Melibatkan Masyarakat dalam Upaya Pengurangan Emisi

Jakarta, 22 April 2024 – Transisi energi mendapatkan daya tarik dan momentum dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara telah berjanji untuk mengurangi emisi serta mempercepat agenda transisi energi mereka untuk menjaga kenaikan suhu global pada tingkat 1,5 derajat Celcius. Indonesia berkomitmen untuk mencapai status emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal. Komitmen ini terlambat 10 tahun dibandingkan target Perjanjian Paris pada tahun 2050.

Irwan Sarifudin, Koordinator Clean Energy Hub IESR, dalam acara SEA Morning Show pada 22 April 2024, mengatakan studi Deep Decarbonization yang dilakukan IESR menunjukkan bahwa Indonesia secara teknis dapat mencapai emisi nol di sektor energi pada tahun 2050.

“Pilihan ini (menjadi NZE pada tahun 2050) secara teknis memungkinkan dan ekonomis bagi Indonesia,” kata Irwan.

Irwan juga menjelaskan bahwa untuk mendorong agenda pemerintah dalam mempercepat target transisi energi, kolaborasi multisektor sangat penting untuk didorong. Salah satu inisiatif yang diluncurkan IESR adalah Generasi Energi Bersih (Gen-B), sebuah komunitas pemuda yang fokus pada pengurangan emisi personal.

Maya Lynn, Koordinator GEN-B menjelaskan bahwa masyarakat mendorong setiap individu untuk berkontribusi dalam upaya penurunan emisi. Gen-B memanfaatkan website jejakkarbonku.id untuk menghitung jejak karbon individu.

“Jejakkarbonku.id sudah disesuaikan dengan konteks Indonesia, sehingga pilihan transportasi dan pilihan makanan dikembangkan sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia,” ujarnya.

Untuk lebih melibatkan lebih banyak orang, komunitas GEN-B akan terus membangun kapasitas anggota komunitas salah satunya melalui akademi.transisienergi.id dan juga akan terlibat dalam Community Funded Offset Project (CFOP) yang merupakan kegiatan penyeimbangan (offsetting) karbon dengan menyediakan instalasi energi terbarukan atau penanaman bakau. CFOP sendiri rencananya akan berada di beberapa lokasi di Indonesia.

Cermat Merancang Kerangka Kebijakan Energi Indonesia

Jakarta, 28 Maret 2024 – Dewan Energi Nasional (DEN) berencana untuk melakukan penyesuaian target bauran energi terbarukan. Saat ini dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN), DEN berencana untuk menurunkan target bauran energi terbarukan nasional menjadi 17-19 persen pada tahun 2025. Sebelumnya target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai langkah ini merupakan suatu langkah mundur dari komitmen pemerintah Indonesia dalam mengawal transisi energi.

Raditya Wiranegara, Manajer Riset IESR, dalam audiensi dengan Dewan Energi Nasional menyampaikan keresahannya di balik penetapan target bauran energi terbarukan. 

“Sebelumnya IESR telah melakukan pemodelan yang sudah dipublikasikan di dalam laporan tahunan kami, Indonesia Energy Transition Outlook (IETO). Hasil pemodelan kami menunjukkan adanya perbedaan dengan hasil pemodelan yang menjadi landasan perumusan RPP KEN. Hal ini terutama terlihat di dalam pertumbuhan energi final, di mana di dalam pemodelan untuk IETO kami menggunakan asumsi pertumbuhan GDP-nya Bappenas untuk Indonesia Emas 2045,” kata Radit.

Hal ini diklarifikasi oleh Retno Gumilang Dewi, tim modeling ITB, yang membantu DEN dalam membuat modeling, bahwa angka yang saat ini beredar merupakan angka penyesuaian.

“Model yang kita hasilkan dapat dikatakan model ideal. Modeling itu kemudian dibawa untuk FGD (focussed group discussion) dan menerima berbagai masukan, sehingga disesuaikan,” kata Retno Gumilang.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa dalam menyusun perencanaan energi suatu negara, penting untuk memastikan pilihan teknologi yang paling relevan dan teruji dengan perkembangan teknologi terkini.

“Langkah ini penting dan krusial untuk menghindari kita berada pada situasi lock-in oleh teknologi-teknologi yang tinggi karbon,” kata Fabby.

Fabby menambahkan jika terlanjur terjebak pada pilihan teknologi tinggi karbon, dibutuhkan investasi yang lebih besar lagi untuk keluar dari teknologi tinggi karbon tersebut. IESR juga mendorong tercapainya target-target energi terbarukan yang telah ditetapkan dalam RUPTL maupun proyek strategis nasional sebagai pendorong tumbuhnya industri energi terbarukan di dalam negeri. 

Emisi Usaha Kecil Menengah (UKM) tidaklah Kecil

Dekarbonisasi emisi UKM

Jakarta, 14 Maret 2024 – Sektor industri telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Bukan hanya industri besar, Usaha Kecil Menengah (UKM) juga menjadi penggerak roda perekonomian nasional, termasuk dalam membentuk lapangan pekerjaan serta berkontribusi pada PDB sebesar 60,5 persen pada tahun 2021. 

Akan tetapi, di balik angka kontribusi ekonomi ada emisi besar yang menghantui. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sambutannya di webinar “Peluang Dekarbonisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia dan Pembelajaran dari Pengalaman Global”mengatakan bahwa emisi dari sektor UMKM pada tahun 2023 sebesar 216 juta ton CO2e.

“Angka ini setara dengan separuh dari emisi sektor industri nasional pada tahun 2022. Maka, kita perlu secara serius mengupayakan dekarbonisasi industri UKM ini karena dengan memprioritaskan aspek keberlanjutan (sustainability, red) UKM akan naik kelas,” tutur Fabby.

Fabby menuturkan, sebanyak 95 persen dari emisi sektor UKM datang dari pembakaran bahan bakar fosil, sisa 5 persen dari pembakaran sampah. Jika tidak diambil langkah signifikan untuk mengurangi emisi sektor UKM, ada kemungkinan emisi UKM akan meningkat di kemudian hari. 

Abyan Hilmy Yafi, Analis Data Energi IESR, menjelaskan dalam survei yang dilaksanakan oleh  IESR pada 1000 UKM di seluruh Indonesia bahwa untuk memulai dekarbonisasi industri UKM ini terdapat beberapa pendekatan dari yang bersifat peningkatan pemahaman hingga solusi teknis seperti penggantian teknologi. 

“Untuk lintas sektor perlu adanya peningkatan pemahaman pelaku UKM tentang konsumsi energi dan emisi yang mereka hasilkan. Juga perlu sosialisasi aktif untuk mempromosikan energi terbarukan. Secara sektoral, terdapat beberapa rekomendasi teknis seperti penggunaan boiler elektrik pada industri tekstil dan apparel (pakaian, red),” jelasnya.

Bo Shen, Energy Environmental Policy Research, Lawrence Berkeley National Laboratory (LBNL) menjelaskan bahwa secara global, tantangan dari melakukan dekarbonisasi industri UKM antara lain adanya gap pengetahuan dari pemilik atau pengelola UKM tentang emisi, energi, atau lebih jauh lagi perubahan iklim dan relevansinya pada usaha mereka. 

“Ketika pelaku UKM sudah memiliki pengetahuan dan kesadaran cukup untuk melakukan dekarbonisasi atau menekan emisi dari usahanya, pembiayaan menjadi kendala selanjutnya. Biaya yang harus dibayarkan di depan (upfront cost) yang ada saat ini untuk misal mencari vendor teknologi ataupun penyedia jasa energi (Energy Service Company – ESCO), masih cukup tinggi untuk skala keuangan UKM,” jelas Bo Shen.  

Tiap-tiap negara akan menggunakan pendekatan berbeda untuk mendorong dekarbonisasi UKM ini. Amerika Serikat misalnya, mereka bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk membangun pusat penilai industri (industry assessment centres). 

“Selain berguna untuk mendekarbonisasi industri UKM, pendekatan ini juga sekaligus menyiapkan tenaga kerja ahli yang memiliki kesempatan training langsung pada industri UKM,” jelas Bo Shen.

Bo juga menambahkan kasus menarik dari Cina yang membentuk inisiatif bernama Green Growth Together (GGT). Inisiatif ini mendorong dekarbonisasi UKM-UKM yang menjadi bagian rantai pasok produk besar. 

Pemilik industri bermerek besar meminta seluruh jaringan rantai pasoknya untuk menjalankan praktik pengurangan emisi atau dekarbonisasi. Tuntutan ini juga datang dengan bantuan pembiayaan ataupun asistensi teknis yang dibutuhkan. 

Ahmad Taufik dari Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, untuk konteks Indonesia, saat ini sedang mengalami tantangan pada sektor industri. Kontribusi sektor industri pada PDB tercatat terus menurun.

“Secara struktural kami juga masih terus membenahi beragam hal mulai dari pengembangan industri, pengembangan UKM, hingga memastikan tersedianya lapangan kerja yang ramah lingkungan (green jobs) dan tenaga profesionalnya (green professional),” kata Taufik.

Membangun Kerangka Pemahaman Gotong Royong Energi Terbarukan

Bekasi, 23 Januari 2024 – Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari macam-macam penggunaan energi. Mulai dari skala rumah tangga untuk memasak, hingga skala utilitas seperti pembangkit listrik dengan kapasitas ratusan megawatt. Meskipun kegiatan pemanfaatan energi selalu dilakukan setiap hari, namun pemahaman dan literasi tentang energi masih terus harus dibangun, utamanya tentang penggunaan sumber energi yang bersifat terbarukan dan lebih bersih.

Institute for Essential Services Reform (IESR) secara aktif menggandeng berbagai pihak untuk terus membangun pemahaman dan kapasitas tentang transisi energi, salah satunya melalui program Jelajah Energi. Jelajah Energi merupakan suatu upaya mendokumentasikan berbagai praktik baik pemanfaatan energi terbarukan di masyarakat maupun pada sektor industri. 

Deon Arinaldo, Program Manager Transformasi Energi IESR, dalam lokakarya pengantar Jelajah Energi Jawa Barat, menyatakan bahwa pemahaman mendalam tentang transisi energi dan manfaatnya bagi lingkungan serta manfaat sosial ekonomi menjadi motivasi penggerak partisipasi masyarakat dalam proses transisi energi.

“Pemahaman masyarakat yang tepat terhadap pemanfaatan energi terbarukan i, diharapkan  dapat memberikan dukungan penuh dalam implementasi solusi-solusi berbasis energi bersih,” kata Deon.

Dalam forum yang sama, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih, menyampaikan bahwa kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat ini menjadi suatu kegiatan yang relevan dengan situasi Jawa Barat saat ini yang telah mencatat penggunaan energi terbarukan sebesar 23,41% pada 2023.

“Jawa Barat memiliki potensi renewable energi sebesar 192 GW, mulai dari surya, biomassa, panas bumi, hidro dan angin. Namun dari 192 GW potensi ini baru 3,41 GW atau 2% saja yang sudah terutilisasi,” kata Ai.

Ai menambahkan kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat akan memberikan pengalaman untuk memahami dan mengetahui perkembangan transisi energi ini di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sehingga harapannya akan muncul inisiatif atau masukan kolaborasi lintas sektor.

Setelah workshop pengantar, perjalanan Jelajah Energi dimulai dengan berkunjung ke unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang. PLTSa Bantar Gebang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dan merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia. 

Unit PLTSa Bantar Gebang ini merupakan suatu proyek percontohan (pilot project) milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Saat ini PLTSa Bantar Gebang menghasilkan listrik sekitar 750 kWh per hari. Listrik yang dihasilkan ini digunakan untuk operasional PLTSa dan TPST Bantar Gebang, dan tergunakan sekitar 300-450 kWh. 

Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang, menyatakan bahwa adanya kelebihan daya (excess power) sehingga perlu  dipikirkan opsi penggunaan kelebihan daya ini.

“Karena kita tidak masuk grid, jadi sekarang kelebihan daya terbuang,” jelas Harun.

Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang
Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang

Selain digunakan sebagai bahan bakar PLTSa, sampah dari TPST Bantar Gebang juga digunakan sebagai refuse derived fuel (RDF). Ari Prihantono dari tim Nathabumi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, mengatakan bahwa RDF menjadi suatu bahan bakar alternatif yang hemat biaya (cost effective).

“Pemilahan sampah menjadi tantangan terbesar dalam proses rantai pasokan RDF ini. Pembenahan proses pemilahan ini menjadi kunci pembenahan rantai pasok RDF. Jika kita dapat melakukan pemilahan sejak awal, kita dapat memangkas biaya pemilahan terpusat,” kata Ari.

Situasi PLTSa Bantar Gebang
Situasi PLTSa Bantar Gebang

 

PLTSa Bantar Gebang juga menghasilkan paving block dari Fly Ash Bottom Ash (FABA) sisa pembakaran dari PLTSa. Dari 100 ton sampah per hari, dapat menghasilkan 10 ton FABA yang dapat digunakan.

Lemahnya Kebijakan dan Aksi Iklim Indonesia

Jakarta, 30 Januari 2024 – World Meteorological Organization (WMO) menobatkan tahun 2023 sebagai tahun terpanas. Catatan sejarah menunjukkan bumi terus mengalami peningkatan suhunya dari tahun ke tahun. Untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat para ahli telah merekomendasikan sejumlah aksi iklim, salah satunya untuk memastikan dunia mencapai puncak emisi global pada tahun 2030 dan harus turun pada tahun-tahun berikutnya. 

Penggunaan energi fosil menjadi salah satu kontributor emisi terbesar di dunia. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia membutuhkan  aksi yang terukur dan riil untuk kita bertransisi dari energi fosil.

“Berdasarkan penilaian Climate Action Tracker (CAT), Indonesia tidak menunjukan penurunan emisi, bahkan mengalami kenaikan emisi pada tahun 2022 dan salah satu penyebabnya adalah peningkatan konsumsi batubara yang digunakan untuk hilirisasi. Rating Indonesia bahkan turun dari “highly insufficient” menjadi “critically insufficient”. Yang terpenting adalah langkah riil untuk akselerasi transisi pada dekade ini,” tegas Fabby.

Indonesia, sebagai salah satu 10 besar negara penghasil emisi di dunia justru mendapatkan catatan buruk dengan turunnya peringkat iklim Indonesia ke level terbawah menurut kerangka penilaian Climate Action Tracker (CAT).

Delima Ramadhani, Koordinator Proyek Climate Policy IESR, menyampaikan dalam peluncuran laporan Climate Action Tracker CAT, sepanjang tahun 2023 Indonesia menyampaikan sejumlah inisiasi dan kebijakan yang secara normatif mendukung adanya percepatan transisi energi, namun hal ini tidak berimplikasi pada upaya penurunan emisi.

“Rating Indonesia turun dari “highly insufficient ” menjadi “critically insufficient”. “Critically insufficient” berarti jika negara-negara memiliki komitmen iklim seperti Indonesia, laju pemanasan global akan ada di level 4 derajat,” kata Delima.

Mustaba Ari Suryoko, Analis Kebijakan Madya, Koordinator Pokja Penyiapan Program Aneka EBT, menanggapi bahwa penilaian terhadap upaya penurunan emisi menjadi i suatu pengingat bagi seluruh pihak untuk terus bekerja mencapai target penurunan emisi.

“Angka capaian adalah akumulasi dari berbagai variabel, maka kami berharap dalam perencanaan bukan hanya menentukan target yang ambisius namun juga harus dikerjakan upaya pencapaian,” katanya.

Anna Amalia, Fungsional Perencana Madya Bappenas, mengatakan bahwa untuk mengejar target iklim Indonesia yang lebih ambisius terdapat beberapa kesempatan.

“Pemerintah mulai bergerak progresif, dalam 20 tahun ke depan kita akan punya RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional-red) yang fokus pada penurunan emisi GRK, bagaimana kita mendorong pertumbuhan ekonomi melalui koridor yang rendah emisi dan tentu saja kebijakan lainnya akan mengikuti,” kata Anna.

Laporan tahunan Climate Transparency juga menyertakan Implementation Check untuk melihat efektivitas pelaksanaan kebijakan iklim.

Akbar Bagaskara, Analisis Sektor Ketenagalistrikan IESR, menjelaskan sektor ketenagalistrikan Indonesia ada pada kategori medium sebab implementasi kebijakan yang mendukung adanya transisi di sektor ketenagalistrikan belum berjalan dengan efektif.

“Secara historis, dalam lima tahun terakhir kita tidak mencapai target tahunan energi terbarukan. Perlu penguatan kebijakan untuk memperkuat ekosistem pendukung energi terbarukan Indonesia, serta pelibatan berbagai kelompok dalam proses perencanaan, procurement, hingga evaluasi,” jelas Akbar.

Yosi Amelia, Staff Program Hutan & Iklim, Yayasan Madani Berkelanjutan, menyoroti adanya ketidaksinkronan strategi lintas kementerian dan lembaga pemerintah yang menciptakan ketidakjelasan dokumen yang dijadikan pedoman. 

“Terdapat ketidaksinkronan antar dokumen misalnya tentang kuota deforestasi Indonesia. Dalam strategi FOLU Net Sink 2030, tidak ada lagi kuota deforestasi sementara pada E-NDC masih memberikan kuota deforestasi,” kata Yosi.

Mendorong Transisi Energi dari Level Sub-Nasional

Semarang, 19 Desember 2023 – Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim tahunan yang diselenggarakan di Dubai pada November – Desember 2023 ini menghasilkan sejumlah kesepakatan global, salah satunya kesepakatan 118 negara untuk bertransisi dan meninggalkan bahan bakar fosil. Kesepakatan ini lahir salah satunya karena desakan negara-negara yang mengalami dampak perubahan iklim. Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah. 

Dalam pidato pembukanya untuk Forum Akselerasi Energi Terbarukan Jawa Tengah Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan bahwa hal paling sederhana untuk memastikan transisi energi terjadi adalah dengan menambah kapasitas energi terbarukan pada bauran energi.  Untuk menambahkan kapasitas energi terbarukan secara masif dibutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit, dan kondisi pendukung (enabling conditions) yang komprehensif.

“Transisi energi yang kompleks dan mahal hanya bisa terjadi jika ada enabling conditions, meliputi peraturan dan regulasi, dukungan untuk kemitraan publik dan swasta, inisiatif masyarakat, serta investasi. Saat ini, untuk mencapai target RUED kemampuan pendanaan daerah masih belum cukup, maka perlu mendorong adanya investasi,” kata Fabby.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan,  menyampaikan bahwa pihaknya telah berkontribusi pada pencapaian target 23% bauran energi terbarukan nasional pada tahun 2025. 

“Pada tahun 2023, Provinsi Jawa Tengah telah mencapai bauran energi terbarukan daerah sebesar 21,2% kita juga masih akan terus mendorong penambahan kapasitas ini di tahun-tahun mendatang. Selain itu kami juga mendorong praktik konservasi energi melalui gerakan hemat energi dan air, di instansi pemerintah dan juga pada badan-badan usaha, termasuk audit energi,” katanya.

Tavip Rubiyanto, Analis Kebijakan Ahli Madya pada Substansi Energi dan Sumber Daya  Mineral,  Direktorat  SUPD  I  Ditjen  Bina  Pembangunan Daerah Kemendagri menyoroti peran serta seluruh sektor OPD dalam urusan pengelolaan energi terbarukan di daerah.

Sejak awal, Dinas ESDM harus melakukan koordinasi dengan dinas terkait seperti (Dinas-red) Lingkungan Hidup, Perhubungan, Perencanaan. Sehingga RUED ini dapat diintegrasikan dalam RPJMD. Memang perlu effort untuk meyakinkan dan memberikan pemahaman bagi Bappeda untuk mendukung target EBT ini, namun itu yang harus dilakukan,” kata Tavip.

Secara tren investasi, Indonesia tengah menjadi tujuan investasi global meski saat ini masih terdapat beberapa tantangan investasi. Hal ini disampaikan oleh Purwo Wiyatmanto, Kasubdit Analis Strategi Promosi/ Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya, Kementerian Investasi/BKPM.

“Investasi di sektor energi baru terbarukan juga meningkat demand-nya. Kebutuhan energi yang semakin meningkat juga diikuti dengan pangsa energi terbarukan yang semakin meningkat. Pangsa energi terbarukan Indonesia yang baru di sekitar 14,5% (di bawah rata-rata ASEAN-red) menjadi tantangan tersendiri, namun hal ini juga sekaligus suatu peluang untuk tumbuh,” katanya.

Dari sisi industri, sebenarnya terdapat kebutuhan akan listrik bersih yang dihasilkan oleh sumber energi berkelanjutan. Kebutuhan ini semakin kuat jika suatu industri masuk ke dalam rantai pasok merk global. Rudi Cahyono, Manager Energy Carbon, PT Selalu Cinta Indonesia (SCI) menceritakan desakan ini karena pihaknya masuk dalam rantai pasok industri alas kaki yang dipasarkan secara global.

“Kami berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan pada tahun 2030 sebagai konsekuensi kami masuk dalam rantai pasok global. Pada tahun 2024 targetnya adalah kami dapat mengurangi carbon footprint sebanyak 99%,” ujar Rudi.

Sakina Rosellasari, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Jawa Tengah menambahkan bahwa instansinya secara aktif  terus mempromosikan proyek yang siap dikembangkan oleh investor. 

“Jawa tengah terbuka untuk green investment, tidak hanya padat karya, namun juga pengelolaan ekonomi hijau,” katanya.

Selain investasi pada skala industrial, pemanfaatan energi terbarukan pada level komunitas juga perlu untuk terus didorong. Yanto, Kepala Desa Banyuroto (salah satu Desa Mandiri Energi), Kabupaten Magelang menyatakan bahwa banyak potensi energi terbarukan dalam skala kecil yang dapat dimanfaatkan untuk skala komunal dengan dukungan pemerintah daerah.

Rencana ke depan, kami, pemerintah desa berupaya untuk meningkatkan jumlah biogas di masyarakat, sekitar 100 biogas minimal dalam 5 tahun ke depan dan menganggarkan dalam APBDes dan siap bekerja sama dengan dinas terkait, kampus dan pihak lainnya,” katanya.

Dengan adanya 34 Unit Pengolahan Biogas yang tersebar hampir diseluruh wilayah Desa Banyuroto, Pengolahan Biogas ini ikut membantu kesejahteraan masyarakat sejak tahun 2007, mulai dari kebutuhan memasak (mengurangi beban rumah tangga), lampu penerangan tanpa konverter dan zero sampah dari hasil pemilahan proses biogas (pupuk padat dan cair, bioslurry).

Pada tahun 2023 ini pemerintah nasional menorehkan sejumlah catatan penting dalam pengembangan energi terbarukan. Revisi dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan diresmikannya PLTS Terapung Cirata termasuk dalam poin besar proses transisi energi pada tahun ini. 

Adimas Pradityo, Manajer Pengembangan Bisnis dan Niaga, PLN Nusantara Power menyampaikan bahwa pada tahun 2024 akan ada pengembangan PLTS di Jawa Tengah dengan kapasitas 140 MW di beberapa lokasi antara lain Batang dan Pemalang. Adimas juga membagikan pengalaman PLN Nusantara Power dalam mengembangkan PLTS terapung Cirata.

“(Salah satu) Tantangannya adalah menjelaskan konsep PLTS tersebut kepada regulator. Kita benar-benar bottom up approach dalam perizinan pengembangan PLTS Terapung Cirata,” katanya.

Melihat Berbagai Kemajuan Transisi Energi di Indonesia

Jakarta, 15 Desember 2023 – Dalam tiga tahun terakhir, terdapat sejumlah kemajuan dalam transisi energi di Indonesia. Sejak 2020, Pemerintah Indonesia mulai memasukkan agenda transisi energi dalam agenda pemerintah.

Dalam peluncuran laporan utama tahunan Indonesia Energy Transition Outlook 2024, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan kemajuan ini merupakan suatu hal yang penting.

“Dalam 3 tahun terakhir, Indonesia berupaya untuk konsolidasi kebijakan insentif energi terbarukan. Hasilnya belum banyak terlihat, namun isu transisi energi semakin dibicarakan, menjadi isu penting, dan menjadi agenda utama. Tahap selanjutnya, dengan adanya kebijakan yang terkonsolidasi, langkah transisi energi Indonesia dapat lebih cepat,”

Fabby menambahkan dalam menyusun laporan IETO 2024, tim IESR menggunakan empat kerangka untuk menganalisis perkembangan transisi energi di Indonesia meliputi (1) kerangka kebijakan dan regulasi, (2) dukungan pendanaan dan investasi, (3) aplikasi dari teknologi, serta (4) dampak sosial dan dukungan masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan bahwa konsolidasi yang dilakukan pemerintah saat ini tidak hanya dilakukan dari sisi regulasi, tetapi juga dilakukan dari sisi tekno ekonomi.

“Menurut kami, salah satu kunci suksesnya NZE (net zero emission) di sektor pembangkitan listrik adalah adanya super grid yang menyambungkan pulau-pulau di Indonesia,” kata Dadan.

Capaian dekarbonisasi Indonesia selama tahun 2023, dinilai kurang menggembirakan di mana dalam kurun waktu satu tahun ini penambahan kapasitas energi terbarukan hanya bertambah sekitar 1 GW, jauh dari target RUPTL 2021-2030 yang menetapkan 3,4 GW pada periode yang sama.

Alvin Sisdwinugraha, Analis Sektor Ketenagalistrikan IESR mengungkapkan Indonesia perlu segera berbenah untuk mengejar target dekarbonisasinya, terutama dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

“Pemerintah dapat melakukan sejumlah strategi meliputi peninjauan ulang fase persiapan proyek, meningkatkan daya tarik proyek, meningkatkan rantai pasok energi terbarukan dalam negeri, dan segera meningkatkan infrastruktur jaringan ketenagalistrikan.”

Alvin juga menyoroti strategi pengembangan biomassa, yang terkait erat dengan ketersediaan lahan untuk tanaman bahan baku (feedstock). Mengingat ketersediaan lahan yang terbatas, ia mengungkapkan. baik jika penggunaan biomassa difokuskan pada sektor-sektor yang sulit untuk didekarbonisasi (hard-to-abate).

Selain sektor ketenagalistrikan, sektor lain yang mengkonsumsi energi adalah industri dan bangunan. Sektor industri merupakan pemicu peningkatan konsumsi energi yang signifikan di Indonesia, atau sekitar 81%. Pada tahun 2022, terdapat penambahan 5 unit smelter komersil, yang dapat berdampak pada potensi peningkatan konsumsi energi sebanyak 2 kali lipat pada tahun 2023.

Fathin Sabbiha Wismadi, Analis Energi Efisiensi pada Bangunan, IESR, mengungkapkan adanya regulasi yang mengikat akan menjadi salah satu akselerasi efisiensi energi.

“Kita memiliki 6 hal yang dapat berkontribusi untuk menurunkan intensitas energi di Indonesia, pertama, elektrifikasi. Kedua, efisiensi energi, ketiga, regulasi mengenai konsumsi energi dan efisiensi energi, keempat ekosistem dan infrastruktur seperti lokasi pengisian daya, kelima, insentif dan keenam, meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia,” ungkap Fathin.

Dari sisi suplai, pada level sub-nasional, sejumlah daerah di Indonesia telah menyelesaikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Anindita Hapsari, Analis Agrikultur, Kehutanan,

Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim IESR menyoroti kebutuhan asistensi pada tiap-tiap daerah dalam mengakselerasi adopsi energi terbarukannya.

“Kemampuan setiap daerah yang berbeda, memerlukan adanya asistensi dalam bentuk  regulasi dan skema, baik finansial dan non finansial,” kata Anin.

Ketersediaan pembiayaan menjadi salah satu isu yang menghambat akselerasi energi terbarukan. Salah satu penyebabnya adalah persepsi investasi energi terbarukan masih terbilang rendah. Martha Jessica, Analis Sosial Ekonomi IESR, menyampaikan investasi pada pembangkit energi terbarukan masih dianggap sebagai investasi berisiko tinggi (high risk).

“Realisasi investasi di renewables juga masih rendah. Tren sangat jauh dari kata ideal di mana tahun ini dan tahun lalu tidak mencapai targetnya, yaitu target investasi sebesar USD 1,8 miliar  pada 2023, namun semester kemarin hanya tercapai  sekitar 30% saja,” katanya.

Sektor ketenagalistrikan merupakan sektor terdepan dalam agenda dekarbonisasi Indonesia, karena sudah memiliki peta jalan dekarbonisasi nya. Meskipun demikian, target di sektor ketenagalistrikan tetap tidak mudah untuk dicapai. 

His Muhammad Bintang, Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Baterai, IESR, menyebutkan setidaknya terdapat tiga hal yang perlu didorong untuk memastikan tercapainya target dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan. 

“Pertama, kita perlu membangun clean energy ecosystem, kedua physical and non-physical infrastructure, dan prioritaskan intervensi yang sudah teruji,” katanya.