Upaya Kolaboratif untuk Mendorong Pemanfaatan Energi Terbarukan yang Lebih Besar

Jakarta, 3 Juli 2024 – Tahun 2024 adalah tahun perencanaan bagi Pemerintah Indonesia. Setelah menggelar proses pemilihan umum pada bulan Februari lalu, sejumlah persiapan dilakukan untuk memastikan transisi kepemimpinan berjalan lancar. Selain itu, beberapa instrumen kebijakan energi mengalami perubahan dan sedang dalam proses pembaruan. 

Untuk memenuhi target Persetujuan Paris yakni membatasi kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius Indonesia harus mengurangi emisi yang dihasilkan dari berbagai sektor seperti energi, transportasi, industri, dan hutan dan penggunaan lahan. 

Koordinator Riset Sumber Daya Energi dan Listrik, Institute for Essential Services Reform (IESR), His Muhammad Bintang, dalam forum media briefing (3/7/2024) mengatakan bahwa saat ini baru sektor ketenagalistrikan di bawah Kementerian ESDM yang memiliki target terukur pengurangan emisinya yang terangkum dalam Just Energy Transition Partnership (JETP). 

“Untuk sektor selain ketenagalistrikan seperti transportasi dan industri, emisi yang dihasilkan masih terus meningkat dan belum ada peta jalan atau target penurunan emisi yang terukur,” katanya.

Bintang menyebutkan saat ini terdapat pembaruan besar pada beberapa instrumen kebijakan di Indonesia, termasuk Peraturan Menteri ESDM No. 2 tahun 2024 tentang PLTS Atap, yang  mengatur sistem kuota PLTS atap, dan mulai berlaku per 1 Juli 2024. 

Dewan Energi Nasional juga saat ini tengah melakukan finalisasi revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan diharapkan akan rampung sebelum peralihan pemerintahan. Pembaruan dokumen ini dilakukan untuk memperbarui asumsi-asumsi perhitungan berbagai skenario energi Indonesia sebab asumsi pada dokumen yang lama sudah tidak lagi relevan dengan situasi terkini. 

Pihak industri, terutama industri global memiliki inisiatif untuk mendorong penggunaan energi terbarukan melalui kelompok RE100. Beberapa perusahaan Indonesia juga menjadi anggota dari kelompok ini. Namun, Indonesia sendiri masuk kategori strangler yang berarti elektrifikasi di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, dan akses untuk mendapatkan energi terbarukan masih terbatas. 

Direktur Konservasi Energi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Hendra Iswahyudi, menyatakan salah satu tantangan yang menjadi kendala pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah pendanaan. 

“Dengan segala kendala yang ada, pemerintah commit untuk mengawal target energi baru terbarukan agar tercapai tepat waktu,” kata Hendra.

energi terbarukan, transisi energi, Indonesia, Persetujuan Paris, emisi karbon, PLTS atap, Kebijakan Energi Nasional (KEN), RE100, pendanaan energi terbarukan

Share on :

Leave a comment