Jakarta, 29 Maret 2022 – Transisi energi yang berkeadilan menjadi salah satu isu prioritas Kepresidenan G20 Indonesia 2022. Mencermati isu transisi energi yang berkeadilan, Yudo Dwinanda Priaadi, ketua Energy Transition Working Group, menjelaskan ada tiga isu terkait transisi energi yang akan didorong yaitu akses energi, teknologi, dan pembiayaan.
Transisi energi adalah perubahan seluruh sistem energi dari yang berbasis bahan bakar fosil menjadi berbasis energi terbarukan. Hal ini melibatkan reformasi multi-sektor untuk sampai ke sana. Memastikan akses energi disediakan dengan biaya dan cara yang terjangkau adalah penting sebagaimana disebutkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih. Oleh karena itu penyediaan infrastruktur energi bersih sebagai langkah awal transisi energi menjadi sangat penting.
Dalam konteks Indonesia, semua teknologi energi bersih saat ini dikembangkan oleh negara lain. Untuk menghindari Indonesia hanya menjadi pasar bagi negara lain yang ‘menjual’ teknologinya, kita membutuhkan pengetahuan tentang teknologi dan bahkan harus mampu memproduksi teknologi itu sendiri.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menilai isu terpenting transisi energi saat ini adalah memastikan tersedianya pembiayaan yang cukup.
“Jika kita memiliki pembiayaan yang cukup, kita dapat mengakses teknologi dan membangun infrastruktur energi bersih. Pada saat yang sama kita juga akan menciptakan sistem ekonomi rendah karbon di dalam negeri,” ujarnya.
Luiz de Mello, Direktur Departemen Ekonomi OECD, menambahkan bahwa ada peluang untuk membuat kemajuan dalam ekonomi rendah karbon ketika dunia berusaha keluar dari situasi pandemi. Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah, antara lain memobilisasi investasi untuk infrastruktur rendah karbon, menetapkan regulasi dan standarisasi, serta mengelola investasi tenaga kerja termasuk pelatihan dan pelatihan ulang bagi mereka yang sebelumnya bekerja di industri fosil.
“Di tingkat internasional kita juga membutuhkan koordinasi kebijakan karena kita menangani masalah global, maka kita juga membutuhkan solusi global,” tambah Luiz.
Pemerintah juga harus menyediakan regulasi dan perencanaan yang dapat diprediksi untuk menarik investor berinvestasi dalam proyek energi terbarukan. Frank Jotzo, Head of Energy, Institute for Climate Energy and Disaster Solutions, Australia National University, menekankan pentingnya menyediakan instrumen pengurangan risiko (de-risking instrument) untuk mempercepat transisi energi.
“Kami menyadari bahwa investasi yang dibutuhkan (untuk transisi energi) sangat besar, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencari cara membiayai transisi tersebut. Perlu dipahami bahwa, pembiayaan ini adalah investasi yang produktif di mana sebagian besar uang digunakan untuk biaya awal, dan nantinya kita dapat menikmati energi bersih tanpa terlalu banyak mengeluarkan biaya,” jelas Frank.
Sebagai Presiden G20, proses transisi energi Indonesia menjadi sorotan. Masyita Crystallin, Penasihat Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Makroekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Indonesia, menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia mengupayakan transisi energi yang berkeadilan.
“Tentu kita bertujuan untuk transisi energi yang berkeadilan, artinya aset yang terlantar harus dijaga dan pekerja yang dulu bekerja di industri fosil atau pertambangan terlindungi,” jelasnya.
Masyita juga menekankan bahwa mekanisme kebijakan global harus siap juga untuk mendukung transisi yang terjadi di tiap negara.