Harga Minyak Dunia Diprediksi Pulih 2017

Harga Minyak Dunia Diprediksi Pulih 2017REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Harga minyak dunia diprediksi akan kembali menembus angka 50 dolar AS per barel pada 2017 nanti. Pengamat energi Fabby Tumiwa mengungkapan, harga minyak dunia di tahun ini akan berkisar di antara 25-50 dolar AS per barel. Selain karena kondisi ekonomi global yang tengah merosot, hal tersebut juga dipengaruhi karena adanya kelebihan pasokan minyak mentah hingga 2 juta barel per hari.

“Suplai besar sekitar 98 juta barel per hari tapi permintaannya hanya 96 juta per hari. Jadi ada over suplai dari 1,5-2 juta per hari,” ungkap Fabby, Jumat (22/1).

Fabby menilai, kondisi minyak dunia di level rendah seperti saat ini akan berlangsung hingga tahun depan dan akan membaik pada 2017.

“Menurut perkiraan beberapa analis akan rata ratanya 50 dolar AS per barel dan tren mungkin akan naik setelah 2017,” ujarnya.

Prediksi tersebut juga bercermin pada kondisi global yang diharapkan kembali membaik. Selain itu petinggi-petinggi di Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) diharapkan dapat mengeluarkan satu kebijakan yang dapat menstabilkan produksi minyak dunia.

“Diharapkan ekonomi lebih baik dan ada kebijakan baru OPEC untuk stabilkan produksi. Sehingga nanti setelah 2017 dapat bergerak ke 60 dolar per barel,” ungkap dia.

Sumber: republika.co.id.

Penurunan Harga Energi Diprediksi akan Terjadi Sepanjang 2016

Penurunan Harga Energi Diprediksi akan Terjadi Sepanjang 2016Suara.com – Pengamat Kelistrikan Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa memprediksikan sepanjang 2016 penurunan harga energi akan bertahan sepanjang 2016.

Seperti yang terjadi pada minyak mentah. Fabby menjelaskan, harga minyak mentah akan terus mengalami penurunan seiring dengan dicabutnya sanksi embargo minyak di Iran yang akan menambah pasokan minyak didunia sekitar 400 ribu hingga 600 ribu barrel per hari.

“Ini berarti harganya akan tetap murah sepanjang tahun. Mungkin di sekitaran 20 sampai 60 dolar AS per barrel. Kenapa, karena akan aka surplus mintak 1,5 sampai 2 juta barrel per hari. Nah inilah yang akan membuat harga minyak akan terus murah dan turun,” kata Fabby saat menjadi pembicara dalam PLN Outlook 2016 di kantor pusat PLN, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2016).

Pascapenurunan Harga BBM, Tarif Angkutan Umum akan Disesuaikan
Hal yang sama juga terjadi pada energi gas jenis Liquid Natural Gas yang diperkirakan akan mengalami penurunan. Ia menjelaskan, untuk di Asia tahun ini harga gas akan terus tertekan lantaran berkurangnya permintaan LNG di Asia terutama Jepang. Ia memprediksikan harga LNG akan berada dikisaran 10 dolar AS per MMBTU.

“Ini juga akan bertahan hingga akhir tahun kalau prediksi saya. Karena permintaan LNG berkurang belakangan ini,” tegasnya.

Selain minyak mentah dan gas, anjloknya harga batubara sepanjang 2015 juga masih akan terjadi pada tahun ini. hal ini lantaran, melambatnya perekonomian dunia beberapa bulan di 2015, telah membuat harga batubara semakin tertekan ditambah perekonomian Cina melambat membuat permintaan batubara menurun.

“Memang kemarin akan permintaan dari India, tapi volumenya lebih rendah dari permintaan Cina. Makadiperkirakan harga barubara tahun ini nggak beda jauh dari tahun ini dikisaran 40 sampai 45 dolar AS per ton,” ungkapnya.

Ia memprediksikan, harga-harga energi ini akan kembali bangkit pada 2017 mendatang. Hal ini seiring hal ini lantaran adanya engan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang membaik, dan diharapkan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh OPEC untuk mengatur produksi minyak terutama di dunia.

Sumber: suara.com.

Harga Listrik Diprediksi Turun Lagi Tahun Ini

Harga Listrik Diprediksi Turun Lagi Tahun IniTEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan harga listrik PLN ada kemungkinan turun di 2016 ini. Menurut Fabby penurunan harga ini dipengaruhi oleh harga komoditi energi yang terus turun, terutama batu bara.

Fabby mengatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi harga listrik. Harga listrik sangat dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, stagnasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi domestik juga berpengaruh.

Harga batu bara dunia kini memang terus turun. Harga batu bara tertinggi mencapai US$ 50 per ton – US$ 60 per ton. Pada 2016, diperkirakan harga tidak akan berbeda jauh dari tahun 2015. Karena itulah, menurut Fabby, ada kemungkinan harga listrik dapat kembali turun di tahun ini.

“Kalau kurs dolar stabil ada potensi harga listrik turun lagi,” kata Fabby di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016.

Penurunan harga ini, menurut Fabby, perlu diperhatikan. PLN dinilai perlu merancang perolehan pendapatannya untuk mengantisipasi hal ini. Pelambatan ekonomi global akan menyebabkan pengguna listrik dan pengusaha membuat keputusan yang berbeda.

Untuk mengatasi hal ini, Fabby menyarankan agar PLN beralih ke energi alternatif. Penggunaan energi alternatif, menurut Fabby, akan membantu iklim bisnis PLN dalan lima tahun ke depan.

Pada akhir Desember 2015, PLN mengumumkan penurunan tarif listrik tegangan rendah, meliputi rumah tangga, usaha skala menengah, dan kantor pemerintah skala menengah. Tarif turun dari Rp 1.509,38 menjadi Rp 1.409,16 per kWh. Adapun tarif listrik tegangan menengah, yang mencakup sektor usaha skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah tarifnya turun dari Rp 1.104,73 menjadi Rp 1.007,15 per kWh.

Untuk tarif listrik tegangan tinggi, yang meliputi sektor industri skala besar, tarif juga mengalami penurunan. Tarif turun dari Rp 1.059,99 menjadi Rp 970,35 per kWh.

Sumber: tempo.co.

Pemerintah Evaluasi Hasil Tender Setrum

Angaran PLN------- Petugas melakukan perawatan di gardu listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jakarta, Selasa (20/10). PLN menyatakan angaran pendapatan dan belanja negara 2016 sebesar Rp 10 triliun akan digunakan untuk pembangunan transisi, gardu dan pembangkit listrik. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/10/2015
Angaran PLN——- Petugas melakukan perawatan di gardu listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jakarta, Selasa (20/10). PLN menyatakan angaran pendapatan dan belanja negara 2016 sebesar Rp 10 triliun akan digunakan untuk pembangunan transisi, gardu dan pembangkit listrik. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/10/2015

JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengevaluasi proses tender proyek listrik 35.000 megawatt (MW) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pasalnya banyak pemenang tender berasal dari China yang berani menawar dengan harga lebih murah.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, keputusan hasil lelang memang berada di tangan PLN. Tapi, pemerintah sudah memberikan pedoman lelang. Tujuannya agar proses tender bisa cepat, dan ada memudahkan bagi investor.

“Untuk yang sudah power purchasement agreement (PPA) sampai tahun ini, kebanyakan China. Kami akan evaluasi. Tapi pedoman yang saya berikan ke PLN adalah supaya tidak melupakan diversifikasi teknologi,” kata Said kepada KONTAN, pekan lalu (15/1).

Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN Djoko Raharjo Abu Manan mencatat sudah ada sebanyak 17.300 megawatt (MW) berstatus PPA dengan lelang terbuka. Kebanyakan yang PPA itu memang perusahaan China yang berani menawar dengan harga murah dan punya pendanaan yang kuat.

Investor asal Tiongkok berani menawar harga 4,2 sen per kilo watt hour (KwH0. Sedangkan harga dari investor Jepang bisa 5,6 sen per KwH.

“Kami juga ingin membantu konsumen supaya bisa mendapat harga lebih murah dan jadi efisien,” kata Djoko.

Manajer Senior Public Relation Komunikasi PLN Agung Murdifi mengatakan, investor China merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang sudah berpengalaman membangun proyek setrum di negerinya.

Meski begitu, Agung menandaskan, lelang mega proyek listrik ini adalah proyek internasional. PLN telah menawarkannya kepada berbagai pihak, tidak hanya China.

Selain China, kata Agung, ada juga investor dari negara lain yang sudah meneken perjanjian di proyek tersebut, yakni dari Jepang. Investor asal Jepang tercatat terbesar kedua setelah China. Sisanya ada investor Eropa, Amerika dan Korea Selatan.

Agung mengklaim, PLN sudah menjalankan proses lelang proyek mega listrik ini secara transparan. Apalagi ini adalah proyek lelang internasional. “PLN menetapkan mekanisme lelang dan memberlakukan secara fair dan transparan kepada seluruh peserta lelang,” tandasnya.

Pengamat Energi dari IESR, Fabby Tumiwa menegaskan, perlu kehati-hatian dalam proses tender tersebut. Jangan sampai kontrak sudah diteken, tapi ketika ingin membangun pembangkit, justru pihak pemberi dana tak bisa menyediakan sumber dana.

Menurut Fabby, harus ada uji tuntas (due dillegent) di proses tender tersebut untuk melihat performa pembangkit. Jangan hanya dilihat dari murahnya tender. Ia pun setuju bila pemerintah ingin mengevaluasi tender ini.

Sumber: kontan.co.id.

Dibutuhkan, Pengaturan Tarif Kontrak Baru

Dibutuhkan, Pengaturan Tarif Kontrak Baru

Jakarta, Kompas. Pemerintah perlu menertibkan jual-beli uap panas bumi untuk pembangkit listri lewat pengaturan tarif bagi kontrak baru.

Terkait negosiasi harga uap panas bumi antara Pertamina Geothermal Energy dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), kedua pihak sudah menyepakati harga.

Pengamat ketenagalistrikan Fabby Tumiwa mengatakan, masalah harga jual-beli uap panas bumi untuk kontrak jual-beli uap panas bumi yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, sebaiknya diberlakukan secara berbeda untuk kontrak baru. Pemerintah perlu mengantisipasinya lewat peraturan baru membahas masalah tersebut.

“Untuk kontrak pertama, misalnya berlaku selama 15 tahun dan secara investasinya sudah impas, tentu harganya tidak perlu sama atau sebaiknya lebih murah dalam kontrak kedua,” ujar Fabbt, Jum’at (8/1), di Jakarta

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) selaku induk perusahaan Pertamina Geothermal Energy mengeluhkan harga penawaran PLN terhadap uap panas bumi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 1-3 di Jawa Barat. Pertamina menawarkan harga 7,43 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh), sedangkan PLN menawar 3,3 sen dollar AS per kWh untuk kontrak per Januari 2016.

Dalam pernyataan resmi, kedua belah pihak saling sengketa pendapat mengenai harga uap panas bumi itu. Mentri BUMN Rini Soemarno menengahi masalah itu. Lewat rapat yang dihadiri pimpinan Pertamina dan PLN diputuskan, harga uap panas bumi PLTP Kamojang 1-3 sebesar 6 sen dolar AS per kWh.

Adapaun harga uap panas bumi PLTP Kamojang 4 diputuskan sebesar 9,4 sen dolar AS per kWh. Harga itu lebih rendah daripada penawaran Pertamina, 10,11 sen dolar AS per kWh, tetapi lebih tinggi daripada penawaran PLN yang sebesar 5,82 sen dolar AS per kWh.

“Kami menyambut baik langkah pemerintah yang memfasilitasi kesepakatan harga uap panas bumi antara Pertamina dan PLN” kata Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro.

Sebelumnya, Manajer Senior Public Relations PLN Pusat Agung Murdifi menyatakan, alasan PLN menawar harga lebih rendah lantaran harga jual yang ditawarkan Pertamina terlampau mahal untuk kontrak jangka pendek. Padahal menurut dia, PLN telah sepakat kerjasama dengan PLTP 1-3 lebih dari 30 tahun.

“Kami sudah membeli uap panas bumi Kamojang selama 32 tahun. Lalu kenapa Pertamina menawarkan harga yang lebih mahal untuk kontrak jangka pendek selama lima tahun saja.” kata Agung.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Abadi Poernomo mengatakan, uap panas bumi yang merupakan energi terbarukan selayaknya harus dibeli oleh PLN. Apabila tidak, investor enggan mengembangkan panas bumi di Indonesia lantaran khawatir tidak terbeli. Pengembangan energi terbarukan, termasuk panas bumi , harus terus didukung untuk merealisasikan target capaian bauran energi.

“Pemerintah juga harus mendukung pengembangan panas bumi, misalnya memberikan insentif di bagian hulu. Insentif bisa berupa pembebasan pajak (tax holiday) atau keringanan pajak (pajak allowance),” kata Agung.

Sumber: Kompas.

Pembangunan Pembangkit Baru Perlu Dipercepat

Pembangunan Pembangkit Baru Perlu Dipercepat

BERBICARA tentang listrik di Tanah Air, maka dihadapkan pada fakta layanan listrik yang masih biarpet (hidup-mati akibat pemadaman bergilir) kepada masyarakat.

Timbul penilaian dari sejumlah kalangan, kondisi tersebut terjadi karena kesalahan perencanaan dan kurangnya antisipasi para pengambil kebijakan terkait kelistrikan.

Laju ekonomi dan jumlah penduduk yang terus meningkat, membuat kebutuhan energi listrik meningkat pula, bahkan sangat pesat. Bila masalah ini tidak diantisipasi dengan tepat, maka terjadilah kekurangan pasokan.

Karena itu, upaya yang mendesak dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah jangan sampai kekurangan pasokan, di tengah-tengah pemerintah terus mengurangi subsidi ke masyarakat.

Subsidi yang ditanggung negara di bidang kelistrikan terus membengkak, maka perlu pengaturan agar subsidi jangan makin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut versi PTPerusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, selisih antara harga produksi dan harga jual energi listrik adalah penyebab utama.

Terlebih, sebagian besar energi listrik dibangkitkan dengan bahan bakar minyak (BBM) yang mahal serta tidak efisiennya sistem pembangkit, transmisi, dan distribusi. Hal itu ditambah dengan fakta problem kondisi geografis yang terdiri atas banyak pulau.

Koreksi Internal

Dalam upaya untuk mengatasi masalah listrik, pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) berencana membangun pembangkit listrik baru di Indonesia dengan kapasitas 35.000 megawatt (MW) dalam lima tahun ke depan.

Namun rencana tersebut diwarnai koreksi justru dari pihak internal pemerintahan. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, pada 7 September 2015 lalu mengatakan bahwa target program pembangkit listrik 35.000 MW akan turun menjadi 16.000 MW untuk lima tahun ke depan.

Rizal mengaku dirinya mendapatkan hitung-hitungan tentang proyek pembangunan pembangkit listrik, usai rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ferry Mursyidan Baldan dan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basyir.

Menurut Rizal, jika dibangun semuanya pun, dalam lima tahun dan tercapai sampai 35.000 MW, PLN memang akan mengalami kapasitas lebih. Namun kapasitas lebih itu nantinya, menurut dia, justru akan membebani PLN karena sesuai perjanjian dengan pihak swasta, maka PLN harus membayar kelebihan beban tersebut.

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said pada 9 September 2015 bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menggelar pertemuan dengan para pengusaha energi untuk meyakinkan bahwa pemerintah akan meneruskan proyek 35.000 MW tersebut.

Dari rencana besar untuk penyelamatan listrik nasional tersebut, PLN akan memasok sekitar 10.000 MW untuk proyek tersebut, dan sisanya, 25.000 MW akan dikerjakan oleh penyedia listrik independen atau pihak swasta. Dari adanya dua pendapat di internal pemerintahan tersebut memunculkan tanda tanya publik.

Sebenarnya, berapakah kebutuhan listrik nasional? Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, krisis listrik di sejumlah wilayah seperti Kalimantan dan Sulawesi, karena pembangunan pembangkit baru tertinggal jauh dibandingkan dengan kebutuhan listrik di sana. Selain itu karena terbatasnya cadangan daya, mengakibatkan listrik langsung padam jika ada pembangkit yang mengalami gangguan.

Dengan membangun pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 16 ribu MW dalam lima tahun sebagaimana disarankan Rizal Ramli, maka berarti ada tambahan pasokan sekitar 3.200 MW per tahun.

Angka tersebut jauh dibandingkan dengan data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015- 2024 PLN, yang dalam setiap tahun kebutuhan listrik tumbuh 6.000-7.000 MW per tahun. Maka Fabby menilai rencana proyek listrik 35 ribu MW sudah tepat.

Penambahan Gardu Induk

Sementara itu, di Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), PT PLN (Persero) Distribusi Jateng dan DIY menyatakan butuh penambahan gardu induk untuk memperbaiki distribusi listrik di Jateng yang memiliki beban puncak mencapai 3.200 MW.

Selain itu, permintaan industri terhadap listrik terus bertambah. Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Distribusi Jateng dan DIY, Supriyono menyatakan, selain sistem transmisi gardu induk, PLN butuh pasokan listrik dari pembangkit baru.

”Untuk itu, realisasi pembangunan PLTU Batang berkapasitas 2×1.000 MW akan sangat menopang kebutuhan listrik di Jateng,” paparnya. PLTU Batang, lanjut dia, diharapkan segera terealisasi untuk mengurangi risiko pemadaman bergilir akibat krisis pasokan listrik.

Sebab selama ini Jateng tergantung pada pasokan listrik dari jaringan interkoneksi Jawa-Bali yang disuplai dari pembangkit listrik raksasa di Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim).

Pembangunan PLTU itu akan memakan waktu sekitar 3-4 tahun dan baru akan selesai 2018-2019. Padahal sesuai prediksi kebutuhan listrik di Jateng akan terjadi lonjakan pada 2017. Bukan tidak mungkin, krisis listrik mengancam pada 2017 mendatang.

Manager Transmisi Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) PT PLN Distribusi Jawa Bali, Sumaryadi menambahkan, pembangunan pembangkit tenaga listrik mendesak dilakukan seiring semakin meningkatnya beban puncak akibat masuknya beberapa industri menuju Jateng dan DIY.

Beban puncak Jateng- DIY per tahun terus meningkat. Tercatat, beban puncak pada 2014 mencapai 3.503 MW terus meningkat pada 2015 (3.764 MW) dan saat ini mencapai 3.884 MW. Beban puncak semakin meningkat sampai sekitar 3,84% per tahun.

Sementara itu, pasokan subsistem di Jateng-DIY total 5.249 MW, berasal dari Tanjungjati I sebesar 1.047 MW, Ungaran 1718 MW, Pedan 930 MW, dan Tegal 158 MW. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, disiapkan penambahan transmisi utama di Jateng.

Seperti rencana pembangunan PLTGU Blok 3 di Tambaklorok dengan kapasitas 800 MW, ditargetkan pada 2020 bisa dioperasikan. Kemudian pembangunan PLTU Batang dengan kapasitas 2×1.000 MW. Selanjutnya, pembangunan PLTU Tanjungjati berkapasitas 2×600 MW.

GM PT PLN (Persero) Distribusi Jateng-DIY, Yugo Riyatmo mengungkapkan, membangun transmisi listrik membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pembangunan transmisi terkendala pembebasan lahan dan ganti rugi atau ruang milik jalan terbaru yang sedikit lambat. (Hartono Harimurti, Fista Novianti, Trisno Suhito-69).

Sumber: suaramerdeka.com.

Ini 3 Agenda Penting Energi yang Berpeluang Stabilkan Suhu di Indonesia

Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando
Perpaduan energi dari matahari dan angin untuk keperluan listrik warung kuliner dan lampu jalan di Bantul. Foto: Tommy Apriando

Berakhirnya pertemuan tingkat tinggi antar negara-negara dalam konferensi perubahan iklim (COP21) yang berlangsung di Paris, Perancis, November lalu, dan melahirkan kesepakatan Paris (Paris Agreement), yang menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Indonesia. Terutama, karena Indonesia bersama negara-negara lain sedunia harus melaksanakan target menjaga suhu bumi tetap stabil di bawah 2 derajat.

Pakar Energi Fabby Tumiwa berpendapat, agar target 2 derajat bisa dilaksanakan dengan baik, perlu usaha ekstra keras yang dilakukan oleh Indonesia. Hal itu, karena ada banyak faktor yang masih sangat sulit untuk dilaksanakan.

Namun, Fabby menilai, Indonesia masih bisa mengejar target 2 derajat, jika mulai sekarang melaksanakan akselerasi dalam tiga hal penting. Yaitu, pengembangan energi terbarukan, energi efisiensi, dan peningkatan efisiensi pembangkit-pembangkit listrik berbasis energi fosil.

“Tiga hal tersebut sangat penting untuk dilakukan Indonesia. Karena jika tidak, Indonesia akan tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam melaksanakan adaptasi perubahan iklim yang sekarang berlangsung,” tutur Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) itu kepada Mongabay, kemarin.

Fabby menjelaskan, energi terbarukan penting untuk diakselerasi, karena itu berkaitan erat dengan rencana Indonesia untuk menurunkan emisi hingga 23 persen pada 2025 dan 25 persen pada 2030. Menurutnya, jika Indonesia ingin mengejar target menuju 2 derajat suhu bumi, maka target 25 persen harus ditingkatkan lagi.

“Target itu harus ditingkatkan. Tidak bisa pada 2030 hanya 25 persen saja. Mungkin harus lebih besar lagi,” sebut dia.

Selain energi terbarukan, Fabby menambahkan, untuk bisa mengejar target menjaga suhu bumi tetap di bawah 2 derajat, Indonesia juga harus melakukan akselerasi energi efisiensi. Menurutnya, energi efisiensi harus ditingkatkan 2 kali lipat dengan kecepatan yang sekarang ada.

Hal ketiga yang harus dilakukan segera oleh Indonesia, menurut Fabby, adalah mengakselerasi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang beroperasi sekarang. Selain itu, untuk pembangkit-pembangkit listrik yang akan dibangun dari sekarang hingga 5 tahun mendatang, penting untuk menerapkan akselerasi.

“Caranya, adalah dengan menggunakan teknologi yang tepat. Itu harus kita lakukan, karena memang itu bisa meningkatkan efisiensi dan itu bisa bersinergi dengan target Indonesia untuk mengejar 2 derajat,” papar dia.

Fabby menyebutkan, pentingnya melakukan akselerasi, karena teknologi yang digunakan oleh pembangkit-pembangkit listrik eksisting sebagian besar menggunakan teknologi yang tidak tepat. Contohnya, pembangkit listrik Fast Track Program (FTP) yang dikelola Tiongkok, kata dia, itu menggunakan teknologi yang jelek.

“Jadi, FTP tahap I oleh Tiongkok yang berdaya 10 ribu megawatt, itu efisiensinya rendah. Pakailah yang efisiensinya tinggi. Bahkan (pembangkit-pembangkit) yang sekarang ada, itu masih rendah efisiensinya,” ujar dia.

“Jadi, tiga agenda penting wajib dilaksanakan oleh Indonesia dari 2015 sampai 2030 mendatang. Ini menjadi perhatian buat semua pihak,” tandas dia.

Sinergi dengan RUEN

Agar 3 agenda penting yang dimaksud bisa berjalan, Fabby berpendapat, harus ada sinergitas dengan rencana umum energi nasional (RUEN) yang saat ini sudah ada. Menurutnya, integrasi dengan RUEN penting dilakukan, karena akan mempermudah proses ke depannya.

“Tiga agenda ini harus segera dilakukan. Dan itu berari harus dengan cepat dilakukan dan sesuai dengan RUEN. Harus sesuai dengan PP No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,” jelas dia.

Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando
Kincir angin menyuplai energi untuk kebutuhan energi listrik di daerah pesisir Pantai Baru. Foto: Tommy Apriando

Adapun, untuk bisa melaksanakan 3 agenda tersebut, Fabby menyebutkan, instansi seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

“Masing-masing memiliki peranan penting. Perindustrian contohnya, itu mendorongfuel economy standard, itu mesin otomotif ya. Sementara ESDM itu bertanggung jawab untuk kualitas bahan bakar,” sebut dia.

Pendanaan Global

Sementara itu menurut Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Sri Tantri Arundhati, agar suhu global bisa tetap di bawah 2 derajat, kuncinya ada di pendanaan secara global. Donatur yang harus mendanai proses tersebut, adalah negara maju dan menghibahkannya kepada negara berkembang seperti Indonesia.

“Sampai 2020 nanti, negara maju harus tetap memimpin dalam memerangi emisi gas rumah kaca. Caranya, dengan menyediakan dana sebesar USD100 miliar dan diberikan kepada negara-negara berkembang,” sebut dia.

Pendanaan dari negara maju tersebut sangat penting dilakukan, karena menurut Tantri, adaptasi dan mitigasi harus dilakukan di semua elemen tanpa kecuali. Dan itu, dipastikan akan memerlukan dana yang tidak sedikit. Kalau semuanya mengandalkan dana dari masing-masing negara berkembang, itu akan sulit dilakukan.

“Di negara berkembang, upaya untuk melakukan pembangunan masih terus berjalan setiap saat. Untuk itu, supaya bisa melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca, maka perlu upaya keras selain sosialisasi dan edukasi, juga harus ada pendanaan yang kuat,” tandas dia.

Sumber: mongabay.co.id.

Tahun 2016, IESR : Luar Jawa Terancam Krisis Listrik

Fabby Tumiwa, IESR
Fabby Tumiwa, IESR

Jakarta, Aktual.com — Tahun 2016 sudah tiba, menandakan harapan-harapan baru di tahun ini akan lebih baik dari tahun kemarin. Tak terkecuali para-para pengamat berharap kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, keamanan, dan pertahanan Indonesia akan semakin baik.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa bahwa di sektor energi listrik Indonesia berpotensi terjadi krisis listrik di sejumlah sistem di luar Jawa khususnya di sejumlah daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur.

“Jabar dan DKI Jakarta juga rentan dengan kekurangan pasokan listrik. Jadi pemerintah perlu siap-siap untuk mengatasi krisis pasokan di berbagai daerah,” ujarnya kepada Aktual.com, Kamis (31/12)

Menurut Fabby kondisi energi terbarukan akan mulai berkembang, investasi komersial mulai masuk, dan biofuel mulai naik penggunaanya. Produksi minyak mentah bakal dibawah 800 ribu barel per hari, produksi gas stabil sama dengan tahun sebelumnya.

“Ontran-ontran politik di sektor energi masih akan panas,” pungkasnya.

Sumber: aktual.com.

Tarif Listrik Cuma Turun Rp 100, Pengusaha Sindir Pemerintah

Tarif Listrik Cuma Turun Rp 100, Pengusaha Sindir Pemerintah

Liputan6.com, Jakarta – Rencana penurunan tarif tenaga listrik (TTL) pada awal Januari 2016 sekitar Rp 100 per Kilowatt per hour (kWh) ‎menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, misalnya Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dan pengamat kelistrikan.

Besaran penurunan tarif listrik itu disebut-sebut tidak dapat membantu dunia usaha di tengah kondisi perekonomian yang sulit.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Benny Soetrisno dalam pesan singkatnya kepadaLiputan6.com justru ‎mengeluarkan pernyataan bernada sindiran kepada pemerintah atas kebijakannya tersebut. Tarif listrik yang turun hanya US$ 100 per kWh dianggap terlalu kecil.

“Terima kasih, turunnya Rp 100 per kWh dari tarif normal untuk golongan I.3. Itu berarti kurang dari 10 persen. Terima kasih karena itu belum sangat membantu dunia usaha,” tegas Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) itu di Jakarta, Kamis (31/12/2015).

Dihubungi terpisah, Pengamat ‎Kelistrikan sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa  angkat bicara mengenai penurunan tarif listrik awal tahun depan.

Menurutnya, ada faktor yang menjadi penentu naik turunnya tarif listrik, yakni inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dan nilai tukar. Dijelaskan Fabby, harga ICP turun sekitar 12-15 persen dari harga bulan lalu, tapi rata-rata nilai tukar rupiah lebih tinggi. Sementara inflasi stabil.

“Itungan saya biaya produksi listrik PLN turun sekitar 7-8 persen dibanding sebelumnya, jadi turun sekitar Rp100-Rp 120 per kWh. Jika tarif listrik diturunkan Rp 100 per kWh memang merefleksikan estimasi penurunan biaya produksi PLN,” terang Fabby.

‎Ia optimistis, kebijakan menurunkan tarif listrik bagi pelanggan listrik non subsidi (12 golongan) akan membantu dunia usaha meskipun hanya Rp 100 per kWh. Alasannya, Fabby bilang, beban biaya listrik dalam total biaya produksi perusahaan kurang dari 5 persen.

“Dunia usaha itu butuh kepastian. Jadi naik turun tarif listrik sudah diiitung. Biaya listrik bervariasi untuk setiap jenis usaha tapi selain industri padat energi, seperti tekstil, biaya beban listrik di bawah 5 persen dari total biaya produksi. Sehingga turunnya tarif justru membantu mengurangi beban biaya,” pungkas Fabby. (Fik/Ndw)

Sumber: liputan6.com.