Jakarta, 21 November 2024 – Upaya pengurangan emisi secara global membutuhkan kontribusi dari setiap negara untuk mengurangi emisinya. Pada negara-negara dengan ekonomi yang sedang berkembang (emerging economies country), muncul pertanyaan apakah beban yang mesti ditanggung untuk mengurangi emisi sama dengan negara-negara maju (early industrialized country). Berdasarkan emisi historikal, negara-negara seperti Indonesia tidak menghasilkan emisi sebesar negara-negara Uni Eropa atau Amerika Serikat.
Arief Rosadi, Manajer Diplomasi Iklim dan Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan Bagi Indonesia, untuk mencapai tujuan iklimnya, perlu memperhatikan prioritas pembangunan sambil memastikan bahwa porsi emisi yang dihasilkan sesuai dengan upaya global untuk membatasi pemanasan global. Hal ini dikatakannya dalam diskusi publik Tanggung Jawab Iklim Indonesia: Menelaah Target SNDC dan Jalan Menuju Kompatibilitas 1,5 Derajat Celcius pada Kamis (22/11/2024).
“Indonesia telah berkomitmen untuk menyerahkan dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (Nationally Determined Contribution, NDC) kedua untuk tahun 2031-2035 pada tahun 2024, dengan tujuan untuk menyelaraskannya dengan skenario 1,5°C dalam Perjanjian Paris. Untuk itu, kita juga perlu melihat skenario mana yang harus diambil Indonesia serta upaya-upaya apa yang perlu diambil untuk meningkatkan komitmen ambisi iklim Indonesia,” kata Arief.
Agus Sari, CEO Landscape Indonesia, menjelaskan kontribusi global banyak mengacu pada anggaran karbon, jumlah maksimal karbon yang boleh dilepaskan ke atmosfer. Jumlah anggaran karbon Indonesia menurut skenario LTS-LCCR (Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience) sebanyak 1,400 MtCO2e pada tahun 2030 untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
“Namun, tidak ada pedoman pokok yang disepakati secara global terkait pembagian budget karbon ini. Ada kecenderungan untuk membagi rata carbon budget yang ada,” kata Agus.
Agus juga mengatakan sektor energi dapat berperan strategis untuk pengurangan emisi Indonesia ke depannya. Penggunaan energi terbarukan pada skala besar dan mendominasi sistem energi adalah sebuah keharusan.
Jamie Wong, Analis Kebijakan Iklim, New Climate Institute, menjelaskan bahwa ambisi iklim Indonesia saat ini seperti yang tertuang dalam draf NDC Kedua (Second NDC) belum cukup ambisius, yang berarti masih dapat ditingkatkan komitmen dan ambisinya.
“Kita harus terus mengupayakan ambisi tertinggi yang dapat dicapai (highest possible ambition) dengan tetap mempertimbangkan kapabilitas lokal tiap-tiap negara,” katanya.