Transisi Energi untuk Rakyat

Pada tahun 2021, transisi energi di Indonesia semakin mendapat perhatian dengan munculnya Komitmen Pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih (Net-Zero Emission) pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebagai titik awal yang menandakan keseriusan. Target ini ditetapkan 10 tahun lebih awal dari target sebelumnya pada tahun 2070 yang tercantum dalam Dokumen Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR), dengan percepatan pengurangan emisi di sektor energi sebagai salah satu alasannya. 

Tonggak jangka pendek transisi energi sudah jelas, yaitu mencapai 23% bauran energi primer dari energi terbarukan pada tahun 2025 yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah 79/2014 dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Namun, draf terbaru dari pembaruan Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) berniat menurunkan target tahun 2025 menjadi 17-19%, dengan alasan rendahnya pencapaian bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2023 serta masih tingginya penggunaan energi fosil. RPP KEN ini direncanakan akan difinalisasi pada Juni tahun 2024.

Bahkan sebagai rancangan, draf RPP KEN berpotensi menghambat transisi energi, yang dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap kemauan politik dalam transisi energi. Menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan mentransformasi seluruh sistem energi adalah tugas besar dan kompleks, yang membutuhkan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Jika tujuan yang telah ditetapkan dapat diturunkan tepat sebelum tenggat waktu, apa lagi yang bisa mendorong inovasi dan kolaborasi para aktor ini untuk mempercepat penggunaan energi terbarukan dan mendukung adopsi energi rendah karbon lainnya?

 

Lima tahun yang krusial

Presiden baru, yang akan menjabat pada mulai Oktober 2024, dapat mengembalikan transisi energi Indonesia ke jalur yang benar. Kandidat presiden terpilih saat ini, Prabowo-Gibran, dengan 58% suara mayoritas yang sedang berlangsung, membayangkan Indonesia sebagai kekuatan besar energi hijau, dengan penekanan pada bioenergi. Berbagai program yang diajukan oleh kandidat ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6-7% per tahun. Sayangnya, tidak ada kaitan yang jelas antara visi energi dan pertumbuhan ekonomi, padahal seharusnya ada.

Sebagai contoh, laporan Low Carbon Development Indonesia (LCDI) dari Bappenas menyatakan bahwa pembangunan rendah karbon adalah jalur yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7% dari sekarang hingga 2045, sekaligus menciptakan 15,3 juta pekerjaan yang lebih hijau dan lebih baik dari segi upah pekerja. Dengan pasar domestik Indonesia yang besar, sangat mungkin untuk menarik rantai pasokan lengkap dari energi terbarukan dan industri teknologi rendah karbon untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Baru-baru ini saja, jumlah pekerjaan yang tercipta hanya dari manufaktur energi terbarukan dan implementasinya untuk mencapai emisi nol bersih diperkirakan sudah mencapai 3,2 juta pekerjaan hijau. Lebih banyak pekerjaan hijau akan datang dari sektor rendah karbon lainnya dan industrinya (misalnya, efisiensi energi, kendaraan listrik, bahan bakar bersih). Namun, belum ada arah kebijakan yang jelas untuk mempersiapkan tenaga kerja yang dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengisi posisi pekerjaan masa depan ini.

Di kawasan ASEAN, negara-negara tetangga Indonesia juga telah memulai transisi energi mereka, dan berpotensi menarik industri manufaktur terkait serta mempersiapkan sumber daya manusia (human capital). Keuntungan dari menjadi penggerak pertama masih dapat diraih jika Indonesia bisa mulai mengembangkan sumber daya manusia serta strategi kebijakan untuk menarik industri manufaktur atau mempersiapkan fokus penelitian dan pengembangan yang diperlukan. Dengan populasi terbesar dan ukuran pasar terbesar di Asia Tenggara, serta potensi energi terbarukan sebesar 3600 GW, Indonesia memiliki manfaat terbesar untuk menuai hasil dari investasi dalam rantai pasokan dan sumber daya manusia yang terkait dengan transisi energi di kawasan ini. Presiden baru harus memasukkan transisi energi sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi dan memastikan bahwa transisi dari bahan bakar fosil dan energi terbarukan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Indonesia harus memiliki kendali atas transisi energinya sendiri.

Share on :

Leave a comment