Transisi Energi Indonesia di Mata Jurnalis

Peneliti Senior IESR, Raden Raditya Yudha Wiranegara di peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2023

Jakarta, 17 Januari 2023Transisi energi menuju energi terbarukan seakan keras mengaung dalam momentum G20 2022. Pasalnya, Pemerintah Indonesia menempatkan transisi energi sebagai salah satu isu prioritas di bawah kepemimpinannya di G20. Pemberitaannya di media massa, menggunakan kata kunci “transisi energi” di Brandwatch.com, meningkat dari 346 di 2017 menjadi lebih dari 79 ribu di 2022. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) senantiasa berupaya berkontribusi untuk mempopulerkan transisi energi dengan berbagai kajian dan kegiatan advokasinya. Salah satunya adalah dengan menerbitkan laporan utamanya yang mendorong dan mengukur proses transisi energi di Indonesia berjudul Indonesia Energy Transition Outlook (IETO). Dipublikasikan setiap tahun sejak 2017, IETO 2023 merupakan jilid ke-6. Sebelumnya laporan ini berjudul Indonesia Clean Energy Outlook di 2017, namun berubah nama menjadi Indonesia Energy Transition Outlook pada tahun 2020.  

Peluncuran IETO disambut baik oleh berbagai pihak, di antaranya para jurnalis di media massa yang mempunyai peran penting sebagai penyampai informasi kepada publik. 

Sugiharto, wartawan ANTARA, menuturkan IETO merupakan salah satu laporan  penting yang berkembang semakin baik dari tahun ke tahun dan menjadi  referensi dalam penulisan jurnalistik karena memuat berbagai data dan informasi tentang program transisi energi yang dijalankan oleh Indonesia.

“Dengan laporan IETO yang lengkap datanya maka kami sebagai jurnalis cukup sering menjadikannya sebagai referensi penulisan, terutama terkait keragaman data di luar pemerintahan,” terang Sugiharto. 

Di sisi lain, Sugiharto menilai, perkembangan transisi energi di Indonesia belum terlalu agresif. Padahal Indonesia punya banyak potensi energi terbarukan yang sangat mumpuni untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Hambatan regulasi dan pendanaan menjadi tantangan bagi pengembangan transisi energi di Indonesia yang perlu diatasi.

“Dilihat dari bauran energi terbarukan yang masih rendah, pemerintah perlu agresif merealisasikan ambisi transisi energi di Indonesia,” ujar Sugiharto. 

Aditya Putra, wartawan Harian Kompas, menjelaskan IETO yang menjabarkan tantangan transisi energi di Indonesia dan langkah strategis ke depannya. Menurutnya hal ini menarik untuk diketahui oleh publik.

“Data-data yang tersaji di dalam IETO bisa membuat publik semakin memperhatikan transisi energi, termasuk yang mungkin selama ini terlewat oleh jurnalis atau tidak diungkap secara berkala ke publik oleh pemerintah misalnya soal bauran energi terbarukan dalam energi primer yang menurun. Makin menjauh target yang telah ditetapkan,” jelas Aditya.

Aditya berharap keberadaan laporan seperti IETO 2023 dapat mengawal komitmen dan implementasi dari agenda dan rencana transisi energi pemerintah. Senada dengan Aditya, Vindry Florentin, wartawan Koran Tempo, memaparkan integrasi data yang komprehensif membahas transisi energi di laporan IETO menjadi rujukan bagi media. Terlebih, kata Vindry, data yang dibagikan pemerintah juga belum lengkap dan terintegrasi. 

Menyoal perkembangan transisi energi di Indonesia, Efri Ritonga, wartawan senior  Koran Tempo, memaparkan bahwa transisi energi terus berjalan walaupun masih lambat.  Aksi-aksi inisiatif masyarakat untuk memulai transisi energi, seperti penggunaan PLTS atap di hunian, maupun pengembangan energi terbarukan skala besar masih terkendala. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil masih menjadi primadona karena alasan harga, ketersediaan, dan keterjangkauan. Terlebih, sebagian masyarakat juga belum mengenal isu transisi energi. 

“Terdapat beberapa penyebab isu transisi energi belum begitu dikenal banyak masyarakat. Pertama, belum banyak informasi atau sosialisasi mengenai praktik transisi energi yang bisa dimulai dari diri sendiri, misalkan, dengan menggunakan kompor listrik, memasang PLTS atap, dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi berbahan fosil atau beralih ke kendaraan listrik. Kedua,  soal kepraktisan dan biaya. Contohnya di sektor transportasi, harga mobil elektrik  masih sangat mahal, dan ketersediaan charging station masih minim,” ujar Efri dan Vindry. 

Peluang Semakin Terbuka untuk Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan di 2023

Perkembangan transisi energi di Indonesia

  • Secara umum, berdasarkan pengukuran kesiapan bertransisi (Transition Readiness Framework/TRF) yang dibuat oleh IESR, kesiapan Indonesia dalam bertransisi energi masih rendah
  • Pangsa energi terbarukan dalam bauran energi primer Indonesia menurun dari 11,5% pada 2021 menjadi 10,4% pada 2022
  • Porsi energi terbarukan saat ini dalam bauran listrik adalah 12,8%, dengan kapasitas 8,5 GW.
  • Pada Q3 2022, realisasi investasi kurang dari 35% dari target sebesar USD 3,97 miliar.
  • Intensitas energi telah menurun pada tingkat 1,7% per tahun, sesuai target RUEN pengurangan 1% per tahun.
  • Intensitas energi di bangunan residensial dan komersial juga menurun dengan laju 1,38%/tahun dan 2,64%/tahun.
  • Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengidentifikasi sebanyak 11 GW PLTU dapat dipensiunkan lebih awal. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dengan melibatkan kementerian lain.
  • Terdapat peningkatan adopsi kendaraan listrik.
  • 8 dari 38 provinsi di Indonesia menetapkan target energi terbarukan lebih dari 31% pada 2025
  • Pembiayaan dari lembaga keuangan yang digunakan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia meningkat namun masih rendah dibandingkan portofolionya.

Peluang percepatan transisi energi 

  • Kesiapan bertransisi energi tinggi jika ditinjau dari harga teknologi energi terbarukan yang semakin menurun.
  • Terbitnya PP 112/2022 jika diikuti dengan aturan yang mengakomodasi kepentingan pengembang energi terbarukan akan meningkatkan kesiapan bertransisi energi.
  • Akan terdapat penambahan kapasitas terpasang yang lebih tinggi di pembangkit listrik tenaga panas bumi, air, dan tenaga surya. Contohnya peningkatan kapasitas PLTP 55 MW, PLTA Peusangan dan Asahan dengan kapasitas 45 MW dan 174 MW, dan PLTS Cirata sebesar 145 MWac.
  • Indonesia menerima pendanaan internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) ,  Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) untuk transisi energi sejumlah USD 24,05 miliar.
  • 27 dari 38 provinsi telah menerbitkan perda Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
  • Tren biofuel diprediksi akan meningkat.

 

Jakarta, 15 Desember 2022- Tahun 2022 akan ditutup dengan pencapaian target bauran primer energi terbarukan yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun hadirnya dukungan internasional, peningkatan dan perbaikan peraturan terkait insentif dan proses pengadaan energi terbarukan, serta adanya pipeline proyek yang siap dikembangkan dapat menjadi pendorong melesatnya pertumbuhan energi terbarukan di 2023.

Institute for Essential Services Reform (IESR) didukung oleh Bloomberg Philanthropies kembali merilis laporan utamanya Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023 yang memantau, menganalisis, dan memproyeksikan perkembangan transisi energi di Indonesia. Laporan IETO menemukan bahwa pangsa energi terbarukan dalam bauran energi primer Indonesia menurun dari 11,5% pada 2021 menjadi 10,4% pada 2022. Hal ini disebabkan pangsa batubara meningkat ke level tertinggi sepanjang masa sebesar 43%, membuat target 23% pada tahun 2025 akan sulit diraih jika pemerintah tidak segera memperkuat komitmen politiknya terhadap pengembangan energi terbarukan.

“Ada perbedaan kontras antara ambisi dan realisasi perkembangan energi terbarukan. Ada komitmen untuk mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan tapi masih ada perbedaan persepsi dan prioritas berbagai pembuat kebijakan tentang bagaimana proses transisi dilakukan. Ini terlihat pada keputusan meniadakan feed in tariff pada Perpres 112/2022 dan penolakan terhadap klausula power wheeling pada perumusan RUU EBET, serta keputusan mempertahankan subsidi batubara dalam bentuk harga Domestic Market Obligation (DMO). Untuk melaksanakan transisi energi yang efektif, pemerintah harus punya kesatuan posisi dan menetapkan no-regret target,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.

IETO 2023 juga menyoroti pencapaian investasi energi terbarukan yang masih kurang dari target yang ditetapkan pemerintah hanya mencapai USD 1,35 miliar sampai Q3 2022, hanya 35% dari target tahun ini sebesar USD 3,97 miliar. Menurut IESR, iklim investasi perlu diperbaiki dengan memperbanyak dukungan finansial untuk pengembang energi terbarukan, proses pengadaan yang lebih jelas, skema tarif jelas, proses perizinan lebih singkat dan jelas, mengurangi hambatan masuknya investor asing, dan meningkatkan akses ke modal dengan suku bunga yang lebih rendah. 

Selain itu, penyediaan ruang yang lebih luas bagi integrasi energi terbarukan dalam sistem energi Indonesia harus segera dilakukan.

“Hal yang dapat dilakukan untuk memberikan ruang bagi penetrasi energi terbarukan, selain dari melakukan pensiun dini PLTU, adalah dengan mengoperasikan PLTU secara fleksibel. Secara teknis, pengoperasian ini akan membutuhkan perubahan di dalam komponen-komponen utama PLTU. Namun, tidak kalah penting, pengoperasian secara fleksibel akan membutuhkan fleksibilitas dalam hal perjanjian jual beli listrik dan kontrak suplai bahan bakar. Menurut IEA, dengan membuat kontrak-kontrak ini lebih ‘luwes’ akan terdapat penghematan sebesar 5% dari total biaya operasi selama setahun atau setara USD 0,8 miliar. Grid Code juga harus dibuat lebih detail. Hal ini juga mutlak diperlukan agar operator memiliki pedoman regulasi pengoperasian secara fleksibel, ” jelas Raditya Wiranegara, salah satu penulis utama IETO, yang juga merupakan Peneliti Senior IESR.

Di sisi lain, sektor transportasi dan industri menjadi krusial untuk dilakukan dekarbonisasi dengan cepat. Di sektor transportasi, terdapat tren yang menarik pada adopsi kendaraan listrik yang meningkat. Terlihat dari jumlah kendaran roda dua dan tiga yang naik hampir lima kali lipat dari 5.748 unit pada 2021 menjadi 25.782 unit pada 2022. Meskipun demikian, jumlah tersebut masih jauh dari target Nationally Determined Contributions (NDCs) yang menetapkan 13 juta kendaraan roda dua dan tiga di 2030. 

Agar adopsi kendaraan listrik semakin masif, maka pemerintah perlu membangun ekosistem kendaraan listrik, meliputi pembangunan infrastruktur pengisian daya yang  memadai, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen, serta memberikan insentif atau subsidi.

“Pemerintah perlu mendorong penciptaan ekosistem transisi energi di semua sektor energi, salah satunya adalah menciptakan level playing field antara energi fosil dan alternatif teknologi rendah karbon & energi terbarukan. Langkah awal yang perlu dikaji adalah bagaimana subsidi dan kompensasi energi saat ini bisa dialihkan untuk pemberian insentif untuk pengembangan energi terbarukan dan adopsi teknologi rendah karbon dan disaat yang bersamaan tetap membantu menjaga kesejahteraan masyarakat. Contoh yang menarik adalah subsidi pembelian motor listrik, sebagai upaya mengalihkan subsidi BBM,”ungkap Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR.

Penggunaan energi fosil di sektor industri telah menyumbang sekitar 20% total emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi Indonesia. Peningkatan efisiensi proses dan efisiensi energi serta penggantian bahan bakar telah diterapkan oleh beberapa industri intensif energi untuk mengurangi emisinya. 

“Implementasi CCUS dapat menjadi strategi jangka pendek yang penting dalam mengurangi emisi proses di industri semen, pupuk, dan baja, tetapi belum dimulai. Sektor industri perlu pula mengembangkan teknologi rendah karbon alternatif, seperti amonia berbasis elektrolisis untuk pupuk dan proses direct reduction iron-electric arc furnace (DRI-EAF) berbasis hidrogen untuk pembuatan besi. Saat ini, pengembangan teknologi rendah karbon di sektor industri sebagian besar masih dalam tahap awal MoU dan kesepakatan studi bersama,” jelas Raditya.

IESR mendorong pemerintah untuk mencapai bauran energi terbarukan 100% dalam bauran energi primer di tahun 2050 dan bauran energi terbarukan lebih dari 40% di sektor ketenagalistrikan pada 2030. Apabila pemerintah dapat memanfaatkan peluang dan dukungan yang telah disebutkan di atas, maka daya tarik dan bauran energi terbarukan pasti akan meningkat.Terbit sejak 2017 dengan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) yang kemudian bertransformasi menjadi Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) di 2019. Selain IETO 2023 yang telah memasuki edisi keenam, IESR juga menerbitkan secara terpisah. Indonesia Sustainable Finance Outlook atau ISFO dan Indonesia Solar Energy Outlook atau ISEO pada 2022. Sementara laporan

IETO 2023: Antisipasi Krisis Energi dengan Pemanfaatan Energi Terbarukan

Jakarta, 14 Desember 2022- Krisis energi global menunjukkan kerentanan ketahanan energi yang berbasis fosil, termasuk Indonesia di mana 67% bauran energi dari energi fosil. Menghadapi ketidakpastian situasi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan di masa depan terhadap ketahanan energi nasional, pemerintah perlu segera melakukan transisi energi secara berkeadilan dan berkelanjutan dengan cepat melalui optimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan menggantikan sumber-sumber energi fosil. Hal ini menjadi pembahasan utama dari laporan unggulan Institute Essential Services Reform (IESR) berjudul Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023.

Dampak krisis energi terlihat pada harga energi seperti batubara, gas alam, dan minyak mentah melambung 2-4 kali pada pertengahan 2022 dibandingkan pada 2019. Hal ini membuat produsen batubara domestik lebih tertarik untuk mengekspor ke luar negeri yang menyebabkan menipisnya pasokan batubara dalam negeri. Untuk mengatasi masalah krisis energi dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia membuat berbagai keputusan seperti mempertahankan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), mengucurkan subsidi energi fosil yang mencapai 650 triliun dan menyesuaikan  harga BBM untuk mengurangi beban subsidi. Namun, cadangan  batubara, minyak dan gas yang menurun tiap tahunnya dan tekanan untuk mengatasi ancaman krisis iklim menuntut solusi jangka panjang agar Indonesia terbebas dari krisis energi di masa depan.

“Untuk menyediakan energi yang terjangkau dan aman, peningkatan penggunaan energi terbarukan untuk penyediaan listrik, transportasi dan industri dan mengurangi energi fosil harus diakselerasi. Transisi energi perlu dilakukan secara bertahap menyesuaikan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi arah kebijakan dan daya beli masyarakat. Tetapi semakin cepat kita meningkatkan bauran energi terbarukan maka semakin rendah kerentanan keamanan energi dan akan semakin murah harga energi di Indonesia, sebagaimana yang ditunjukan oleh sejumlah hasil kajian IESR. Kata kuncinya adalah target yang ambisius tapi juga fleksibel,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Konferensi Media untuk peluncuran IETO 2023.

Kondisi negara-negara Eropa dan Inggris yang hari ini mengalami harga energi yang mahal adalah contoh pemanfaatan transition fuel seperti gas alam sebagai strategi yang keliru. Ketika terjadi kekurangan gas, mereka secara temporer menaikkan energi fosil yang  justru mengingkari upaya global untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim akibat naiknya suhu bumi melebihi 1,5 derajat Celcius. 

IESR mendorong agar pemerintah membereskan seluruh pekerjaan rumah untuk menggenjot perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi dengan cepat. 

“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat transisi energi benar-benar terjadi dan berkelanjutan, yaitu penyesuaian KEN dan RUEN, penghapusan subsidi batubara dan gas secara bertahap, reformasi harga dan subsidi listrik, mempercepat pengakhiran operasi PLTU batubara, mengembangkan industri sel dan modul surya dalam negeri, penyesuaian grid code, serta mengintegrasikan strategi transportasi dan dekarbonisasi industri sesuai jalur nir emisi. Pemerintah harus mengejar semua reformasi ini secara cepat dan masyarakat harus terus mendorong agar transisi benar-benar terjadi,” jelas Fabby.

IETO 2023 juga menyoroti tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap transisi energi. Namun secara umum, kesiapan transisi energi di Indonesia masih rendah, meskipun beberapa kebijakan, regulasi pendukung dan rencana pengembangan energi terbarukan telah terbit, seperti enhanced NDC, RUPTL 2021-2030 yang memuat porsi 51,6 % energi terbarukan dan  Perpres 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 

“Beberapa hal masih harus dibenahi seperti contohnya pembatasan kapasitas pada pemasangan PLTS atap sebesar 15%, yang pastinya menurunkan minat masyarakat untuk memanfaatkan teknologi tersebut dan berkontribusi pada bauran energi terbarukan dalam skala nasional. Berdasarkan survei publik yang telah kami lakukan, lebih dari 60% masyarakat yang kami survei setuju untuk mempercepat pemberhentian penggunaan batubara sebagai sumber utama dalam sektor ketenagalistrikan dan mendukung pemerintah untuk mulai memperhatikan sumber-sumber lainnya seperti radiasi matahari, air, dan angin. Dengan adanya dukungan publik yang besar tersebut, pemerintah harus mulai bisa membuktikan komitmennya dalam menyediakan sumber listrik yang lebih bersih untuk seluruh kalangan masyarakat,” ungkap Handriyanti D Puspitarini, Penulis Utama IETO 2023 yang juga merupakan peneliti senior IESR.

Seluruh pembahasan mengenai status dan analisis sektor energi untuk mendorong percepatan transisi energi terangkum pada Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023. Terbit sejak 2017 dengan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) yang kemudian bertransformasi menjadi IETO di 2019, IETO menghadirkan beberapa bab baru dengan analisis yang mendalam.

“IETO akan secara konsisten menyoroti, mengukur dan memberikan rekomendasi untuk akselerasi transisi energi Indonesia dari tahun ke tahun. Beberapa laporan yang memberikan analisis mendalam dalam aspek khusus terkait transisi energi seperti aspek pendanaan transisi energi, energi surya, dan kendaraan listrik diterbitkan dalam laporan terpisah berjudul Indonesia Sustainable Finance Outlook atau ISFO, Indonesia Solar Energy Outlook atau ISEO, dan Indonesia Electric Vehicle Outlook atau IEVO, yang melengkapi analisis serta rekomendasi IETO di tahun ini,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR.

Didukung oleh Bloomberg Philanthropies, IESR akan melakukan diskusi dan peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2023 pada 15 Desember 2022. Laporannya dapat diunduh di s.id/IETO2023-IESR.