Tarif Listrik yang Adil Didorong

Mutu Pasokan yang Diterima Pelanggan Timpang

JAKARTA, KOMPAS — Institute for Essential Services Reform mendorong realisasi pembentukan tarif listrik yang adil bagi seluruh pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Berdasarkan laporan pemantauan kualitas listrik, mutu pasokan listrik di Pulau Jawa dengan Indonesia bagian timur timpang.

Padahal, tarif listrik per kilowatt-jam yang dikenakan terhadap pelanggan sama.

Laporan Electricity Supply Monitoring Initiative itu disampaikan Program Manager Institute for Essential Services Reform (IESR) Marlistya Citraningrum, Selasa (25/7), di Jakarta.

Hasil pemantauan IESR menunjukkan ketimpangan mutu pasokan listrik di beberapa lokasi percontohan. Penelitian dilakukan dengan memasang alat khusus pemantau dan pencatat tegangan listrik di rumah pelanggan PLN di sejumlah kota di empat provinsi. Keempat provinsi itu adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Pemantauan dilaksanakan pada periode Agustus 2016 hingga Mei 2017.

“Rata-rata listrik padam di wilayah DKI Jakarta hanya dua kali dalam sebulan, sedangkan di Kupang sebanyak 11 kali dalam sebulan. Adapun durasi pemadaman di DKI Jakarta 2 jam 19 menit, sedangkan di Kupang selama 13 jam 9 menit,” ujar Marlistya.

Direktur IESR Fabby Tumiwa menambahkan, hasil pengukuran mutu pasokan listrik yang timpang dan tarif listrik per kilowatt-jam (kWh) yang sama di seluruh Indonesia menunjukkan, ada kesan ketidakadilan terhadap pelanggan yang mendapat mutu pasokan listrik buruk.

Ia mengusulkan agar ada perbedaan tarif bagi daerah yang tingkat mutu pelayanan listriknya buruk dengan daerah yang tingkat mutu pelayanan listriknya sudah baik, seperti di wilayah Jawa.

“Ini masalah keadilan. Apakah bisa dibilang adil jika pelanggan membayar tarif yang sama, tetapi mutu pelayanannya berbeda? Sistem pemantauan yang kami lakukan ini juga untuk menciptakan transparansi agar masyarakat bisa mengetahui kondisi sesungguhnya soal mutu layanan listrik yang mereka bayar,” kata Fabby.

Formula

Mengenai ide tersebut, Kepala Divisi Niaga Perusahaan Listrik Negara Benny Marbun mengatakan, pihaknya sedang mengajukan formula mengenai perbedaan tarif listrik terhadap pelanggan yang menerima mutu pelayanan berbeda. Tingkat mutu pelayanan ini ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan indikator antara lain toleransi jumlah pemadaman listrik dan durasinya. Jika yang dialami pelanggan melebihi ambang toleransi, pelanggan berhak mendapat kompensasi dari PLN.

“Sedang kami usulkan dan sedang disusun formulasinya. Dasarnya, tarif listrik yang dibayar sama, tetapi mutu dan kualitas yang didapat pelanggan berbeda. Penyebab perbedaan itu antara lain kapasitas daya listrik terpasang di suatu wilayah maupun kualitas infrastruktur jaringan dan trafo,” ujar Benny.

Kepala Seksi Keselamatan Ketenagalistrikan pada Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Didit W mengatakan, standar tingkat mutu pelayanan di setiap wilayah berbeda. Namun, dapat dipastikan, pelanggan berhak mendapat kompensasi jika mutu dan pasokan listrik yang didapat melampaui batas toleransi yang ditetapkan.

Kompensasi itu berupa potongan pembayaran tagihan listrik maupun berupa penambahan token (pulsa) listrik.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, total kompensasi sepanjang 2016 senilai Rp 30,6 miliar yang dibayarkan kepada sekitar 3,7 juta pelanggan di seluruh Indonesia. Khusus di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, total kompensasi yang dibayarkan sepanjang 2016 mencapai Rp 1,2 miliar, yang dibayarkan kepada 27.693 pelanggan.

Selain di Indonesia, model pemantauan mutu dan kualitas pasokan listrik juga dilakukan di Tajikistan, Tanzania, dan India. Secara khusus, alat pemantau yang dipasang di rumah pelanggan akan mencatat besaran tegangan yang masuk serta durasi pemadaman. Data tersebut dikirim secara langsung melalui jaringan yang terhubung, menggunakan kartu seluler. (APO)

Sumber : kompas.id.

 

Share on :