Briefing Paper: Mekanisme Lelang Terbalik untuk PLTS Skala Besar

Penulis: Pamela Simamora

Sistem lelang terbalik sebagai mekanisme pengadaan (procurement) dinilai memiliki keunggulan dalam menciptakan kompetisi antar pemain sehingga dapat mendorong penurunan biaya investasi dan pembangkitan listrik dari energi surya. India, Meksiko, Uni Emirat Arab, dan Brasil mendapatkan penurunan biaya pembangkitan listrik dari PLTS yang sangat tajam selama 5-10 tahun terakhir. Keempat negara tersebut telah menggunakan sistem lelang terbalik untuk pengadaan proyek pembangkit tenaga surya skala besar (utility scale). Sistem lelang terbalik, di samping kondisi geografis, skala proyek, skema pembiayaan, insentif, dan kepastian regulasi, terbukti berhasil membantu negaranegara tersebut mendapatkan harga listrik dari energi surya terendah di dunia.

Briefing paper ini membahas tentang mekanisme lelang terbalik di 4 negara di atas, penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan di masing-masing negara, dan rekomendasi untuk desain lelang serupa di Indonesia.

Briefing Paper: Apa yang Membuat Biaya Pembangkitan PLTS Skala Besar Bertambah Murah?

Penulis: Pamela Simamora, Fabby Tumiwa

Perkembangan energi surya di Indonesia dianggap masih lambat bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Kapasitas terpasang energi surya di Indonesia belum mencapai 100 MW hingga akhir tahun 2018. Salah satu faktor penghambat pengembangan energi surya di Indonesia adalah harga yang belum bersaing dengan pembangkitan listrik dari batu bara. Lalu mengapa India, Brazil, Uni Emirat Arab, dan Meksiko dapat mencapai harga pembangkitan listrik energi surya terendah?

Briefing paper ini membahas faktor-faktor penting yang mampu membuat 4 negara tersebut berhasil menurunkan biaya pembangkitan listrik surya skala besar.

 

Seri10P: Memanen Energi Surya dengan Pembangkit Listrik Surya Atap

Seri 10P (10 Pertanyaan) adalah publikasi Institute for Essential Services Reform yang dirancang untuk membahas dan menyebarluaskan informasi terkait isu-isu energi dalam bentuk topik yang lebih spesifik. Seri 10P mengikuti format FAQ (frequently asked questions/hal-hal yang sering ditanyakan), di mana sebuah topik dibahas dalam maksimal 10 pertanyaan dengan jawaban yang elaboratif, disertai rekomendasi IESR.

Seri 10P kali ini membahas hal-hal yang sering ditanyakan mengenai listrik surya atap, meliputi pengertian teknologi, pemasangan dan perawatan, hingga biaya dan kebijakan yang berlaku di Indonesia.

Residential Rooftop Solar Potential in 34 Provinces in Indonesia

We understand that Indonesia’s solar energy is often given the term “massive, but untapped”. But how massive is massive?

We decided to calculate technical potential for residential buildings in 34 provinces in Indonesia, taking into account statistics data, suitable roof area, access factors, and power density. We used method utilized by global experts and made some assumptions when needed.

We found out that residential rooftop solar technical potential in Indonesia amounts to 194 – 655 GWp. And by considering homeowners assumed to have financial capacity to install rooftop solar, 17.8% of the potential can be regarded as feasible to achieve, marketwise.

Find the infographic here.

Briefing Paper: Memulai Revolusi Listrik Surya Atap

Briefing paper ini menganalisa keberhasilan India dalam mendorong percepatan pembangunan rooftop solar dan memberikan gagasan inisiatif Surya Nusantara untuk Indonesia, yang memiliki potensi surya besar namun masih tertinggal jauh dalam pemanfaatannya.

 

Kertas Posisi IESR: Akselerasi Pembangunan Listrik Surya Atap di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan potensi energi surya yang cukup besar. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukan jika potensi surya Indonesia mencapai 559 GW. Potensi teknis ini dihitung dengan teknologi PV dengan efisiensi 15%.

Namun dalam pelaksanannya hingga kini potensi pengembangan listrik surya masih terbilang kecil, tidak lebih dari 100 MW. Angka jauh tertinggal dari negara tetangga di ASEAN seperti Thailand yang sudah mencapai orde gigawatt dengan kapasitas 2,7 GW, atau negara lain seperti Singapura yang telah mencapai 130 MW, Malaysia 375 MW dan Filipina sebesar 885 MW.

Kertas posisi IESR menjabarkan tentang kondisi Listrik Surya Atap di Indonesia, serta sejumlah masukan yang bisa bisa digunakan agar percepatan pembangunan listrik surya atap dapat diwujudkan, mendorong Indonesia mencapai orde 1 gigawatt pertama di tahun 2020 atau diserukan dalam  kampanye #1BY20.