Upaya Indonesia untuk mengimplementasikan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) – sebuah standard internasional pelaporan penerimaan negara dari sektor ekstraktif (minyak, gas, mineral) – menunjukan tanda kemajuan yang berarti. Rapat Tim Pelaksana EITI yang dihadiri oleh lembaga pemerintah, perusahaan, organisasi masyarakat sipil serta perwakilan dari sekretariat EITI di Oslo pada 24 Agustus 2011 di Kantor Menko Perekononomian berhasil menyepakati rancangan formulir pelaporan (template) yang akan menjadi landasan pelaporan EITI.
Kesepakatan perumusan template pelaporan EITI menandai keberhasilan pemerintah Indonesia mendorong perbaikan tata kelola industri ekstraktif melalui implementasi EITI.
Template tersebut akan mengatur hal-hal apa saja yang akan dilaporkan oleh pemerintah dan perusahaan. Kedua laporan tersebut kemudian akan direkonsiliasi oleh badan rekonsiliator independen. Dengan disetujuinya template EITI, pemerintah Indonesia dan perusahaan yang terlibat proses EITI akan mulai mengisinya pada bulan September mendatang.
Adalah Perpres 26/2010 pada April 2010 menjadi dasar hukum bagi penerapapan EITI di Indonesia. Tidak lama setelah diterbitkannya Perpres tersebut, pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Radjasa menyatakan secara publik bahwa Indonesia akan mengimplementasikan EITI. Pertemuan Board EITI yang diselenggarakan di Dar Es Salaam pada Oktober 2010 memutuskan bahwa Indonesia dinyatakan resmi menjadi negara kandidat EITI. Indonesia kemudian memiliki waktu hingga Oktober 2012 untuk melakukan validasi hasil pelaporan tersebut.
Walaupun kemajuan ini baru mencapai tahap ke-9 dari 21 tahapan proses EITI, kesepakatan template pelaporan merupakan milestone krusial untuk melengkapi seluruh proses yang dibutuhkan sebelum proses validasi dilakukan oleh sekrtetariat EITI Internasional.
Dibutuhkan waktu sekitar tujuh bulan proses yang pelik untuk mencapai konsensus dari berbagai kepentingan yang berbeda-beda untuk sampai kepada kesepakatan ini.
Erry Riyana Hardjapamekas, Ketua Tim Formatur EITI-Indonesia, mengemukakan bahwa proses pembuatan template pelaporan didahului dengan debat alot antar pihak, baik pemerintah, perusahaan maupun masyarakat sipil. Perbedaan kepentingan menjadi salah satu faktor pemicunya. Perbedaan besar tersebut berhasil dijembatani melalui penyelenggaraan workshop pengisian template EITI di Bali, Mei silam.
Pertemuan tersebut juga menyepakati Ruang Lingkup Pelaporan EITI-Indonesia, yang memberikan batasan perusahaan-perusahaan apa saja yang akan dilibatkan dalam proses EITI. Adapun perusahaan yang akan melapor terdiri dari perusahaan migas, termasuk Pertamina, serta perusahaan mineral atau batubara yang telah menyerahkan royalti kepada negara minimal USD 1 juta pada tahun 2009.
Keberhasilan Indonesia akan menjadi langkah maju dalam perkembangan EITI itu sendiri. Pasalnya Indonesia akan menjadi satu-satunya negara dengan keragaman industri ekstraktif di dunia. Dengan lebih dari 10.500 izin usaha pertambangan (IUP), ratusan ijin minyak, gas, mineral dan batubara nasional, proses implementasi EITI di Indonesia akan memberikan banyak pelajaran berharga bagi sekretariat internasional EITI.
“Dewan EITI Internasional sangat menghargai kerja keras Indonesia untuk mengikuti berbagai tahapan sebagai negara kandidat EITI. Dengan disepakatinya template pelaporan pada hari ini menunjukan Indonesia telah melewati 12 langkah yang lebih maju dibandingkan dengan negara-negara kandidat lain” ujar Sam Bartlett, Direktur Teknis dan Direktur wilayah Asia, Sekretariat EITI Internasional.
Dengan kesepakatan, kini semua pihak harus bekerja keras untuk mematikan laporan EITI Indonesia yang pertama dapat dikeluarkan tepat waktu. Selain itu Tim Pelaksana harus memastikan bahwa laporan yang diberikan melalui sebuah proses independen.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyatakan bahwa disepakatinya template tersebut, bukan berarti pekerjaan organisasi masyarakat sipil (OMS) semakin ringan. Pekerjaan yang lebih berat justru menanti para penggiat EITI dari OMS karena harus dipastikan bahwa seluruh pihak yang terkena kewajiban mengisi baik lembaga pemerintah dan perusahaan melaksanakan pengisian template dengan benar, serta mengawal proses rekonsiliasi oleh lembaga independen.
Fabby juga menambahkan bahwa walaupun OMS menerima template EITI yang sekarang berlaku, penyempurnaan template masih harus dilakukan di pelaporan berikutnya untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas yang setinggi-tingginya dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan di Indonesia. Di sisi penerimaan negara, masih terdapat sejumlah celah korupsi atau penyelewangan yang dapat menggerus penerimaan negara.
Kelompok masyarakat sipil sebagai bagian dari kelompok multi-pihak atau tim implementasi juga harus meningkatkan kapasitasnya untuk mendorong terpenuhinya proses EITI. Selama ini Publish What You Pay (PWYP) Indonesia yang adalah koalisi dari 40-an OMS di Indonesia secara aktif terlibat dalam proses implementasi EITI di Indonesia. IESR adalah salah satu anggota PWYP Indonesia. Selain itu, tiga perwakilan OMS juga duduk didalam tim implementasi EITI sesuai Perpres 26/2010.
Jakarta, 25 Agustus, 2011 (IESR).