Energi adalah kebutuhan pokok bagi semua orang, termasuk perempuan. Maka patut untuk mempertimbangkan alokasi dan penyediaan energi yang memenuhi kebutuhan masing-masing gender tersebut. Sayangnya, sektor energi kerap dipandang sebagai sektor yang bias gender pada satu gender tertentu (pria) karena banyak pekerjaan di sektor energi yang melibatkan pekerjaan fisik maupun perhitungan teknis. Sebagai upaya mengarusutamakan perspektif gender dalam sektor energi, NZMates mengundang tiga narasumber untuk berbagi pengalamannya menjadi pekerja perempuan di sektor energi.
Beti Rattekanan, Kasubbid Ekonomi dan SDA II Bappeda Maluku, mengamini bahwa masih ada stigma bahwa energi adalah urusan laki-laki, baik di rumah tangga maupun pada badan regulasi. Padahal menurutnya, pada level rumah tangga justru perempuanlah yang banyak beraktivitas di dekat energi, mulai dari memasak hingga peralatan rumah tangga lainnya.
“Perempuan itu bahkan menjadi pengambil keputusan dalam penggunaan energi yang lebih efisien di rumah tangga,” tutur Beti.
Program Manager Akses Energi Berkelanjutan, IESR, Dr.Marlistya Citraningrum menegaskan pentingnya inklusivitas di bidang energi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kebutuhan pokok manusia dari semula hanya sekedar sandang, pangan, papan menjadi sandang, pangan, papan, energi, dan konektivitas. Terkhusus bagi perempuan, ketersediaan energi yang handal akan memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan produktif dan kebutuhan sosialnya sekaligus.
“Energi itu bisa memberi makna berbeda untuk perempuan. Misalnya dengan adanya listrik, bukan hanya mendapat penerangan, namun dengan penerangan tersebut perempuan dapat melakukan kegiatan yang bernilai ekonomi misal menenun, menangkap ikan, dan seterusnya. Adanya akses energi juga membantu perempuan untuk menghadiri perkumpulan komunitas atau rapat kampung yang umumnya dilakukan pada malam hari,” jelas Marlistya.
Marlistya menambahkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan pilihan kebutuhan yang nyata antara laki-laki dan perempuan terhadap energi.
“Dalam satu kesempatan, kami bertanya pada warga suatu desa tentang sarana apa yang mereka butuhkan jika desanya sudah dialiri listrik, kebanyakan bapak-bapak menginginkan mesin pengolah kopi (karena mayoritas adalah petani kopi), sementara para ibu lebih memilih penerangan yang layak untuk anak-anaknya belajar di malam hari,”
Maryam Karimah, Renewable Energy Technical Specialist NZMates, menyatakan bahwa hadirnya perempuan pada sektor energi yang saat ini masih didominasi oleh laki-laki akan memberi sudut pandang baru dan pertambahan nilai pada keputusan-keputusan yang diambil.
“Setiap proyek energi itu harus memenuhi beberapa aspek kriteria seperti kelayakan secara teknis dan ekonomis, harus bisa diterima secara sosial dan politik, juga yang tidak kalah penting harus aman bagi lingkungan. Kebutuhan multidisiplin ini membutuhkan berbagai perspektif keilmuan dan sosial, maka keberadaan perempuan dalam bidang energi sangat penting,” tutur Maryam.