Transformasi Ekonomi Kabupaten Paser Menuju Energi Terbarukan: Solusi Adaptasi dan Keberlanjutan

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR)

Paser, 8 Mei 2024 – Indonesia semakin meneguhkan komitmennya terhadap pembangunan energi terbarukan dengan tujuan mencapai target penurunan emisi dan netralitas karbon (net zero emission) pada tahun 2060 atau lebih awal. Langkah-langkah ini tidak hanya merupakan bagian dari upaya global untuk mengatasi perubahan iklim tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap industri batubara, termasuk di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menggarisbawahi pentingnya transformasi ekonomi di daerah ini sebagai respons terhadap transisi energi yang sedang terjadi. Hal ini diungkapkannya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrebang) Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Paser Tahun 2025–2045 pada Rabu (8/5/2024),

“Transformasi ekonomi perlu dilakukan dalam menghadapi transisi energi karena adanya penurunan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor batubara, dan penurunan jumlah lapangan pekerjaan di sektor batubara serta adanya pembukaan lapangan pekerjaan di sektor ekonomi lainnya,” kata Fabby.

Fabby menegaskan, berdasarkan studi IESR, kontribusi sektor batubara pada produk domestik regional bruto (PDRB) kabupaten Paser begitu besar, lebih dari 70 persen. Namun, PDRB per kapita kabupaten Paser relatif stagnan dalam satu dekade terakhir. Untuk mengatasi ini, transformasi ekonomi menjadi krusial. Untuk itu, kapasitas pemerintah daerah dalam hal ini menjadi sangat penting. Yang artinya, pemerintah daerah perlu memiliki arah dan strategi yang jelas terkait transisi energi, membangun sistem pemantauan dan evaluasi yang koheren, serta memperkuat kerjasama antar instansi di tingkat daerah.

“Namun, tantangan yang dihadapi adalah keterbatasan wewenang dan anggaran dari pemerintah daerah. Misalnya, perbedaan instansi di tingkat daerah yang menangani urusan energi baru dan terbarukan (EBT), serta pendanaan proyek EBT yang tidak berjalan secara berkelanjutan. IESR menyarankan pembentukan instansi khusus yang membidangi urusan energi di level Kota/Kabupaten sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2016, dan membangun forum komunikasi horizontal antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah, dengan bantuan dari kerjasama organisasi internasional,” ucap Fabby. 

Menurut Fabby, dalam konteks transformasi ekonomi, terdapat beberapa sektor potensial di Kabupaten Paser yang dapat dimaksimalkan mengutip studi IESR, antara lain pertanian, transportasi, jasa keuangan, dan pendidikan. Namun, dalam pengembangan sektor ekonomi baru tersebut, aspek keadilan dan pemerataan perlu diperhatikan agar tidak terjadi ketidakadilan akibat industri ekstraktif.

“Kabupaten Paser juga dapat memanfaatkan dana corporate social responsibility (CSR) dan dana bagi hasil (DBH) untuk pendanaan awal proses transisi ekonomi. Adanya ‘pooling fund’ untuk program transisi mendorong daerah untuk menjadi mandiri dan membantu daerah dalam mempersiapkan transformasi sektor ekonomi,” papar Fabby.

Selain itu, Fabby menuturkan, persiapan sumber daya manusia seperti fasilitas sekolah formal, perguruan tinggi, sekolah vokasi, dan pelatihan yang terkait dengan transisi energi/lingkungan akan membantu mempersiapkan individu ketika masuk ke dalam lapangan kerja, serta meningkatkan partisipasi publik dalam perencanaan transisi energi yang berkeadilan. Transformasi ekonomi menjadi langkah yang tidak hanya mendukung tujuan global dalam mengatasi perubahan iklim tetapi juga membawa Kabupaten Paser menuju adaptasi dan keberlanjutan dalam menghadapi tantangan dan peluang di era energi terbarukan.

Sementara itu, Rusdian Noor, Plt Kepala Bappedalitbang Kabupaten Paser mengatakan, saat ini diversifikasi perekonomian daerah Paser masih rendah, seperti belum optimalnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, belum optimalnya pengembangan sektor pariwisata, minimnya hilirisasi industri dan diversifikasi produk turunan berbasis sumber daya alam (SDA). Untuk itu, rancangan awal RPJD perlu menjawab persoalan ini, salah satunya. 

“RPJD Paser akan dibagi menjadi empat tahapan. Pertama, yakni kita memperkuat fondasi transformasi sebagai penggerak ekonomi agrikultur. Kedua, berfokus terhadap akselerasi transformasi. Ketiga, ekspansi daerah dalam pengembangan perekonomian berkelanjutan. Keempat, perwujudan Paser mulia yang sejahtera dan unggul serta berdaya saing,” kata Rusdian.