Jaya Rintis Sustainable Dairy Farm

Masyarakat dan komunitas terus mencari cara untuk menggunakan teknologi energi terbarukan. Dalam lanskap usaha mikro dan koperasi, kelompok masyarakat seperti Koperasi Produsen Karya Nugraha Jaya berusaha agar proses operasional peternakan dapat menjadi bersih dan berkelanjutan (clean and sustainable). 

Koperasi Karya Nugraha Jaya adalah koperasi peternakan sapi perah yang terletak di Desa Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, berdiri sejak tahun 2004 dan memiliki sekitar 4000 ekor sapi dengan jumlah anggota koperasi 100 peternak. Koperasi ini tergerak untuk menyelenggarakan peternakan yang bersih dan berkelanjutan.

Iding Karnadi, Ketua Koperasi Karya Nugraha Jaya, menyampaikan bahwa hal pertama yang diinisiasi adalah pemasangan reaktor biogas untuk mengolah limbah kotoran sapi. 

“Awalnya kan kotoran sapi perah ini menjadi permasalahan lingkungan, selain kotor juga bau. Akhirnya kami berkolaborasi dengan ITB untuk membuat instalasi biogas ini,” katanya.

Instalasi biogas akhirnya terpasang dengan kapasitas produksi sebesar 100 m3 gas per hari. Gas yang dihasilkan ini digunakan untuk kebutuhan listrik pemanas air di peternakan. Tidak berhenti di situ, Koperasi Karya Nugraha Jaya juga memasang instalasi panel surya secara hybrid pada peternakan dan pabrik pakan sebesar 56 kWp. 

“Untuk pabrik pakan, kami saat ini sepenuhnya menggunakan listrik dari PLTS sebesar 40 kWp, tidak lagi menggunakan listrik dari PLN,” kata Iding.

Iding lantas melanjutkan pihaknya terus melihat peluang-peluang lain untuk membuat koperasi peternakannya semakin maju dan semakin banyak mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Seperti saat ini pihaknya tengah bekerjasama dengan ITB untuk pengolahan air limbah peternakan. Ke depannya, pengelola koperasi ini bercita-cita supaya lokasi koperasi ini menjadi objek wisata edukasi tentang Sustainable Dairy Farm.

Mangrove untuk Masyarakat

Cirebon, 26 Januari 2024 – Kesunean Selatan merupakan salah satu daerah pesisir di wilayah Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Terletak di pesisir pantai, wilayah Kesunean Selatan ini mengalami ancaman berupa abrasi atau banjir rob. Menyadari hal tersebut, warga mulai menanam mangrove untuk menghalau abrasi tersebut. 

Kebutuhan untuk mempertahankan mangrove ini kurang berjalan mulus mengingat ada kebiasaan masyarakat setempat untuk menimbun sampah dan menjadikannya tanah timbul.  Tanah timbul adalah sebuah fenomena di mana warga dengan sengaja mengumpulkan sampah, kemudian menumpuk dan menimbunnya di pesisir hingga menjadi padat dan membentuk daratan baru untuk digunakan sebagai area bermukim.

Mengingat lokasinya yang ada di pesisir pantai, sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) mangrove RW 09 Kesunean Selatan melakukan berbagai upaya termasuk mengedukasi warga sekitar untuk tidak menimbun sampah dan membuat tanah timbul lagi di area sekitar hutan mangrove. Meskipun kesadaran masyarakat mulai terbangun dengan tidak lagi menimbun sampah, namun masih ada warga masyarakat yang menebang pohon mangrove untuk kayu bakar, dan menginjak pohon mangrove yang kecil saat akan melaut. 

Pepep Nurhadi, Ketua RW 09 Kesunean Selatan sekaligus pengurus Pokja Mangrove Kesunean berharap bahwa hutan mangrove Kesunean Selatan ini dapat bertahan bahkan berkembang.

“Kami berharap mangrove ini dapat berkembang menjadi semacam ekowisata sehingga masyarakat sekitar dapat secara langsung mendapat manfaatnya secara sosial ekonomi,” kata Pepep.

Untuk itu, pihak Pokja Mangrove Kesunean Selatan membuka diri pada kolaborasi dan asistensi dari berbagai pihak. Sejak tahun 2023, Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui komunitas Generasi Energi Bersih (GEB) melakukan observasi dan asesmen kolaborasi yang dapat dilakukan bersama warga Kesunean Selatan.

Setelah berdiskusi dengan masyarakat setempat, terdapat beberapa hal yang berhasil diidentifikasi yaitu penanaman bibit mangrove dan perawatannya, pembuatan mangrove track (semacam jembatan) supaya nelayan yang akan melaut tidak lagi menginjak bibit-bibit mangrove, juga peningkatan kapasitas warga sekitar melalui pelatihan batik ecoprint dengan pewarna alami utamanya mangrove. 

Untuk mengajak keterlibatan lebih banyak orang, Generasi Energi Bersih membuka donasi untuk pengembangan kawasan mangrove Kesunean Selatan supaya menjadi kawasan ekowisata melalui laman berikut ini.

Kompas | Dekarbonisasi Jauh Panggang dari Api

Terhitung sejak 2019, suhu rata-rata global telah mengalami kenaikan 1,1 derajat celsius lebih panas dibandingkan dengan periode pra-industri tahun 1850-an. Kenaikan suhu di permukaan bumi merupakan indikasi dari kenaikan konsentrasi gas rumah kaca, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen monoksida (N2O), yang terjebak di atmosfer.

Baca selengkapnya di Kompas.

Penggunaan Macam Moda Transportasi Indonesia Butuh Dorongan Kuat dari Pemerintah

Dekarbonisasi sektor transportasi Indonesia

Jakarta, 5 Desember 2023 – Sejak tahun 2021 sektor transportasi di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil emisi tertinggi, menggeser industri. Emisi sektor transportasi ini banyak diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar minyak yang menjadi sumber energi utama dari kendaraan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, dan rencana pembangunan, diprediksi emisi dari sektor transportasi akan terus meningkat. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim, dekarbonisasi sektor transportasi penting dilakukan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar Dissemination of Indonesia’s Transportation Decarbonization Roadmap, (5/12) menekankan bahwa untuk memastikan berbagai aksi mitigasi perubahan iklim selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement) maka target penurunan emisi harusnya dihitung bukan sekedar berdasarkan persentase namun juga memperhitungkan keselarasan dengan target Paris.

“IESR melakukan pemodelan untuk menemukan kebijakan, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia terutama di sektor transportasi,” kata Fabby.

Rancangan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini fokus pada dua skala, yaitu skala nasional dan regional (Jabodetabek).

Analis mobilitas berkelanjutan IESR, Rahmi Puspita Sari menambahkan bahwa penambahan kepemilikan kendaraan pribadi terutama sepeda motor telah menjadi salah satu faktor penyebab naiknya emisi dari sektor transportasi.

“Dengan berbagai jenis demand yang besar dan pemilihan moda masih pada private transport, hal ini berdampak pada emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi. Kebanyakan dari emisi GRK berasal dari angkutan penumpang (passenger) (73%), dan dilanjut oleh transportasi darat (27%),” kata Rahmi.

Fauzan Ahmad, anggota Tasrif Modeling Team, yang turut serta mengerjakan pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini memaparkan salah satu temuan utama dari simulasi ini yaitu dalam skema Avoid, Shift, Improve (ASI) yang sudah cukup umum dalam bidang pengelolaan transportasi, terdapat potensi pengurangan emisi hingga 18% dengan menghindari (avoid) adanya perjalanan dengan menerapkan sistem work from home (WFH).

“Sebenarnya hanya 8% dari total pekerja yang dapat melakukan work from home, dari potensi 8% ini saat ini baru sekitar 1% pekerja yang melakukan work from home. Jika potensi ini dimaksimalkan, kita dapat menekan lebih banyak emisi jumlah perjalanan yang dihindari,” kata Fauzan.

Fauzan juga menambahkan pemilihan untuk meninjau pola transportasi di Jabodetabek disebabkan Jabodetabek dinilai sebagai suatu kesatuan area yang saling berinteraksi. 

Arij Ashari Nur Iman, modeller dari Tasrif Modelling Team, menambahkan bahwa dengan kondisi sistem transportasi yang ada saat ini solusi paling efektif untuk dekarbonisasi sektor transportasi adalah dengan membagi beban penumpang kepada berbagai moda (moda share). 

“Kendaraan listrik akan berdampak besar pada tujuan pengurangan emisi namun memerlukan dua kondisi yang harus dicapai untuk berdampak pada skala nasional yaitu meningkatkan sales share kendaraan listrik dan membuat kerangka kebijakan yang mendukung discard rate kendaraan ICE. Pergeseran moda ke kendaraan umum akan menjadi solusi yang sustain dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya namun membutuhkan investasi besar di awal,” terang Arij.

Guru besar teknik sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Taufik Mulyono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih belum berani untuk membuat kebijakan (transportasi) yang mendorong adanya moda share

“Permasalahan moda share ini harus diatur oleh pemerintah dalam undang-undang, saat ini belum ada undang-undang. Kajian ini baik, karena saat moda share yang lebih advance dirasa sulit dilakukan, maka sama-sama masih transportasi jalan, namun dibagi (share) antar ruang,” katanya.

Agus juga mengingatkan tantangan implementasi jika rekomendasi kajian ini diadopsi dalam bentuk kebijakan atau peraturan.

Senada dengan Agus, Alloysius Joko Purwanto, Komisi Penelitian dan Pengembangan, Dewan Transportasi Kota Jakarta juga menyoroti penggunaan transportasi umum yang harusnya bisa lebih didorong lagi.

“Kebijakan saat ini ada yang berpotensi menimbulkan kontradiksi, seperti kebijakan insentif kendaraan listrik yang di satu sisi berpotensi untuk meningkatkan angka kepemilikan kendaraan pribadi dan berpotensi menambah kemacetan sebab angka discard rate kendaraan ICE masih rendah,” kata Joko.

Penggunaan bahan bakar nabati seperti biofuel juga dimasukkan dalam modeling  peta jalan dekarbonisasi transportasi ini. Edi Wibowo, Direktur Bioenergi, Kementerian ESDM, mengatakan bahwa hasil kajian ini secara garis besar sudah sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia yang secara umum akan menambahkan kapasitas energi terbarukan pada pembangkit listrik dan sektor-sektor lain pun akan mengikuti untuk transisi ke sistem yang lebih bersih seperti bahan bakar nabati.

“Kami (di kementerian ESDM) terus mengembangkan bahan bakar nabati, saat ini sedang uji terap Biodiesel B40 dan jika prosesnya lancar tahun 2026 akan mulai digunakan. Upaya pengembangan ini sebagai wujud dukungan nyata pada rencana transisi energi Indonesia,” kata Edi.

Gonggomtua E. Sitanggang, Direktur, ITDP Indonesia menekankan pentingnya komunikasi publik untuk membangkitkan kesadaran bagi masyarakat. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang cukup tentang pentingnya sistem transportasi rendah emisi, akan lebih mudah pula untuk melibatkan dan menggerakkan mereka untuk perlahan mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi.

“Selain itu, penting juga untuk melihat relasi pemerintah nasional dengan pemerintah daerah, yang perlu digaris bawahi adalah peraturan perundang-undangan kita yang berkaitan dengan otonomi daerah, dimana yang memiliki budget dan otoritas adalah pemerintah daerah, sementara transportasi belum menjadi salah satu KPI (key performance indicator) bagi pemimpin daerah. Akibatnya budget untuk sektor transportasi masih minim,” kata Gonggom.

Peta Jalan Kebijakan Transportasi Rendah Emisi di Tingkat Nasional dan Regional

press release

Jakarta, 5 Desember 2023 – Penurunan emisi yang signifikan di sektor transportasi merupakan strategi untuk mencapai nir emisi pada 2050  sesuai Persetujuan Paris, atau mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 sesuai target Pemerintah Indonesia. Peta jalan dekarbonisasi transportasi yang komprehensif menjadi langkah penting untuk menerjemahkan komitmen pemerintah ke dalam strategi yang dapat diimplementasikan.

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengembangkan peta jalan kebijakan dekarbonisasi sektor transportasi di tingkat nasional dan regional (Jabodetabek). Berdasarkan data IESR, sektor transportasi, terutama transportasi darat, bertanggung jawab terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Pergerakan penumpang transportasi darat menyumbang emisi sebesar 73% atau sebesar 110 mtCO2e dari total emisi transportasi pada 2022.

“Indonesia telah memutakhirkan target penurunan emisinya pada Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Namun, penurunan emisi bukan hanya berdasarkan persentase saja, harus selaras dengan Persetujuan Paris. Untuk itu, IESR melakukan pemodelan peta jalan peluang dekarbonisasi sektor transportasi dengan struktur model nasional dan regional Jabodetabek. Pemodelan ini bertujuan untuk menemukan langkah optimal yang dapat dilakukan dalam peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. 

Rahmi Puspita Sari, Analis Mobilitas Berkelanjutan IESR, memaparkan secara nasional, pertumbuhan kendaraan pada 2021 telah melebihi laju pertumbuhan populasi penduduk. Di tingkat nasional, sepeda motor mendominasi total jumlah kendaraan teregistrasi sekitar 84,54% per tahun 2021. Hal yang sama juga terjadi di tingkat regional Jabodetabek, sebanyak 75,8% dari moda transportasi yang digunakan adalah sepeda motor per tahun 2019 berdasarkan laporan Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI). Dominasi kepemilikan sepeda motor ini disebabkan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat meningkat dan harga sepeda motor yang juga cukup murah.

“Saat ini kita tidak memiliki angkutan umum yang dapat bersaing dengan sepeda motor dari sisi harga dan waktu. Kondisi tersebut akan menimbulkan dampak buruk karena pembakaran sepeda motor tidak sempurna dibandingkan mobil, sehingga berpotensi menimbulkan polusi yang lebih parah. Selain itu, ada juga fenomena mobilitas penglaju (commuter mobility) yakni penduduk yang melakukan mobilitas antar zona dari luar Jakarta ke Jakarta karena pendidikan dan pekerjaan. Sekitar 10% perjalanan di Jakarta disebabkan penglaju. Kemudian, ada juga fenomena mobilitas sirkuler (circular mobility) dengan pergerakannya tahunan. Misalnya saja penduduk semi permanen di kota lalu kembali ke kampung halamannya atau bepergian untuk liburan,” terang Rahmi. 

IESR menguji kebijakan yang berkaitan dengan kendaraan dan pergerakan penumpang dalam pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi. Secara nasional, dengan berpedoman pada prinsip avoid (hindari dan kurangi perjalanan), shift (beralih ke kendaraan rendah karbon), improve (peningkatan efisiensi energi) terdapat 5 kebijakan yang diuji untuk menurunkan emisi di sektor transportasi. Lima kebijakan tersebut adalah bekerja dari rumah (work from home), pemusatan perjalanan pada transportasi publik, penggunaan biofuel, penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor (fuel economy standard) dan pemberian insentif kepada kendaraan listrik motor dan mobil.

Fauzan Ahmad, Tasrif Modeling Team, yang juga terlibat pada pembuatan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini, menyatakan, hasil pengujian kebijakan tersebut memperlihatkan adanya penurunan emisi transportasi dengan rentang 15%-75% hingga tahun 2060, melalui kombinasi kebijakan bekerja dari rumah (work from home), kendaraan listrik, penggunaan biofuel, penggunaan transportasi publik, dan efisiensi bahan bakar. Penurunan tersebut sebagian besar baru didukung oleh kebijakan kendaraan penumpang dan belum berkaitan dengan kendaraan barang serta logistik darat. 

“Kebijakan kendaraan listrik memungkinkan untuk berdampak besar dan menjadi pengubah signifikan (game changer) bagi penurunan emisi nasional. Namun setidaknya ada dua yang harus dicapai agar berdampak pada level nasional, yakni peningkatan pangsa penjualan kendaraan listrik (sales share EV) dan dukungan kebijakan yang mendorong pengurangan jumlah kendaraan berbahan bakar (ICE) yang tidak memenuhi syarat beroperasi (discard rate). Selain itu, pergeseran moda ke arah transportasi umum memiliki dampak yang lebih berkelanjutan (sustain) dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya, namun membutuhkan investasi yang cukup besar,” terang Fauzan. 

Sementara secara regional Jabodetabek, dengan menggunakan prinsip avoid, shift  dan improve, terdapat 7 kebijakan yang diuji pada peta jalan dekarbonisasi transportasi yaitu perencanaan pembangunan di sekitar transportasi umum (Transit Oriented Development, TOD), bekerja dari rumah (work from home, WFH), pemberlakukan zona pembatasan terhadap kendaraan beremisi tinggi (Low, Emission Zone, LEZ), pemusatan pada transportasi publik, penggunaan biofuel, penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor (fuel economy standard) dan pemberian insentif kepada kendaraan listrik motor dan mobil.

Arij Ashari Nur Iman, Tasrif Modeling Team menjelaskan hasil pengujian kebijakan di tataran regional menunjukkan terjadi penurunan emisi transportasi sekitar 7%-43% setiap tahunnya dari skenario baseline pada rentang waktu 2010-2060, melalui kombinasi kebijakan WFH, LEZ, TOD, kendaraan listrik, biofuel, penggunaan transportasi publik, dan efisiensi bahan bakar.

“Penetapan kebijakan rendah karbon akan menurunkan emisi optimal dengan nilai maksimal sebesar 45%. Jika dilihat per kebijakan, yang paling signifikan adalah penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor, penggunaan biofuel, pemusatan pada transportasi publik dan penggunaan kendaraan listrik,” jelas Arij. 

Ambisi Penurunan Emisi Indonesia Perlu Semakin Meningkat

press release

Jakarta, 4 Desember 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) mengharapkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (Conference of the Parties, COP-28) dapat memperkuat  komitmen semua negara, termasuk Indonesia, untuk memangkas emisi gas rumah kaca di 2030. Sesuai hasil Global Stocktake, janji dan realisasi penurunan emisi masih jauh untuk mencapai target Paris Agreement. Untuk itu, pasca COP-28 semua negara perlu meninjau kembali Nationally Determined Contribution (NDC)-nya serta membuat target mitigasi krisis iklim yang lebih ambisius.  

Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam sambutannya di COP-28 menyampaikan Indonesia berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) di 2060 atau lebih awal. Untuk itu, Jokowi berharap melalui COP-28 dapat terbangun kerjasama dan kolaborasi inklusif untuk mendukung pencapaian NZE tersebut. Ia menjelaskan Indonesia sedang mempercepat transisi energi, dengan pengembangan energi terbarukan, dan menurunkan penggunaan PLTU batubara. Upaya mencapai target NZE 2060 membutuhkan pembiayaan yang besar, lebih dari USD 1 triliun. Ia mengundang lebih banyak kolaborasi dan investasi untuk menyokong pembiayaan transisi energi yang berbunga rendah. Menurutnya, menuntaskan masalah pendanaan transisi energi merupakan cara menyelesaikan masalah dunia.

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang investasi yang besar untuk bertransisi energi perlu didukung dengan kebijakan yang mendukung. Indonesia semestinya dapat mengeluarkan kebijakan dan komitmen yang lebih ambisius dengan semakin sempitnya waktu untuk membatasi suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius sesuai Persetujuan Paris. Berdasarkan laporan diskusi Inventarisasi Global atau Global Stocktake UNFCCC tahun 2023, komitmen negara-negara di dunia yang tercantum pada NDC-nya tidak sejalan dengan Persetujuan Paris. Hal ini akan menyulitkan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global sebesar 43 persen di 2030 dari tingkat emisi 2010  dan 60 persen di 2035 dan nir emisi pada 2050. Tidak hanya itu, dengan target NDC yang disampaikan pada COP27, suhu bumi pada 2050 diperkirakan melampaui target Persetujuan Paris.

“Indonesia perlu menyampaikan target penurunan emisi yang lebih ambisius dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim dalam Second NDC (SNDC) yang rencananya akan disampaikan 2025. Agar selaras dengan target 1,5°C, tingkat emisi pada 2030 harus maksimal 850 juta ton untuk seluruh sektor. Sementara itu, di sektor kelistrikan, transisi energi ditandai dengan target 44% bauran energi terbarukan di 2030. Meskipun target bauran energi terbarukan tersebut tercapai, belum dapat membuat emisi sektor kelistrikan mencapai level di bawah 200 juta ton CO2, sesuai dengan jalur 1,5°C. Untuk itu, selain penambahan energi terbarukan, masih diperlukan pengakhiran operasi PLTU, 8 sampai 9 GW sebelum 2030 untuk menurunkan emisi pada level tersebut,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. 

Pada 2025, Indonesia perlu meningkatkan ambisinya dalam Enhanced NDC yang saat ini hanya membidik target penurunan emisi sebesar 31,89% dengan upaya sendiri  (unconditional) dan 43,2% dengan bantuan internasional (conditional) pada tahun 2030. Target ini dibuat dengan membandingkan proyeksi business as usual (BAU) 2010. Sementara,  IESR, dengan menggunakan proyeksi dari data emisi tahun 2020, menemukan bahwa Indonesia dapat menetapkan target ambisi iklim tanpa syarat (unconditional NDC) sebesar 26% hingga 2030. Peningkatan target ambisi ini lebih tinggi dari target saat ini dan bertujuan agar Pemerintah Indonesia dapat tetap menetapkan target ambisi iklim yang lebih relevan untuk sejalan dengan target Persetujuan Paris agar pemanasan global tidak melebihi 1,5°C.

“Banyak peluang yang Indonesia dapat lakukan agar meningkatkan pencapaian target bauran energi terbarukan yang sejalan dengan Persetujuan Paris. Misalnya dengan menyesuaikan penyusunan SNDC dengan prinsip-prinsip NDC dalam Article 4 Line 13 dari Persetujuan Paris yakni mempromosikan integritas lingkungan hidup, transparansi, akurasi, keutuhan, keterbandingan, konsistensi, dan memastikan terhindar penghitungan ganda, menggunakan metode-metode yang layak untuk mencapai upaya dekarbonisasi, dan mempercepat dekarbonisasi keluar dari penggunaan bahan bakar fosil,” ujar Wira A Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau, IESR. 

Wira menambahkan Indonesia perlu menarik dukungan internasional, berkolaborasi dalam teknologi dan pengetahuan, untuk mendorong pengembangan energi terbarukan agar dapat menerapkan temuan-temuan kunci dari Technical Dialogue of the first GST, khususnya di bidang mitigasi iklim. Utamanya, pada COP-28 juga didorong untuk meningkatkan target energi terbarukan tiga kali lipat lebih besar atau setara 11 TW pada 2030. 

Menurutnya, Indonesia dapat berkolaborasi dan memperkuat kerja sama dengan Uni Emirat Arab (UAE). Terlebih, Masdar perusahaan asal Uni Emirat Arab, telah terlibat dalam pembangunan PLTS terapung Cirata dan berinvestasi di sektor energi panas bumi, seiring dengan statusnya sebagai investor strategis dalam penawaran umum perdana saham atau IPO PT Pertamina Geothermal Tbk. (PGEO) pada Februari 2023. 

“Kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara lain, termasuk UAE, sesungguhnya dapat membantu untuk upaya dekarbonisasi Indonesia untuk memitigasi dampak buruk dari perubahan iklim. Indonesia sudah memiliki berbagai kerja sama iklim, misalnya melalui mekanisme JETP dan berbagai kerja sama bilateral tetapi masih terdapat banyak kesenjangan untuk mendorong implementasi mitigasi dan adaptasi iklim yang lebih ambisius. Lebih khusus dalam hal pendanaan dan peningkatan kapasitas,” terang Wira. 

Sekilas tentang Global Stocktake bisa dilihat di sini