TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Listrik dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai tepat sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan dan serius mengejar target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt.
“Menurut saya sikap Presiden sudah tepat proyek 35 ribu MW adalah program prioritas dan tidak perlu dilakukan revisi saat ini. Kalau mau revisi sebaiknya dilakukan setelah 1 tahun dengan mempertimbangkan perkembangan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Fabby kepada Tribunnews.com, Rabu (19/8/2015).
Lebih lanjut Fabby melihat target elektrifkasi listrik pemerintah cukup tinggi untuk tahun 2016, yaitu 90 persen. Artinya sepanjang 2016 nanti, tambahan 8-10 juta sambungan baru untuk mencapai target tersebut diperlukan tambahan 5-6 gigawatt (GW) pembangkit baru, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen.
“Soal realistis, saya kira pemerintah perlu kerja keras untuk mewujudkan target tersebut. Memang membangun 35 GW dalam 5 tahun adalah ambisi yang besar dan diatas track record selama ini. Tapi itulah tantangan yang harus dihadapi pemerintah,” tuturnya.
Fabby pun memberikan saran kepada Pemerintah untuk mencapai target 35 ribu MW.
” Sarannya, kerja, kerja, kerja. Selesaikan hambatan-hambatan struktural yang menghambat pengadaan lahan, streamlining perijinan, perkuat kemampuan pendanaan PLN untuk bangun transmisi dan pembangkit, serta perkuat kapasitas manajerial PLN,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, dirinya seriusmengejar target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt. Menurut Jokowi, semua menteri harus meloloskan target itu karena dirinya bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla turun tangan mengatasi persoalan listrik. Target 35.000 MW itu, Jokowi menegaskan, tidak akan diubah karena memang merupakan kebutuhan listrik nasional.
“Itu memang kebutuhan. Kalau tidak mencapai itu, ya itu setiap saya ke daerah, listrik mati, listrik byarpet semua. Maka saya dorong terus harus selesai sampai urusan pembebasan lahan di Batang, saya dan wapres sampai turun tangan langsung,” kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (19/8/2015).
Presiden Jokowi kemudian meminta menteri bekerja dan mencari solusi untuk bisa meyakinkan para investor. Dia juga berharap agar para menteri bisa lebih fokus bekerja mengejar target yang ditetapkan. “Itu sudah saya sampaikan, tugasnya adalah mencarikan solusi dari setiap problem, dari target dan kebutuhan yang ada,” ucap dia.
Menko Maritim Rizal Ramli sebelumnya mengkritik program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt. Menurut Rizal, program itu tidak realistis dan hanya meneruskan program pada pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.
“Saya akan minta Menteri ESDM dan DEN (Dewan Energi Nasional) untuk lakukan evaluasi ulang mana yang betul-betul masuk akal. Jangan kasih target terlalu tinggi tapi capainya susah, supaya kita realistis.” ujar Rizal Ramli di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Kamis (13/8/2015) lalu.
Wapres Jusuf Kalla kemudian meminta Rizal Ramli memahami terlebih dahulu persoalan yang ada sebelum ia menyampaikan kritik. Menurut JK, pengadaan pembangkit listrik 35.000 megawatt merupakan suatu kebutuhan. Infrastruktur kelistrikan harus dibangun sebelum membangun industri.
“Tentu sebagai menteri, harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Memang tidak masuk akal, tetapi menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham itu memang. Itu kalau mau 50.000 megawatt pun bisa dibuat,” kata Kalla.
Sumber: tribunnews.com.