Kendaraan listrik menjadi semakin populer dalam beberapa waktu belakangan ini. Pemerintah Indonesia sendiri telah menyatakan bahwa penggunaan kendaraan listrik menjadi salah satu strategi transisi energi Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan target penetrasi kendaraan listrik sebesar 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik pada tahun 2030.
Besarnya target penetrasi kendaraan listrik ini tentu perlu dibarengi dengan ekosistem pendukung seperti tersedianya charging infrastructure, ketersediaan model yang beragam, serta, adanya insentif bagi pengguna kendaraan listrik. Zainal Arifin, executive vice president engineering and technology PLN, dalam IETD 2021, mengatakan untuk menjawab kebutuhan ekosistem energi listrik, pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk mengembangkan infrastruktur pengisian daya. Sejauh ini, adopsi kendaraan listrik belum terlalu menggembirakan. Hingga tahun 2021, tercatat sebanyak 5486 unit kendaraan roda dua dan 2012 kendaraan roda empat telah tersertifikasi. Namun untuk angka adopsi baru sebanyak 654 unit mobil.
Masih terbatasnya jumlah stasiun pengisian daya untuk umum menjadi salah satu faktor pertimbangan yang memberatkan calon konsumen untuk membeli kendaraan listrik. Orang memerlukan jaminan kepastian (assurance) jika dirinya kehabisan daya di tengah perjalanan, tersedia banyak stasiun pengisian daya.
Meskipun untuk perjalanan dengan jarak terukur, kebutuhan pengisian daya ini dapat diatur dan diperhitungkan, namun perlu untuk mempertimbangkan rasio antara jumlah kendaraan dan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Jika mengikuti target pemerintah, rasio perbandingan kendaraan listrik dan SPKLU akan sekitar 1:70. Rasio ini masih terlalu kecil dan menimbulkan kecemasan saat orang menggunakan kendaraan listrik karena jumlah SPKLU yang terbatas.
Berkaca pada pengalaman beberapa negara yang telah berhasil melakukan penetrasi kendaraan listrik besar-besaran seperti Cina, Amerika Serikat dan Norwegia, dalam hal penyediaan stasiun pengisian daya umum, rasio antara SPKLU dan kendaraan listrik rata-rata sebesar 1:20. Indonesia diharapkan untuk terus meningkatkan ekosistem pendukung kendaraan listrik salah satunya, stasiun pengisian daya.
“Pemerintah harus memiliki skema bisnis yang menarik supaya investor berminat untuk ambil bagian dalam menyediakan salah satu komponen ekosistem kendaraan listrik yaitu SPKLU,” Idoan Marciano, Peneliti Spesialis Kendaraan Listrik, IESR menjelaskan.
Kendaraan listrik diyakini menjadi solusi transportasi bersih yang rendah emisi. Penggunaan kendaraan listrik secara masif dapat menekan emisi sektor transportasi. Dalam konteks Indonesia, penetrasi masif kendaraan listrik juga harus dibarengi dengan mendorong energi terbarukan di sektor pembangkit listrik sebagai penghasil daya utama yang akan digunakan kendaraan listrik ini.
Harga kendaraan listrik yang masih lebih tinggi dari kendaraan konvensional juga disorot. Intervensi pemerintah untuk menurunkan harga kendaraan listrik ini diperlukan, namun juga perlu bijak dalam merancang skema intervensinya mengingat kendaraan listrik saat ini masih menyasar kalangan ekonomi menengah ke atas.
Perhatian khusus dapat diberikan pada pengembangan kendaraan listrik roda 2 yang lebih cepat untuk didorong penetrasinya di masyarakat. Selisih harga yang tidak sebanyak kendaraan roda 4 akan menjadi salah satu faktor pendorong elektrifikasi kendaraan roda dua. Selain itu pengadaan kendaraan dinas bagi pemerintah dan transportasi umum dapat menjadi strategi baik untuk melakukan mentransformasi sistem transportasi di Indonesia.