Industry Decarbonization Roadmaps for Indonesia

Opportunities and Challenges to Net-zero Emissions

Pertumbuhan industri utama menimbulkan tantangan bagi pencapaian skenario Near Zero 2060. Untuk mengatasi hal ini, portofolio teknologi yang komprehensif diusulkan untuk dekarbonisasi industri. Strategi khusus untuk industri seperti besi dan baja, semen, amonia, pulp dan kertas, serta tekstil melibatkan transisi ke proses yang lebih bersih, meningkatkan efisiensi energi, dan menggunakan sumber terbarukan. Selain itu, sektor tenaga listrik yang terdekarbonisasi sangat penting untuk mencapai emisi CO2 yang mendekati nol di dunia industri.

Untuk memastikan transisi yang lancar, pendekatan kebijakan multifaset sangat penting, yang mencakup target emisi sektoral, kerangka kerja yang mendorong peralihan bahan bakar dan efisiensi energi, kondisi pasar untuk efisiensi material, dan investasi dalam penelitian dan persiapan tenaga kerja.

Laporan ini menjabarkan jalur komprehensif untuk mencapai industri karbon mendekati nol, yang mencakup teknologi yang sesuai dan opsi kebijakan untuk tahun 2060 dan percepatan tahun 2050. Laporan ini merupakan studi bersama antara Institute for Essential Services Reform dan Lawrence National Berkeley Laboratory.

 

Lihat juga halaman Lawrence National Berkeley Laboratory.

Rekomendasi Sektoral untuk Peningkatan Ambisi Iklim Indonesia dalam Rangka Penyusunan Dokumen Second Nationally Determined Contributions (SNDC)

COP-28 di Uni Emirat Arab tahun ini akan menjadi ajang Global Stocktake pertama yang akan menjadi salah satu proses inventarisasi aksi iklim negara-negara di seluruh dunia untuk melihat apakah aksi tersebut sudah sejalan atau justru semakin menjauh dari target Persetujuan Paris (UNFCCC, n.d). Hasil dari The First Technical Dialogue of Global Stocktake, yang menunjukkan gap of action, yang akan menjadi landasan negosiasi dan peningkatan ambisi penurunan emisi global sesuai Persetujuan Paris. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia juga akan melakukan pembaharuan dokumen NDC menjadi Second NDC (SNDC) pada tahun 2024.

Melihat perkembangan implementasi dan ambisi iklim Indonesia dalam NDC, kami dari organisasi masyarakat sipil melihat perlunya memberikan masukan berbasis riset dan data atas penyusuan aksi mitigation dalam SNDC yang sejalan dengan Persetujuan Paris. Keterlibatan aktor non-pemerintah juga merupakan salah satu perwujudan transparansi dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan yang merupakan salah satu prinsip penyusunan NDC sesuai Article 4 Line 13 Perjanjian Paris.

Oleh karena itu, Institute of Essential Services Reform (IESR) dan sejumlah organisasi masyarakat sipil Lainnya telah menyusun rekomendasi awal pada setiap sektor untuk NDC Indonesia. Rekomendasi sektoral ini disusun atas refleksi dari dokumen NDC sebelumnya, dan juga disesuaikan dengan keahlian/kompetensi masing-masing organisasi.

Besar harapan kami rekomendasi dari organisasi masyarakat sipil ini dapat diintegrasikan pada siklus pengembangan NDC berikutnya. Kami juga sangat berkenan jika Bapak/Ibu ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai rekomendasi yang telah kami sampaikan. Jika Bapak/Ibu memiliki pertanyaan terkait rekomendasi ini, mohon dapat menghubung Sdr. Wira A. Swadana melalui e-mail: wira@iesr.or.id

Policy Assessment: Renewable Energy Development in Indonesia’s Power Sector

The energy sector is the second largest greenhouse gases (GHGs) emissions contributor, accounting for 35% of total emissions, as stated in Indonesia’s Third Biennial Update Report (BUR). The power sector accounts for 43% of the total energy sector’s CO2 emission. Indonesia’s electricity generation mainly relies on fossil fuels, accounting for 81% of the total, with coal alone constituting 62% in 2021. Despite the inclusion of decarbonisation in the LTS-LCCR 2050, the ambition remains lacking, and the implementation planning must be improved.

The Government of Indonesia (GoI) aims to use the power sector, particularly through the National Electricity Plan (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional/RUKN), to drive its emission reduction to meet its NDC targets. In the electricity sector, the NDC targets an additional 20 GW of installed RE, which will contribute 358 Mt CO2-eq unconditionally and 446 Mt CO2-eq conditionally by 2030. Given the importance of reducing carbon emissions in this sector, RUKN is critical in Indonesia’s decarbonisation efforts. The Indonesian government has also announced that the RUKN will be aligned with its Nationally Determined Contributions (NDCs) at different intervals due to their different issuance years.

Indonesia’s current new and renewable energy (NRE) target is 23% by 2025, with 10.6 GW of additional renewable power generation will be added by 2025 according to the National Electricity Supply Business Plan (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/RUPTL) 2021-2030. However, by 2022, the installed capacity of renewables was only at 12.3%. This situation is in line with the limited investments made. Indonesia targeted that investment in renewable will reach around USD 4 billion in 2022, yet the realised investment only accounts for USD 1.6 billion. This number is much smaller compared to the Ministry of Energy and Mineral Resource (MEMR) projection that USD 28.5 billion of investment is needed annually to reach net zero emission by 2060. In addition, the Ministry has also identified a number of obstacles to renewable energy investment, including but not limited to complicated bureaucracies, limited technical capacities, lack of planning, and limited access to financing for Independent Power Producers (IPP).

The Just Energy Transition Partnership (JETP), which deals with a total financial commitment of USD 21.5 billion, is expected to reduce the gap in renewable energy financing in Indonesia. As of November 2022, the JETP investment plan also set the target of 44% (previously 34%) renewable energy shares by 2030 and net zero in power sector by 2050. Indonesia needs to align the JETP target with future electricity plans. Although the JETP target is more ambitious than the RUKN, it is still not compatible with the Paris Agreement pathway. This shows that the synchronisation of Indonesia’s renewable energy targets is not yet available to guide a more ambitious decarbonisation path for the country.

To provide a more comprehensive review of the implementation of key policies and regulations related to RE development in Indonesia, this report assesses the current National Electricity Plan (RUKN 2019-2038). The assessment will also review its derivative, such as the RUPTL 2021-2030 with PT PLN (Persero) as the main implementing agency, and other applicable instruments in the power sector.

Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024

IESR dengan bangga mempersembahkan IETO 2024, yang mendokumentasikan kemajuan transisi energi di sektor ketenagalistrikan, industri, transportasi, dan bangunan, serta lingkungan yang mendukungnya: kebijakan, regulasi, keuangan, adaptasi teknologi bersih, dan partisipasi publik dan daerah.

Continue reading

Mulai dari Sini: Memahami Transisi Energi di Indonesia

Buku Mulai dari Sini: Memahami Transisi Energi di Indonesia merupakan buku non-fiksi tentang perkembangan energi melalui perjalanan sejarah, penggunaan serta pentingnya bertransisi menuju energi yang bersih untuk masa depan yang berkelanjutan. Buku ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman serta edukasi bagi siswa-siswi SMP hingga SMA, serta kalangan publik. Program CASE memahami bahwa untuk mencapai transisi energi yang berkeadilan, pendidikan merupakan jembatan yang sangat penting.

Climate Transparency Report 2022

Ringkasan Laporan ini merupakan bagian dari Climate Transparency Report 2022. Kami mengungkap kemajuan Indonesia dan menyoroti peluang-peluang utama untuk meningkatkan aksi iklim di seluruh adaptasi, mitigasi, dan keuangan

Continue reading

Laporan Climate Transparency 2021

Laporan Climate Transparency 2021, yang sebelumnya dikenal sebagai laporan Brown to Green, memberikan gambaran menyeluruh tentang semua negara G20, apakah – dan seberapa baik – yang mereka lakukan dalam perjalanan menuju transisi menuju ekonomi nol emisi bersih.

Continue reading

Rekomendasi IESR untuk Presiden Joko Widodo tentang Pemutakhiran NDC

Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon belum cukup memadai untuk
mencapai target Persetujuan Paris, dalam menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1.5
derajat celsius sejak zaman pra-industri. Berdasarkan dokumen komitmen nasional
(NDC) yang baru saja dikeluarkan di Juli 2021, target iklim Indonesia masih untuk
menurunkan emisi 29%-41% di 2030 dan net-zero emission di 2060 atau lebih cepat
serta masih menimbulkan banyak pertanyaan terhadap integritas skenarionya.

Melalui studi Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System yang dikeluarkan oleh
Institute for Essential Services Reform (IESR), untuk mencapai target Perjanjian Paris
netral karbon pada 2050, Indonesia harus mencapai puncak emisi di sektor energi
pada tahun 2030 dan bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan mencapai
45%. Sektor energi sendiri harus mengurangi penurunan emisi sebesar 314 juta ton
CO2e untuk dapat mencapai target penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030
sesuai dengan komitmen Indonesia pada Persetujuan Paris.