Kompas | Sumatra Selatan Pacu Energi Terbarukan di Tengah Ketergantungan pada Fosil

Di tengah ketergantungan pada energi fosil, utamanya batubara, Sumatera Selatan terus memacu pembangunan energi terbarukan agar berkontribusi dalam upaya mencapai target emisi nol bersih nasional pada tahun 2060. Di satu sisi, hal itu menjadi tantangan, terutama dalam menyiapkan transformasi perekonomian warga yang bergantung pada fosil.

Baca selengkapnya di Kompas.

Peluncuran Laporan Nusa Penida 100% Energi Baru Terbarukan

Tayangan Tunda


Latar Belakang

Pemerintah Provinsi Bali menetapkan visi menuju emisi nol bersih atau Bali Net Zero Emissions pada 2045 pada Agustus 2023 yang didukung oleh mitra-mitra lembaga non-pemerintah. Visi ini mencakup sektor ketenagalistrikan, transportasi, dan pengembangan kewirausahaan iklim. Target ambisius ini dapat dicapai Pemprov Bali melalui strategi yang efektif dan kolaboratif serta peta jalan yang terarah dan akuntabel. Dalam memastikan tercapainya target tersebut, peta jalan menuju Bali NZE disusun untuk merumuskan kebijakan yang mendukung tumbuhnya ekosistem pengembangan energi terbarukan yang optimal serta menyiapkan tenaga kerja hijau yang akan menjadi motor transisi tersebut.

Menurut Kemenko Marves, Pulau Nusa Penida yang terletak di selatan pulau Bali menyandang lima predikat nasional, yakni sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), salah satu Pulau Terluar, Kawasan Konservasi Perairan, Pusat Pembibitan Sapi Bali, dan Kawasan Wisata Pengembangan Energi Terbarukan. Peran strategis Nusa Penida tersebut dapat didorong sebagai pilot project atau percontohan penyediaan listrik bertenaga energi terbarukan untuk memasok seluruh kebutuhan listrik secara mandiri dalam satu pulau. Adanya pilot project dan predikat strategis Nusa Penida tersebut diharapkan dapat mengubah paradigma penyediaan energi berbasis energi terbarukan pada lingkup yang lebih luas.

Untuk mendukung inisiatif tersebut, IESR bekerjasama dengan mitra menganalisis potensi energi terbarukan (ET) di Nusa Penida yang dapat dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, potensi ET di Nusa Penida meliputi PLTS atap senilai lebih dari 10,9 MWp, PLTD biodiesel (tanaman jarak dan rumput laut) lebih dari 2 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) ukuran kecil, serta Pump Hydro Energy Storage (PHES) yang mampu mencapai lebih dari 120 MW. Selain dari energi terbarukan, potensi energi di Nusa Penida juga dapat memanfaatkan limbah (Waste to Energy/WtE) sebesar 700 kW.

Setelah mengetahui potensi energi terbarukan yang dimiliki Nusa Penida, IESR juga melakukan analisis sistem ketenagalistrikan Nusa Penida secara lebih mendalam untuk mendapatkan konfigurasi sistem pembangkitan, transmisi dan distribusi yang optimal untuk menyuplai kebutuhan energi daerah, diantaranya kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan yang potensial, usulan lokasi, hingga kebutuhan penyesuaian jaringan. Hasil dari analisis dan kajian ini dapat didorong dan diharapkan dapat menjadi cetak biru pengembangan pulau berbasis energi terbarukan dan menjadi bagian dari peta jalan Bali NZE 2045.

Tujuan Acara 

Acara ini diselenggarakan dengan tujuan untuk diseminasi hasil kajian Nusa Penida 100% energi terbarukan kepada berbagai pemangku kepentingan di Nusa Penida dan Provinsi Bali.

Kata Data | PLTS Atap untuk Rumah Tangga Akan Lebih Mahal Imbas Aturan Baru

Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, mengakui bahwa konsumen rumah tangga akan kesulitan untuk mengadopsi PTS atap setelah aturan baru tersebut diterbitkan.

Baca selengkapnya di Kata Data.

Jelajah Energi Sumatera Selatan: Promosikan Energi Terbarukan di Bumi Sriwijaya

Palembang, 26 Februari 2024 – Sumatera Selatan yang juga dijuluki “Bumi Sriwijaya” merupakan salah satu provinsi yang mencapai target bauran energi terbarukan daerah yang lebih besar daripada target nasional. Pada 2022, bauran energi terbarukan di Sumatera Selatan mencapai 23,85 persen, lebih tinggi dari target bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025. Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang lebih besar dan mempromosikan energi terbarukan di tingkat daerah, Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui Akademi Transisi Energi bekerja sama dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Selatan menggelar Jelajah Energi Sumatera Selatan pada 26 Februari –  2 Maret 2024.

Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Sumatera Selatan, potensi energi terbarukan di daerah ini sekitar 21.032 MW, yang terdiri dari energi surya sebesar 17.233 MWp, hidro sebesar 448 MW, angin sebesar 301 MW, bioenergi sebesar 2.132 MW dan panas bumi (geothermal) sekitar 918 MW. Namun, saat ini baru sekitar 4,70% dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan, dengan kapasitas terpasang energi terbarukan sekitar 989,12 MW.

Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Selatan, Ahmad Gufran menuturkan, untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, pihaknya melakukan beberapa implementasi strategi pengelolaan energi daerah di Sumatera Selatan. Misalnya,  melakukan kajian potensi energi terbarukan di Sumatera Selatan. Kemudian, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendukung percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan dengan penerbitan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, serta mendorong pihak swasta untuk ikut serta mengembangkan energi terbarukan baik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan maupun untuk tanggung jawab sosial (corporate social responsibility)

“Dalam rangka pelaksanaan transisi energi, kami akan terus berkontribusi dalam pengembangan sektor energi terbarukan untuk mendapatkan energi bersih yang ramah lingkungan. Ke depannya, kami berharap pemanfaatan energi bersih dapat lebih berkembang ke seluruh lapisan masyarakat,” ujar Ahmad Gufan. 

Koordinator Sub-Nasional, Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR, Rizqi M Prasetyo memaparkan, Sumatera Selatan dikenal sebagai lumbung energi, terutama energi terbarukan seperti energi surya. Menurutnya, Sumatera Selatan mempunyai potensi surya yang paling besar di antara potensi teknis energi terbarukan lainnya. Namun pemanfaatannya justru kecil yaitu hanya 7,75 MWp saja pada periode 2012-2022. Untuk itu, IESR menilai Sumatera Selatan dapat mendorong penggunaan PLTS yang terpasang di darat maupun PLTS atap dengan menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mendukung, melakukan sosialisasi tentang PLTS di masyarakat, serta mendorong partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam adopsi PLTS atap yang disertai dengan insentif yang menarik. Rizqi memandang kolaborasi apik antara  pemerintah, swasta dan masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan.

“Berdasarkan praktik pemanfaatan energi terbarukan di Sumatera Selatan dari pihak swasta pada  Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Tanjung Raja, Muara Enim, Sumatera Selatan, telah berguna untuk irigasi lahan pertanian petadi di desa tersebut. PLTS ini berkapasitas sekitar 16,5 Kilowatt peak (kWp), dengan sekitar 525 petani memperoleh manfaat dari PLTS irigasi tersebut dan memungkinkan panen lebih dari 3 kali setahun. Pemerintah perlu mendorong inisatif dari berbagai sektor untuk mendulang manfaat dari  potensi besar energi terbarukan seperti energi surya, sehingga semakin banyak masyarakat yang merasakan dampaknya baik secara lingkungan, maupun ekonomi,” ujar Rizqi.

Rizqi menuturkan, IESR menyadari bahwa akses pengetahuan terhadap energi terbarukan dan manfaatnya cenderung terbatas. Sementara, pemahaman yang tepat diperlukan untuk memobilisasi dukungan terhadap pengembangan energi terbarukan di daerah. Mengatasi kesenjangan pengetahuan terhadap energi terbarukan tersebut, IESR telah menyediakan platform belajar transisi energi bernama Akademi Transisi Energi yang dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat.  

“IESR, melalui platform akademi.transisienergi.id telah menyediakan bermacam kelas transisi energi yang disusun secara menarik dan mudah dipahami. Tidak hanya pembelajaran transisi energi, IESR juga punya kanal khusus bagi setiap orang yang ingin tahu tentang adopsi PLTS atap dengan mengunjungi solarhub.id,” papar Rizqi.

Dalam Jelajah Energi Sumatera Selatan, para peserta akan diajak untuk melihat secara langsung berbagai proyek energi terbarukan yang sudah berjalan di berbagai lokasi di provinsi ini, di antaranya PLTS PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PLTS Irigasi Desa Tanjung Raja, dan PLTMH PT. Green Lahat. Selain itu, terdapat forum diskusi dan pertemuan dengan pemangku kepentingan terkait, untuk mendiskusikan langkah-langkah strategis dalam mengakselerasi penerapan energi terbarukan di Sumatera Selatan.

 

Tentang Institute for Essential Services Reform

Institute for Essential Service Reform (IESR) adalah organisasi think tank yang secara aktif mempromosikan dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan energi Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian ekologis. IESR terlibat dalam kegiatan seperti melakukan analisis dan penelitian, mengadvokasi kebijakan publik, meluncurkan kampanye tentang topik tertentu, dan berkolaborasi dengan berbagai organisasi dan institusi.

Permen ESDM No. 2/2024 Membatasi Partisipasi Publik untuk mendukung Transisi Energi lewat PLTS Atap

press release

Jakarta, 23 Februari 2024 – Pemerintah Indonesia telah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, yang merupakan revisi dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021. 

Dalam peraturan baru ini, skema net-metering dihapuskan sehingga kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke PT PLN (Persero) tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurangan tagihan listrik.  Permen ini juga menetapkan mekanisme kuota sistem PLTS atap pada sistem kelistrikan pemilik Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) untuk lima tahun. Selain itu, dalam peraturan ini ditetapkan periode pendaftaran setahun 2 kali dan kompensasi yang diberikan oleh negara pada PLN jika biaya pokok penyediaan tenaga listrik terdampak karena penetrasi PLTS atap. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, peniadaan skema net-metering akan mempersulit pencapaian target Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa 3,6 GW PLTS atap pada 2025 dan target energi terbarukan 23% pada tahun yang sama. Dampak dari peniadaan skema ini adalah menurunnya tingkat keekonomian PLTS atap khususnya di segmen rumah tangga yang umumnya mengalami beban puncak di malam hari. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan bahwa pelanggan rumah tangga atau bisnis kecil akan cenderung menunda adopsi PLTS atap karena permintaan puncak listrik mereka terjadi di malam hari, sedangkan PLTS menghasilkan puncak energi di siang hari. Tanpa net-metering,  investasi PLTS atap menjadi lebih mahal, terutama jika pengguna harus mengeluarkan  dana tambahan untuk penyimpanan energi (battery energy storage). 

Net-metering sebenarnya sebuah insentif bagi pelanggan rumah tangga untuk menggunakan PLTS Atap. Dengan tarif listrik PLN yang dikendalikan, net-metering membantu meningkatkan kelayakan ekonomi sistem PLTS atap yang dipasang pada kapasitas minimum, sebesar 2 – 3 kWp untuk konsumen kategori R1. Tanpa net-metering dan biaya baterai yang masih relatif mahal, kapasitas minimum ini tidak dapat dipenuhi sehingga biaya investasi per satuan kilowatt-peak pun menjadi lebih tinggi. Inilah yang akan menurunkan keekonomian sistem PLTS atap,” ungkap Fabby Tumiwa

Untuk PLTS atap kapasitas lebih besar dari 3 MW (tiga megawatt), Permen ini mewajibkan pengguna untuk menyediakan pengaturan basis data prakiraan cuaca yang terintegrasi dengan sistem Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) atau smart grid distribusi milik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

“Peraturan ini menghilangkan kewajiban membayar biaya paralel pembangkitan listrik, yaitu biaya kapasitas dan biaya layanan darurat yang sebelumnya diterapkan ke industri – setara 5 jam per bulan. Penghapusan biaya paralel ini menambah daya tarik bagi pelanggan industri, namun kewajiban penyediaan weather forecast untuk sistem lebih dari 3 MW juga akan menambah komponen biaya pemasangan,” ungkap Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR.

Marlistya juga menyoroti pengaturan termin pengajuan permohonan oleh calon pelanggan, yang dilakukan menjadi dua kali per tahun, yakni tiap bulan Januari dan Juli.  

“Pengaturan ini serta penetapan kuota per sistem jaringan memunculkan pertanyaan terkait transparansi penetapan dan persetujuan kuota, terutama untuk pelanggan industri yang ingin memasang PLTS atap dalam skala besar, sementara mekanisme IUPTLU untuk menambah kuota ketika kuota sistem sudah habis tidak diatur jelas dalam peraturan ini,” lanjutnya.

Permen ini memberikan jaminan bagi para pelanggan yang sudah memanfaatkan sistem PLTS atap sebelum peraturan ini diundangkan, tetap terikat pada peraturan sebelumnya, hingga 10 tahun berikutnya. Termasuk masih mendapat manfaat dari sistem ekspor listrik PLTS atap.

“Sebagai pengguna PLTS atap on-grid, sebenarnya saya justru memiliki pertanyaan tentang aturan peralihan ini – mengingat selama pemasangan, ekspor PLTS atap masih dihitung setara 0,65 tarif tenaga listrik berdasar Permen ESDM No. 49/2018, tidak 1:1 seperti Permen ESDM No. 26/2021. Aturan peralihan ini perlu diinformasikan secara jelas pada pengguna PLTS atap saat ini,” kata Marlistya.

IESR menyayangkan Permen ini terlalu berpihak pada kepentingan PLN yang dapat berdampak pada terhambatnya partisipasi konsumen listrik mendukung tujuan pemerintah mengakselerasi transisi energi di Indonesia, upaya penurunan emisi GRK yang berbiaya rendah dan tidak membebani negara karena investasi energi terbarukan dilakukan oleh konsumen listrik tanpa perlu subsidi negara.. 

Fabby Tumiwa berharap agar aturan baru ini dapat diimplementasikan dengan memperhatikan manfaat yang didapatkan negara jika PLTS atap dibiarkan tumbuh pesat, yaitu peningkatan investasi energi terbarukan, tumbuhnya industri PLTS, penciptaan lapangan kerja, dan penurunan emisi GRK. Untuk itu, IESR mendesak agar dilakukan evaluasi setelah satu tahun pelaksanaan Permen untuk mengetahui efektivitasnya dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah perlu secara terbuka untuk merevisinya pada tahun 2025 seiring dengan menurunnya ancaman overcapacity listrik yang dihadapi PLN di Jawa-Bali. 

Langkah Mengejar Bali NZE pada 2045 dan 100 Persen Energi Terbarukan di Nusa Penida pada 2030

Denpasar, 21 Februari 2024 – Sejak dideklarasikan pada Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Bali  menyusun dan melaksanakan strategi untuk mengejar target Bali menuju net zero emission (NZE) pada 2045 serta mewujudkan Nusa Penida dengan 100 persen energi terbarukan pada 2030. Bersama dengan mitra non-pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Bali Emisi Nol Bersih (Institute for Essential Services Reform (IESR), WRI Indonesia, New Energy Nexus Indonesia, dan CAST Foundation), berbagai kegiatan untuk mendukung Bali NZE 2045 telah dilakukan hingga saat ini – termasuk penyusunan peta jalan Bali NZE 2045 dan kampanye publik Sustainable Energy Bali pada November 2023 lalu. 

Dalam penyusunan peta jalan Bali NZE 2045, Institute for Essential Services Reform (IESR) melakukan analisis Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030 – yaitu menjadikan Nusa Penida sebagai pulau berbasis energi terbarukan.

Setidaknya terdapat tiga alasan pokok yang menyebabkan Nusa Penida dipilih sebagai pulau dengan 100 persen energi terbarukan yaitu ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah, letak geografis yang terpisah dari Bali daratan dan potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism). 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengungkapkan peluang besar Nusa Penida untuk menjadi pulau percontohan berbasis energi terbarukan bahkan memasok kebutuhan energi di Pulau Bali. Tidak hanya itu, pemanfaatan energi terbarukan akan menjadikan magnet yang menarik lebih banyak pengunjung ke Nusa Penida dan berdampak pada peningkatan ekonomi daerah.

“Studi IESR untuk Nusa Penida, jika pembangkit energi terbarukan ditingkatkan maka biaya produksi tenaga listrik lebih murah dibandingkan menggunakan pembangkit listrik diesel. Konsumsi bahan bakar saat ini saja untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biaya produksi listriknya bisa mencapai Rp 4,5 ribu/kWh. Dengan 100 persen energi terbarukan, maka biaya produksi listriknya bisa turun 30-40 persen,” papar Fabby dalam Media Gathering “100 Persen Energi Terbarukan di Nusa Penida” yang diselenggarakan oleh IESR.

Lebih jauh, Fabby mengungkapkan kajian awal Nusa Penida dengan 100 persen energi terbarukan pada 2030 sedang dilakukan dan akan diluncurkan pada 6 Maret 2024 mendatang. Hal ini merupakan langkah awal untuk menguji konsep dan melakukan perencanaan sistem ketenagalistrikan. Untuk mewujudkan Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030, tentunya diperlukan dukungan dari berbagai pihak – baik pemerintah di tingkat pusat dan daerah, mitra-mitra pembangunan dan non-pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.

Berdasarkan analisis IESR dan Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Udayana, potensi energi terbarukan di Nusa Penida mencapai lebih dari 3.219 MW yang terdiri dari 3.200 MW PLTS ground-mounted, 11 MW PLTS atap, 8 MW biomassa, belum termasuk potensi energi angin, arus laut, dan biodiesel. Sementara, untuk mengatasi sifat variable renewable energy  yang tersedia pada waktu-waktu tertentu dan dipengaruhi kondisi cuaca, Nusa Penida memiliki potensi penyimpanan daya hidro terpompa (PHES) hingga 22,7 MW. Selain itu, analisis ini juga memasukkan kebutuhan sistem penyimpanan energi dalam bentuk baterai (BESS). 

Hasil pemodelan IESR menunjukkan untuk mencapai 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida pada tahun 2030, sumber energi dominan yang menjadi tumpuan adalah PLTS, dikarenakan teknologi yang semakin murah dan sumber yang melimpah. Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, mengungkapkan bahwa sistem ketenagalistrikan Nusa Penida 100 persen energi terbarukan secara teknis memungkinkan dan mampu mencapai biaya pembangkitan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pembangkit diesel. Saat ini, peta jalan sedang dalam tahap finalisasi setelah mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder).

“Tahap pertama dalam mencapai 100% energi terbarukan di tahun 2030 adalah mencapai diesel daytime-off system, yang memaksimalkan pemanfaatan sistem PLTS dan BESS di siang hari,” jelas Alvin “Secara bersamaan perlu juga didorong untuk kajian lebih lanjut terkait sumber energi lainnya, seperti produksi biomassa, biodiesel, arus laut dan bayu. Sehingga potensi-potensi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencapai pengakhiran penggunaan diesel (diesel phase-out) di 2030.” tutup Alvin.