Jakarta, Kompas. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyatakan perlu syarat tertentu agar harga jual listrik dari energi terbarukan di Indonesia menjadi lebih murah. Namun, untuk menjadi harga yang lebih murah dari harga jual listrik tenaga batu bara masih perlu waktu.
Menurut Fabby, ada sejumah faktor dasar yang berpengaruh terhadap harga jual listrik energi terbarukan. Faktor tersebut antara lain, skala proyek pembangkit, ongkos teknologi, cara lelang dan pendanaan. Skala proyek pembangkit listrik energi terbarukan berukuram besar, misalnya, sampai ratusan megawatt (MW), harga jual ke konsumen berpotensi lebih murah dibandingakan skala proek yang kecil.
“Harga listrik dari energi terbarukan bisa semurah listrik dari batubara, tetapi bersyarat. Selain dalam skala besar, pemilihan teknologi yang tepat dan cara lelang dengan lelang internasional, saya yakin harga jual listriknya bisa menjadi lebih murah” kata Fabby, Rabu (21/12) di Jakarta.
Dalam laporan akhir tahun sektor energi terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri ESDM Ignatius Jonan menginginkan harga listrik terbarukan bisa bersaing dengan harga listrik dari energi fosil. Ia berpendapat bahwa pengembangan energi terbarukan dalam skala kecil membuat harga jualnya tidak kompetitif. Harga akan kompetitf jika menggunakan teknologi yang tepat guna sesuai karakter wilayah yang dikembangkan.
“Indonesia adalah negara kepulauan. Jadi pemakaian teknologinya harus sesuai dengan kondisi wilayah.” ujar Jonan.
Soal kebijakan tarif listrik dari energi terbarukan, imbuh Jonan, pihaknya tengah mengkaji ulang. Pemerintah telah membentuk tim gabungan dari unsur PT Pertamina (perseko), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Direktorat Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, serta dari tenaga ahli Kementerian ESDM. Tim Tersebut bertugas menyiapkan rekomendasi penetapan harga jual listrik dari energi terbarukan.
Bauran Energi
Mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional di tahun 2025, porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional ditetapkan sebesar 23 persen yang setara dengan daya listrik 45.000 MW. Di tahun itu, kontribusi batubara masih yang paling besar, yaitu 30%, dan minyak bumi 25%. Adapun porsi tenaga gas sebesar 22 persen.
Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Muyana menambahkan, evaluasi kebijakan harga jual tenaga listrik energi terbarukan merupakan salah satu upaya utuk mempercepat pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah juga menyiapkan opsi pemberian insentif, baik fiskal maupun nonfiskal.
Dalam pembahasan APBN 2017, pemerintah mengusulkan subsisdi energi terbarukan sebesar Rp. 1,2 trilliun, tetapi tidak dikabulkan DPR.
Dari sisi investasi, realisasi sampai triwulan III-2016, sebesar 1,205 miliar dollar AS atau 87,9 persen dari target yang ditetapkan sebesar 1,37 miliar dollar AS. Realisasi investasi itu terdiri dari panas bumi 0,84 miliar AS, energi terbarukan (tenaga bayu, surya dan hidro) 0,06 miliar dollar AS, dan bioenergi 0,305 miliar dollar AS.