Komitmen Pemerintah Daerah Jadi Kunci Transisi Energi Terbarukan

Jakarta, 8 Desember 2020 – Banyak daerah di Indonesia menyimpan banyak potensi energi terbarukan yang belum diolah secara optimal. Oleh karena itu selain kebijakan yang berpihak pada energi terbarukan, kepemimpinan pemimpin daerah menjadi kunci penting untuk mengolah potensi energi terbarukan.

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan NTT memiliki potensi energi terbarukan dari sinar matahari sebanyak 60.000 MW. Namun hanya 100 MW yang berhasil dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengharapkan adanya kolaborasi dengan pemerintah pusat dan PLN untuk melakukan langkah konkrit.

“Tidak ada pilihan lain, kita harus transisi menuju energi terbarukan, sebab ini berpengaruh ke sektor lain. Contohnya saat kita produksi seaweed [rumput laut], itu ditolak oleh perusahaan Eropa karena belum 100 persen diproduksi menggunakan energi terbarukan. Artinya minat dunia sudah ke energi terbarukan, kita tidak ada pilihan selain transisi,” kata Viktor dalam diskusi panel The 3rd Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2020, Selasa (08/12/2020).

.

Indonesia juga memiliki budaya kemasyarakatan yang luar biasa. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memanfaatkan gerakan masyarakat di desa untuk turut berpartisipasi membangun Desa Mandiri Energi. Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan masyarakat di desa mandiri energi memanfaatkan energi sinar matahari, biomassa, aliran air dan biodigester untuk pembangkit listrik.

Wakil Bupati Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Beni Hernedi mengatakan beberapa masyarakat di seluruh kabupaten Sumatera Selatan kini mulai memanfaatkan biomass untuk bahan bakar pembangkit listrik. Namun program-program pemerintah daerah untuk mengoptimalkan bauran energi butuh dukungan dari pemerintah pusat dan PLN selaku penyedia listrik utama.

Provinsi Bali juga membutuhkan dukungan pemerintah pusat untuk kolaborasi smart grid energi terbarukan dengan grid lama. Menurut IGW Samsi Gunarta selaku Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, dukungan ini dibutuhkan untuk mendukung pemanfaatan kendaraan listrik yang mulai diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi. “Selain itu tidak mungkin kita produksi terus tetapi tidak digunakan. Selain produksi, penggunaannya juga harus dipikirkan,” kata Samsi.

Provinsi Chungnam, Korea Selatan menjadi contoh bahwa keberhasilan pemimpin daerah menjadi kunci keberhasilan provinsi untuk mengarahkan masyarakat melakukan transisi energi. Gubernur Chungnam, Yang Seung Jo melakukan komitmen dengan 300 organisasi masyarakat untuk mengeliminasi emisi karbon. Harapannya Indonesia bisa mencontoh langkah Chungnam yang bekerjasama dengan masyarakat, yang disampaikan dalam pidatonya di hari kedua dalam perhelatan IETD 2020.

Simak pidato lengkap dari Gubernur Yang Seung Jo, yang disampaikan dalam rangkaian IETD 2020 hari ke 2 berikut ini:

Penurunan Emisi Karbon Melalui Pengembangan Energi Terbarukan Butuh Kolaborasi Semua Pihak

Rangkaian kegiatan 3rd Indonesia Energy Transition Dialogue 2020 #IETD2020 #TransisiEnergi

 

Jakarta, 7 Desember 2020 Emisi karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) cenderung rendah selama pandemi Covid-19 akibat konsumsi energi listrik yang menurun. Meski demikian, target pengurangan emisi karbon belum di dalam jalur pemenuhan komitmen Perjanjian Paris. Agar penurunan emisi karbon ini berkelanjutan, pemerintah Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan pemulihan pasca Covid-19 dengan lebih masif mengembangkan potensi energi terbarukan. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sambutannya saat membuka Indonesia Energy Transition Dialogue 2020 (IETD 2020) menyoroti pula fenomena turunnya harga batubara di pasar internasional dan makin kuatnya komitmen negara pengimpor batubara seperti Cina, Korea dan Jepang untuk netral karbon di 2050.

“Sepuluh tahun lalu, orang mungkin tidak membayangkan bahwa teknologi panel surya akan menjadi salah satu energi untuk menyalakan listrik. Atau, dekade yang lalu, orang mungkin tidak percaya kalau batubara akan menjadi sejarah karena sudah tidak ekonomis lagi. Namun, semua itu sedang terjadi saat ini. Energi surya semakin murah, dan batubara menjadi tidak populer,” ujarnya.

Fabby menjabarkan pula bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dari sinar matahari, panas bumi, biogas dan tenaga air. Menggunakan potensi-potensi tersebut, Indonesia harus mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% di tahun 2025.

Menurut riset IESR, peluang Indonesia untuk mencapai target bauran energi cukup positif. Penetrasi bauran energi di Indonesia dapat mencapai 40%. Studi terbaru IESR dengan Lappeenranta University of Technology (LUT) Finlandia dan Agora Energiewende mengatakan Indonesia dapat mencapai 100 persen permintaan energi terbarukan pada 2050 dengan biaya efektif tanpa berkompromi soal keamanan energi. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kolaborasi dari seluruh pemangku kebijakan pemerintah dan masyarakat.

Meskipun belum secepat negara ASEAN seperti Thailand dalam mendorong pengembangan energi terbarukan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan membuat berbagai kebijakan fiskal yang mendukung industri energi terbarukan. Beberapa diantaranya adalah tax holiday (cuti pajak) dan tax allowance (pengurangan pajak) untuk industri energi terbarukan.

Selain itu, Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan yang hadir dalam Indonesia Energy Transition Dialog (IETD) menekankan pentingnya sinergi antar lembaga untuk menentukan arah energi terbarukan Indonesia ke depannya.

“Pemerintah pada dasarnya sangat bersemangat terhadap pengembangan energi terbarukan. Mari, setiap lembaga terutama Kementerian ESDM dan lembaga terkait untuk duduk bersama dan berdiskusi secara mendalam, sehingga kami, dari Kementerian Keuangan dapat memberikan dukungan yang maksimal dalam hal mendorong investasi energi terbarukan di Indonesia,” ajak Suahasil.

Pemerintah juga terus berupaya memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia melalui berbagai program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yaitu alokasi dana sebesar Rp. 318 triliun. Berkat program tersebut ekonomi Indonesia mulai membaik dilihat dari grafik perkembangan pendapatan nasional sebesar -5,32 persen yang naik menjadi -3,49 persen pada kuartal tiga.

Namun sayangnya, stimulus ekonomi tersebut lebih banyak mengalir ke energi fosil dibandingkan energi terbarukan. Oleh karena itu pemerintah menyediakan pendanaan industri energi baru terbarukan dengan berbagai sumber pendanaan. Salah satunya melalui penerbitan sukuk hijau.

Artikel ini diolah dari hasil diskusi hari pertama di Indonesia Energy Transition Dialogue 2020, Senin, 7 Desember. Ikuti rangkaian kegiatan IETD 2020 yang akan berlangsung dari Senin – Jumat, 7 – 11 Desember 2020, kunjungi ietd.info

Di hari kedua dari rangkaian kegiatan IETD 2020, akan menghadirkan Gubernur dari Jawa tengah, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, NTT, dan Bupati Musi Banyuasin dengan penampilan spesial dari Gubernur Chungcheongnam-do, Korea Selatan.

https://ietd.info

Pengembangan Potensi Energi Terbarukan Butuh Dukungan Kebijakan Pemerintah

Jakarta, 7 Desember 2020 – Konsumsi bahan bakar fosil menurun drastis di tengah pandemi Covid-19. Kondisi ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk lebih masif mengembangkan potensi energi terbarukan untuk menurunkan emisi karbon dengan pengembangan potensi energi terbarukan. Oleh karena itu, sejumlah kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendukung industri energi terbarukan.

Opening speech oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR

Namun menurut riset Institute for Essential Services Reform (IESR), alokasi dana sebesar Rp 318 Triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah disiapkan pemerintah sebagai penanganan dan stimulus ekonomi untuk pandemi Covid-19 belum berpihak kepada energi terbarukan. Padahal, merujuk kepada laporan terakhir International Energy Agency, energi terbarukan menjadi satu-satunya sumber energi yang memiliki pertumbuhan yang positif di tengah masa pandemi ini.

“Selain itu menurut studi kami di tahun 2019 menunjukkan hasil bahwa Indonesia bisa menambah penetrasi energiterbarukan hingga 40 persen di Jawa-Bali dan Sumatera tanpa mengurangi keamanan dan menambah biaya sistem,” kata Executive Director IESR & ICEF, Fabby Tumiwa, Senin (7/12/2020) dalam acara diskusi panel The 3rd Indonesia Energy Transition Dialogue 2020 (IETD 2020) bertajuk “Transisi Energi: Kunci Membangun Kembali Sistem Ekonomi dan Energi yang Lebih Baik”.

Pertumbuhan sumber energi terbarukan dinilai positif untuk proyeksi kedepannya hingga tahun 2030. Fabby mengatakan berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung energi terbarukan dalam paket pemulihan ekonomi menjadi pilihan logis karena dapat menarik investasi energi bersih, menciptakan lapangan kerja baru dan lebih hijau, serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca dan polusi udara.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif mengatakan penting bagi Indonesia untuk mulai menggunakan energi terbarukan di tengah pemulihan ekonomi pasca Covid-19. 

“Ada beberapa fokus pemerintah untuk mendukung pegembangan energi terbarukan, yaitu pengembangan biodiesel, pengembangan tenaga surya sebagai sumber energi terbarukan, dan penggunaan biofuel untuk kendaraan,” kata Arifin.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM

Arifin mengatakan langkah pemerintah tersebut harus didukung oleh iklim kebijakan fiskal yang berpihak pada industri energi terbarukan. Selain itu diperlukan regulasi yang mengatur bisnis energi terbarukan agar tetap dalm koridor yang telah ditentukan.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pemerintah akan mendukung energi terbarukan melalui kebijakan tax holiday dan tax allowance untuk industri energi terbarukan. 

“Kami juga akan mengalokasikan dana ke daerah untuk sektor energi, termasuk pembiayaan lokasi dan suntikan modal bisnis, kemudian untuk project development,” kata Suahasil.

Menurut Suahasil, pada kuarter ketiga 2020 Indonesia mengalami kenaikan pendapatan nasional. Meski begitu anggaran masih terbatas untuk dialokasikan pada sektor energi terbarukan. Oleh karena itu pemerintah mengakses sumber pendanaan lain untuk mendukung energi terbarukan. 

Suahasil Nazari, Wakil Menteri Kemenkeu RI

Dana itu didapatkan melalui penerbitan sukuk hijau, pendanaan di bidang geothermal (Geothermal fund) melalui Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM) dan Geothermal Energy Upstream Development Program (GEUDP), environtmental pooling fund dan dana dari PT SMI.

Tema transisi energi pasca pandemi ini memang menjadi salah satu pembahasan utama dari total 12 sesi dialog yang ada dalam IETD dari Senin, 7 Desember 2020 hari ini hingga Jumat, 11 Desember 2020 mendatang. Setidaknya terdapat tiga sesi terkait Covid-19 dan transisi energi, yakni di sesi diskusi panel tingkat tinggi hari pertama, sesi ketiga di hari kedua, dan sesi kelima di hari ketiga. Selain membahas mengenai topik ini, status dan perkembangan transisi energi di tingkat global dan nasional juga menjadi bahan diskusi lainnya dalam IETD 2020, termasuk bagaimana dan apa implikasinya terhadap konteks Indonesia.

Lebih lanjut, dalam IETD yang diselenggarakan pertama kalinya dalam bentuk virtual ini, juga akan membahas peta jalan transisi energi di Indonesia, yang menjadi salah satu kesimpulan utama untuk ditindaklanjuti dari IETD tahun 2019 lalu. Sesi pembahasan ini akan diselenggarakan di hari keempat, yakni pada 10 Desember 2020 mendatang.

Dalam pidato pembuka dan refleksinya, Prof. Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Dewan Penasihat Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) yang sempat menjadi Menteri Pertambangan dan Energi ke-10 menjelaskan bahwa saat ini,urgensi dalam membangun peta jalan transisi energi nasional menjadi penting untuk dilakukan dalam satu (sampai) dua tahun mendatang sebagai referensi bersama semua pihak yang terkait dan terlibat dalam proses transformasi yang terjadi. 

“Terlebih lagi, negara-negara ekonomi berkembang seperti Indonesia sedang berada di persimpangan jalan untuk menentukan masa depan sistem energinya. Tetap bersikukuh untuk membangun infrastruktur berbasis fosil akan menjadi suatu perkara dalam jangka panjang dengan terkuncinya teknologi dan infrastruktur yang tinggi karbon,” kata Kuntoro.

Menurtnya, dalam fase transisi seperti sekarang ini, disaat kita mencoba bangkit dan pulih dari pandemi, pemenuhan kebutuhan energi dimasa yang akan datang harus dapat dipenuhi dengan teknologi alternatif bebas karbon yang sudah semakin kompetitif. Tujuannya tidak lain dikarenakan teknologi ini dapat menghindarkan kita dari berbagai dampak bencana perubahan iklim, yang dalam waktu bersamaan, juga dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 

Perkembangan teknologi energi terbarukan yang semakin maju dan ekonomis, preferensi investasi energi bersih yang lebih baik, dan berbagai terobosan teknologi digital di sektor energi menjadikan sistem energi konvensional berbasis fosil tidak lagi relevan untuk terus dipertahankan.

Melalui penyelenggaraan IETD inilah salah satu bentuk kontribusi nyata yang dilakukan oleh ICEF dan IESR dalam mendukung proses transisi energi di Indonesia. IETD dirancang untuk menjadi pertemuan tahunan untuk berbagi ide dan pengetahuan serta membangun pemahaman mengenai transisi energi untuk pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan terkait. Sehingga harapannya komunitas epistemik yang mendorong agenda transisi energi Indonesia menuju sistem yang karbon netral dapat terbangun dan berkembang.

Unduh Text Pidato Pembukaan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR
Unduh Text Pidato Keynote Speech Arifin Tasrif, Menteri ESDM

Indonesia Energy Transition Dialogue_IETD-Wamen kemenkeu

Unduh Materi Paparan Suahasil


Tentang Institute for Essential Services Reform (IESR) 

Institute for Essential Services Reform (IESR) adalah think-tank di bidang energi dan lingkungan. IESR mendorong transformasi menuju sistem energi berkelanjutan dengan melakukan advokasi kebijakan publik yang bertumpu pada kajian berbasis data dan saintifik, melakukan asistensi dan pengembangan kapasitas, serta membangun kemitraan strategis dengan aktor-aktor non-pemerintah, Informasi lebih lanjut silahkan kunjungi laman www.iesr.or.id

Tentang Indonesia Clean Energy Forum (ICEF)

Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) adalah platform dialog konstruktif dan berbasis fakta untuk meningkatkan pemahaman transisi energi dan berbagi praktik terbaik mengenai kebijakan, peraturan, dan kerangka kerja kelembagaan untuk mendukung transisi energi yang adil di sektor energi Indonesia. ICEF secara resmi diluncurkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 15 November 2019. Anggota inti ICEF terdiri dari 25 individu terkemuka dari berbagai latar belakang, informasi lebih lanjut silahkan kunjungi laman http://iesr.or.id/program/indonesia-clean-energyforum/


Informasi lebih lanjut IETD 2020, silahkan hubungi

Gandabhaskara Saputra
Outreach and Engagement Adviser, IESR
ganda@iesr.or.id | 0813 1093 9164